expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Thursday 2 February 2017

When Mommy Back To Campus Part# 6

http://www.keepcalm-o-matic.co.uk/
Libur telah usai. Saatnya kembali ke dunia nyata. Tak terasa 1,5 bulan berlalu begitu cepat. Kayaknya baru kemarin Ujian Akhir Semester (UAS), eh sekarang sudah mulai kuliah lagi. Kalau soal libur, kayaknya semua sama aja deh, mau anak SD sampai mahasiswa S3 pun paling senang saat libur sekolah atau kuliah. Tak terkecuali saya. Libur 1.5 bulan itu rasanya udah kayak terbebas dari 'beban hidup'. Lohhh kok beban hidup sih?

Well, pada part sebelumnya saya sudah ceritakan suka dukanya menjadi mahasiswi di saat sudah menyandang status sebagai seorang ibu. Apalagi ditambah status 'bekerja'. Bukan hal yang mudah membagi peran menjadi ibu, istri, pekerja, sekaligus mahasiswi dalam waktu yang sama. Tidak mudah membagi waktu menjalani masing-masing peran. Semuanya penting dan sama-sama harus diselesaikan.

Walaupun saya pernah mengalaminya 2 tahun lalu, tapi sekarang sangatlah berbeda. Totally different. Pada awal kuliah pertengahan tahun lalu, saya sempat shock dengan perubahan ritme hidup saya yang luar biasa drastis. Jam tidur berkurang. Waktu santai berkurang. Me time apalagi. Saya tidak sempat lagi ke salon, ngemall, ngegym, atau hangout dengan teman-teman. Waktu saya habis. Energi saya tak tersisa. Habis untuk bekerja, kuliah, mengerjakan tugas kuliah, dan mengurus keluarga. 

Kuliah lagi mengubah hidup saya. Sangat. Bahkan saya sempat berpikir, memutuskan kuliah lagi bukanlah hal yang tepat, namun sebuah kesalahan, hanya menambah beban saja. Cari masalah, buang waktu, tenaga, dan tentu saja uang. Tugas-tugas yang menurut saya berat banget cukup membuat saya depresi. Ujian bikin saya stres, apalagi jika bersamaan dengan pekerjaan kantor yang sedang full juga. Seperti saat ujian akhir semester lalu, beberapa hari Juno panas, tugas kuliah banyak banget, kerjaan kantor juga menumpuk, ditambah harus persiapan ujian. Komplit sudah. Sempurna sekali. Rasanya pengin nangis dan teriak.

Di satu sisi kuliah lagi bisa berarti 'menambah masalah', namun bukan berarti saya tidak menikmatinya. Saya menikmatinya. Saya menyukainya. Banyak hal yang hanya bisa saya peroleh, saya alami, dan saya pelajari di sini. Saya bertemu dengan orang-orang yang luar biasa, dengan berbagai latar belakang. Saya belajar. Belajar untuk membuka mata, hati dan pikiran. Saya juga menemukan passion. Sesuatu yang saya sukai, yang membuat saya semakin bersemangat menjalani kehidupan.

Itu beberapa bulan lalu. Satu semester sudah terlewati. Bukan hal yang mudah memang. Dari awal saya sudah menanamkan dalam benak saya. It's not easy being an employed student mom. Peranmu banyak, jadi tak usah ngoyo. Jalani semampunya. Prinsip ini yang saya pegang teguh. Dan saya memang tidak pernah ngoyo, semampunya saja. Turunkan sedikit ekspektasi, supaya tidak mudah kecewa. Turunkan sedikit saja. Begitu pesan salah satu dosen saya.

