expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Wednesday 1 February 2017

Wisata Gunung Kidul Part #3 Gunung Api Purba Nglanggeran dan Embung Nglanggeran

Sekitar jam 14.00 kami keluar dari lokasi Air Terjun Sri Gethuk. Perut sudah kenyang karena sudah terganjal gorengan panas di lokasi air terjun tadi. Tujuan kami selanjutnya adalah Gunung Api Purba Nglanggeran. Menurut beberapa teman yang pernah ke sana, katanya viewnya bagus banget. Pernah juga iseng googling foto-fotonya, memang bagus banget sih. Sayapun penasaran. Dan kemarin Minggu (29/1) memang sudah kami rencanakan, tujuan kedua setelah Air Terjun Sri Gethuk adalah Gunung Api Purba Nglanggeran.

Gunung Api Purba Nglanggeran

Arah menuju Nglanggeran
Selama perjalanan menuju Nglanggeran, hujan masih turun, namun tidak terlalu deras. Gunung Api Purba Nglanggeran berada di Patuk Gunung Kidul. Kalau dari arah Jogja, setelah melewati Bukit Bintang Patuk, di kiri jalan ada petunjuk bertuliskan NGLANGGERAN, masuk ke kiri, ikuti saja jalan itu. Tapi masuknya lumayan jauh juga lho, kurang lebih 10 km dan menanjak. Kalau saya pribadi, males banget nyetir di medan yang seperti ini, bikin merinding. Berhubung kali ini ada 'driver pribadi', it's ok lahhh, walau saya tetap masih merinding juga. Setelah melewati beberapa tower stasiun televisi, kita akan tiba di lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran. Dalam perjalanan mendekati lokasi, tampak beberapa batu besar di tepi jalan. Mungkin batu-batu tersebut merupakan bagian dari Gunung Api Purba yang tersisa, begitu pikir saya.


Gunung Api Purba Nglanggeran dilihat dari pemukiman penduduk

Lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran di Patuk Gunung Kidul


Tiba di lokasi, gerimis masih rintik-rintik, sisa hujan tadi. Tidak banyak pengunjung di sana, hanya tampak beberapa sepeda motor di tempat parkir dan 1 mobil van. Tampak beberapa pemuda Karang Taruna desa setempat, berseragam hitam, yang merupakan pengelola dari tempat wisata ini. Setibanya di sana, kami diarahkan untuk membeli tiket masuk di loket. Harga tiket 15 ribu/orang untuk siang hari, 20 ribu/orang untuk malam hari. Harga tiket masuk berbeda untuk wisatawan asing. Kami membeli 2 tiket masuk, karena Juno tidak perlu tiket. Tampak di atas sana gunung batu yang tinggi menjulang ditumbuhi pepohonan hijau. Pasti ini yang disebut Gunung Api Purba Nglanggeran, pikir saya.





Dua mata air di pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran
Kalau saya perhatikan, obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran pengelolaannya sudah rapi, tampak dari bangunan-bangunannya, termasuk toiletnya yang terlihat baru dan bersih. Di sana juga terdapat pendopo yang dapat digunakan untuk acara pertemuan atau kumpul-kumpul. Kami masuk melewati pintu masuk di samping pendopo. Begitu masuk, tampak 2 mata air yang terlihat seperti sumur berbentuk kotak. Kami melanjutkan masuk ke dalam. Terlihat batu-batu besar yang tidak beraturan. Semakin masuk, batu-batunya semakin besar dan banyak. Saya membayangkan, kira-kira seperti apa ya tempat ini jutaan tahun yang lalu?

Batu-batu besar di dalam lokasi gunung api purba
Saya sempat googling tentang Gunung Api Purba Nglanggeran. Gunung Api Nglanggeran merupakan gunung api purba yang pernah aktif puluhan juta tahun lalu. Terletak di kawasan karst Baturagung, gunung yang litologinya tersusun oleh fragmen material vulkanik tua ini memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. 
Saat ini Gunung Nglanggeran berupa deretan gunung batu raksasa dengan pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik dengan beragam cerita rakyat sebagai pengiringnya. Gunung-gunung tersebut biasanya dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang. (sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/nature-and-outdoor/gunung-nglanggeran/)

Gunung Api Purba dilihat dari Embung Nglanggeran, tertutup kabut
Di dalam tampak beberapa gazebo dan taman yang sengaja dibuat. Beberapa kali kami beristirahat di gazebo, karena kami membawa Juno, dan dia menolak untuk jalan sendiri, minta digendong. Hadehhh, Juno hari ini tidak kooperatif. Mungkin bagi dia tempat ini kurang menarik dan familiar. Saya sempat bertanya kepada seorang petugas di sana, "Mas, lokasi konser Katon kemarin di mana?". Ya, bulan lalu ada sebuah acara musik dengan bintang tamu Katon Bagaskara, dan lokasinya di Nglanggeran. "Oww, kalau itu lokasinya di embung, Mbak. 

Salah satu batu besar yang ada dalam
  
Sekitar 3 km dari sini, nanti dari sini bisa terus ke sana," jawab si Mas petugas. Kami bertemu beberapa pengunjung lain yang juga sedang 'mendaki' Gunung Nglanggeran ini. Makin naik, jalannya semakin sempit dan sulit. Kami semakin ngos-ngosan. Papi Juno menggendong Juno di belakang, saya mengikuti di belakang sambil menjaga mereka, karena jalannya penuh batu dan licin karena hujan. Sampai di tengah, kami mulai kesulitan untuk mendaki. Terutama saya yang bisa dibilang hampir tidak pernah mendaki gunung, tentu saja sangat kerepotan ketika melewati medan yang seperti ini. Ditambah Juno minta digendong pula. 

Naik ke puncak
Kami berpapasan dengan seorang pria dengan 2 putrinya yang turun. "Sudah sampai puncak, Pak?", tanya saya. Pria tersebut menjawab sambil terkekeh, "Belum Mbak, kalau mau sampai atas butuh sekitar 1 jam lagi." Ucapan pria tersebut 'meyakinkan' kami bahwa sangat sulit untuk mencapai puncak dengan kondisi saat itu, jalan licin habis hujan, membawa Juno, ditambah tidak membawa bekal minuman. "Sudah Pi, turun saja yukk, nggak mungkin kalo naik dengan membawa Juno begini," kata saya. Akhirnya kami berhenti di pertengahan, dan kembali turun. Lumayan capek juga walau belum sampai di puncak. Kami beristiraht di gazebo, sebelum akhirnya keluar dari lokasi. Setidaknya sudah sempat mencoba naik, walaupun tidak sampai puncak. Setidaknya bisa melihat keindahannya dari bawah sini, begitu pikir saya. Hehehe.

Mendaki sambil menggendong Juno



Hemm, naik gunung bikin lapar. Kami lihat di luar tadi ada penjual bakwan kawi. Kami beristirahat di tempat parkir sambil menikmati bakwan kawi. Saya bertanya kepada Mas penjual bakwan kawi, "Mas, kalau embungnya jauh tidak dari sini?". "Nggak Mbak, paling 15 menit, terus saja ikuti jalan ini, dari tempat parkir jalannya tidak jauh kok," jawab si Mas penjual bakwan kawi. Selesai makan bakwan kawi, kami menuju lokasi selanjutnya, yaitu Embung Nglanggeran. Meninggalkan lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran kokoh menjulang dan menyimpan sejuta misteri.