Liburan kemarin saya benar-benar refreshing. Melepaskan dan melupakan beban sejenak. Menghabiskan waktu bersama keluarga (baca: Juno dan papinya), diri sendiri dan beberapa teman. Well, tapi sepertinya saya refreshingnya kebablasan. Karena tak ada tugas kuliah, tidak lembur, tidak begadang, jam tidur cukup, berimbas pada berat badan saya. Saya belum nimbang sih, tapi saya rasa dalam 1,5 bulan ini, berat badan saya naik sekitar 2-3 kg. Baju-baju mulai tidak nyaman dipakai. Dan hal ini semakin diyakinkan dengan komentar beberapa orang, "Mbak Heny gemukan ya?". Oughh, sumpah itu sangat menyakitkan. Membuktikan kalau kuliah tidak hanya berpengaruh pada hidup saja, tapi juga berat badan. Hehehe. 

Minggu ini adalah minggu pertama kuliah di semester 2. Jujur, berat banget rasanya kembali ke kampus setelah libur cukup lama. Sama aja lah kayak anak SD yang habis libur panjang. Pasti males banget mau masuk sekolah. Belum bisa move on dari liburan kemarin. "Pi, aku males banget mau kuliah lagi, tugas-tugas lagi, begadang lagi," beberapa kali saya mengatakan ini pada Papi Juno. Gini-gini saya juga bisa manja loh, hehehe. Begini kata Papi Juno," Halahh, nanti kalau sudah masuk seminggu juga udah terbiasa lagi kayak kemarin." Huhh, sayapun manyun. 

Hari ini kuliah pertama di semester ini, dan sudah mulai mengambil mata kuliah pilihan sesuai jurusan yang diminati. Saya berencana mengambil konsentrasi Sumber Daya Manusia (SDM), bersama 3 orang teman saya yang lain. Jadi sekelas hanya 4 orang. Teman-teman saya yang lain terpecah menjadi beberapa kelas konsentrasi lainnya. Saya memilih SDM karena sesuai minat saya dan bidang kerja saya. Kuliah pertama hari ini sangat menarik minat saya. Dengan dosen seorang ibu muda yang sangat smart dan penyampaiannya sangat 'enak', kuliah pertama hari ini sangat fun, di luar tugas-tugas berat yang tetap harus kami kerjakan. 

Dengan Bismillah saya memulai semester ini, semoga seterusnya juga tetap fun. Tugas-tugas berat sudah menanti. Welcome 2nd semester. Siap-siap begadang, lembur, wira-wiri, bahkan 'membelah diri'. Satu lagi, siap-siap langsing lagi yaaa, hehehe. Tetap semangat ya teman-temanku seperjuangan, jaga kesehatan, enjoy the process.





Wednesday 1 February 2017

Wisata Gunung Kidul Part #3 Gunung Api Purba Nglanggeran dan Embung Nglanggeran

Sekitar jam 14.00 kami keluar dari lokasi Air Terjun Sri Gethuk. Perut sudah kenyang karena sudah terganjal gorengan panas di lokasi air terjun tadi. Tujuan kami selanjutnya adalah Gunung Api Purba Nglanggeran. Menurut beberapa teman yang pernah ke sana, katanya viewnya bagus banget. Pernah juga iseng googling foto-fotonya, memang bagus banget sih. Sayapun penasaran. Dan kemarin Minggu (29/1) memang sudah kami rencanakan, tujuan kedua setelah Air Terjun Sri Gethuk adalah Gunung Api Purba Nglanggeran.

Gunung Api Purba Nglanggeran

Arah menuju Nglanggeran
Selama perjalanan menuju Nglanggeran, hujan masih turun, namun tidak terlalu deras. Gunung Api Purba Nglanggeran berada di Patuk Gunung Kidul. Kalau dari arah Jogja, setelah melewati Bukit Bintang Patuk, di kiri jalan ada petunjuk bertuliskan NGLANGGERAN, masuk ke kiri, ikuti saja jalan itu. Tapi masuknya lumayan jauh juga lho, kurang lebih 10 km dan menanjak. Kalau saya pribadi, males banget nyetir di medan yang seperti ini, bikin merinding. Berhubung kali ini ada 'driver pribadi', it's ok lahhh, walau saya tetap masih merinding juga. Setelah melewati beberapa tower stasiun televisi, kita akan tiba di lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran. Dalam perjalanan mendekati lokasi, tampak beberapa batu besar di tepi jalan. Mungkin batu-batu tersebut merupakan bagian dari Gunung Api Purba yang tersisa, begitu pikir saya.


Gunung Api Purba Nglanggeran dilihat dari pemukiman penduduk

Lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran di Patuk Gunung Kidul


Tiba di lokasi, gerimis masih rintik-rintik, sisa hujan tadi. Tidak banyak pengunjung di sana, hanya tampak beberapa sepeda motor di tempat parkir dan 1 mobil van. Tampak beberapa pemuda Karang Taruna desa setempat, berseragam hitam, yang merupakan pengelola dari tempat wisata ini. Setibanya di sana, kami diarahkan untuk membeli tiket masuk di loket. Harga tiket 15 ribu/orang untuk siang hari, 20 ribu/orang untuk malam hari. Harga tiket masuk berbeda untuk wisatawan asing. Kami membeli 2 tiket masuk, karena Juno tidak perlu tiket. Tampak di atas sana gunung batu yang tinggi menjulang ditumbuhi pepohonan hijau. Pasti ini yang disebut Gunung Api Purba Nglanggeran, pikir saya.





Dua mata air di pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran
Kalau saya perhatikan, obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran pengelolaannya sudah rapi, tampak dari bangunan-bangunannya, termasuk toiletnya yang terlihat baru dan bersih. Di sana juga terdapat pendopo yang dapat digunakan untuk acara pertemuan atau kumpul-kumpul. Kami masuk melewati pintu masuk di samping pendopo. Begitu masuk, tampak 2 mata air yang terlihat seperti sumur berbentuk kotak. Kami melanjutkan masuk ke dalam. Terlihat batu-batu besar yang tidak beraturan. Semakin masuk, batu-batunya semakin besar dan banyak. Saya membayangkan, kira-kira seperti apa ya tempat ini jutaan tahun yang lalu?

Batu-batu besar di dalam lokasi gunung api purba
Saya sempat googling tentang Gunung Api Purba Nglanggeran. Gunung Api Nglanggeran merupakan gunung api purba yang pernah aktif puluhan juta tahun lalu. Terletak di kawasan karst Baturagung, gunung yang litologinya tersusun oleh fragmen material vulkanik tua ini memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. 
Saat ini Gunung Nglanggeran berupa deretan gunung batu raksasa dengan pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik dengan beragam cerita rakyat sebagai pengiringnya. Gunung-gunung tersebut biasanya dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang. (sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/nature-and-outdoor/gunung-nglanggeran/)

Gunung Api Purba dilihat dari Embung Nglanggeran, tertutup kabut
Di dalam tampak beberapa gazebo dan taman yang sengaja dibuat. Beberapa kali kami beristirahat di gazebo, karena kami membawa Juno, dan dia menolak untuk jalan sendiri, minta digendong. Hadehhh, Juno hari ini tidak kooperatif. Mungkin bagi dia tempat ini kurang menarik dan familiar. Saya sempat bertanya kepada seorang petugas di sana, "Mas, lokasi konser Katon kemarin di mana?". Ya, bulan lalu ada sebuah acara musik dengan bintang tamu Katon Bagaskara, dan lokasinya di Nglanggeran. "Oww, kalau itu lokasinya di embung, Mbak. 

Salah satu batu besar yang ada dalam
  
Sekitar 3 km dari sini, nanti dari sini bisa terus ke sana," jawab si Mas petugas. Kami bertemu beberapa pengunjung lain yang juga sedang 'mendaki' Gunung Nglanggeran ini. Makin naik, jalannya semakin sempit dan sulit. Kami semakin ngos-ngosan. Papi Juno menggendong Juno di belakang, saya mengikuti di belakang sambil menjaga mereka, karena jalannya penuh batu dan licin karena hujan. Sampai di tengah, kami mulai kesulitan untuk mendaki. Terutama saya yang bisa dibilang hampir tidak pernah mendaki gunung, tentu saja sangat kerepotan ketika melewati medan yang seperti ini. Ditambah Juno minta digendong pula. 

Naik ke puncak
Kami berpapasan dengan seorang pria dengan 2 putrinya yang turun. "Sudah sampai puncak, Pak?", tanya saya. Pria tersebut menjawab sambil terkekeh, "Belum Mbak, kalau mau sampai atas butuh sekitar 1 jam lagi." Ucapan pria tersebut 'meyakinkan' kami bahwa sangat sulit untuk mencapai puncak dengan kondisi saat itu, jalan licin habis hujan, membawa Juno, ditambah tidak membawa bekal minuman. "Sudah Pi, turun saja yukk, nggak mungkin kalo naik dengan membawa Juno begini," kata saya. Akhirnya kami berhenti di pertengahan, dan kembali turun. Lumayan capek juga walau belum sampai di puncak. Kami beristiraht di gazebo, sebelum akhirnya keluar dari lokasi. Setidaknya sudah sempat mencoba naik, walaupun tidak sampai puncak. Setidaknya bisa melihat keindahannya dari bawah sini, begitu pikir saya. Hehehe.

Mendaki sambil menggendong Juno



Hemm, naik gunung bikin lapar. Kami lihat di luar tadi ada penjual bakwan kawi. Kami beristirahat di tempat parkir sambil menikmati bakwan kawi. Saya bertanya kepada Mas penjual bakwan kawi, "Mas, kalau embungnya jauh tidak dari sini?". "Nggak Mbak, paling 15 menit, terus saja ikuti jalan ini, dari tempat parkir jalannya tidak jauh kok," jawab si Mas penjual bakwan kawi. Selesai makan bakwan kawi, kami menuju lokasi selanjutnya, yaitu Embung Nglanggeran. Meninggalkan lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran kokoh menjulang dan menyimpan sejuta misteri.

Embung Nglanggeran

Harus menaiki tangga untuk mencapai embung
Jalan menuju Embung agak 'kurang bersahabat', menanjak dan berbatu. Tampak beberapa batu besar di tepi jalan. Semakin naik, pemandangan Gunung Nglanggeran tampak semakin jelas. Eksotik dan seakan menyimpan berjuta misteri. Sekitar 15 menit kami tiba di tempat parkir Embung Nglanggeran. Tiba di sana, hujan tidak terlalu deras, namun cukup bikin basah. Kami berteduh sejenak sambil melihat foto-foto 'sejarah' pembuatan embung. Di sinilah lokasi acara musik yang bintang tamunya Katon Bagaskara bulan lalu. Ga kebayang nonton Katon nyanyi, malam-malam di tempat seperti ini dengan background Gunung Api Purba Nglanggeran. Romantis sekali. Sayang sekali saat itu kami tidak menontonnya.




Embung Nglanggeran, penampung air untuk mengairi kebun buah
Dulunya Nglanggeran hanyalah sebuah perbukitan. Pemerintah dan masyarakat sekitar menyulapnya menjadi sebuah embung yang berada tepat di atas bukit. Saat ini Embung Nglanggeran merupakan salah satu obyek wisata di Gunung Kidul yang sedang hits. Embung Nglanggeran telah diresmikan oleh Raja Jogja yaitu HB X pada tanggal 19 Februari 2013. Selain sebagai tempat wisata, Embung Nglanggeran berfungsi sebagai penampung atau penyimpan air untuk mengairi kebun-kebun buah yang ada di bawah bukit Nglanggeran. Oleh sebab itu tempat ini juga disebut Kebun Buah Nglanggeran. (sumber: http://lookjogja.blogspot.co.id/2016/02/embung-nglanggeran-gunung-kidul-jogja.html)

Untuk masuk ke Embung Nglanggeran, pengunjung harus membayar tiket masuk 10 ribu/orang dan parkir mobil 5 ribu