Embung Nglanggeran

Harus menaiki tangga untuk mencapai embung
Jalan menuju Embung agak 'kurang bersahabat', menanjak dan berbatu. Tampak beberapa batu besar di tepi jalan. Semakin naik, pemandangan Gunung Nglanggeran tampak semakin jelas. Eksotik dan seakan menyimpan berjuta misteri. Sekitar 15 menit kami tiba di tempat parkir Embung Nglanggeran. Tiba di sana, hujan tidak terlalu deras, namun cukup bikin basah. Kami berteduh sejenak sambil melihat foto-foto 'sejarah' pembuatan embung. Di sinilah lokasi acara musik yang bintang tamunya Katon Bagaskara bulan lalu. Ga kebayang nonton Katon nyanyi, malam-malam di tempat seperti ini dengan background Gunung Api Purba Nglanggeran. Romantis sekali. Sayang sekali saat itu kami tidak menontonnya.




Embung Nglanggeran, penampung air untuk mengairi kebun buah
Dulunya Nglanggeran hanyalah sebuah perbukitan. Pemerintah dan masyarakat sekitar menyulapnya menjadi sebuah embung yang berada tepat di atas bukit. Saat ini Embung Nglanggeran merupakan salah satu obyek wisata di Gunung Kidul yang sedang hits. Embung Nglanggeran telah diresmikan oleh Raja Jogja yaitu HB X pada tanggal 19 Februari 2013. Selain sebagai tempat wisata, Embung Nglanggeran berfungsi sebagai penampung atau penyimpan air untuk mengairi kebun-kebun buah yang ada di bawah bukit Nglanggeran. Oleh sebab itu tempat ini juga disebut Kebun Buah Nglanggeran. (sumber: http://lookjogja.blogspot.co.id/2016/02/embung-nglanggeran-gunung-kidul-jogja.html)

Untuk masuk ke Embung Nglanggeran, pengunjung harus membayar tiket masuk 10 ribu/orang dan parkir mobil 5 ribu. Tiba di sana pengunjung tidak begitu ramai karena cuacanya tidak bersahabat, hujan belum berhenti juga. Untuk mencapai embung, pengunjung harus menaiki anak tangga terlebih dahulu, kurang lebih 5 menit lah kalau naiknya dengan penuh semangat. Kalau naiknya hujan-hujan sambil gendong Juno ya butuh waktu sekitar 15 menit untuk mencapai puncak. Dengan membawa payung, kami menaiki tangga. Naik ke puncak cukup membuat kami ngos-ngosan. Kurang olah raga nih kayaknya.

Pemandangan dari Embung Nglanggeran
Sampai di puncak, tampak sebuah 'kolam' berukuran sangat besar berbentuk oval dengan pagar besi di tepinya. Di sudut-sudutnya terdapat gazebo. Namun sayang, saat kami di sana masih gerimis, sehingga kami tidak bisa berlama-lama di sana. Padahal pemandangan dari atas indah sekali. Tampak jelas Gunung Api Purba Nglanggeran dan pemandangan di sekitar bukit. Eksotik dan penuh misteri. Jika cuaca cerah, pengunjung bisa jalan ke ujung embung, dari kejauhan tampak beberapa gazebo yang memang sengaja disediakan bagi pengunjung untuk menikmati pemandangan dari sisi yang lain.

Gunung Api Purba Nglanggeran dilihat dari Embung

Gedung Taman Teknologi Pertanian Klanggeran


Hujan semakin deras, ditambah angin. Juno mulai panik dan mangajak turun. Sayang sekali cuaca hari itu sangat tidak bersahabat. Kalau cerah, pasti kami betah berlama-lama di sana, berjalan mengelilingi embung untuk menikmati pemandangan dari setiap sisi bukit. Kami menuruni tangga untuk kembali ke tempat parkir. Hujan semakin deras. Kami beranjak meninggalkan lokasi Embung Nglanggeran. Di jalan keluar kami melihat sebuah bangunan megah bertuliskan Taman Teknologi Pertanian Nglanggeran, yang merupakan bentuk kerjasama antara Pemda DIY, Kementerian Pertanian dan UGM. Kolaborasi pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan penampungan air yang tidak hanya bermanfaat bagi perkebunan, namun juga memiliki nilai ekonomis, dan tentu saja, cantik. Besok kalau sudah tidak musim hujan, saya ingin ke sana lagi. Have a nice day.







1 comment: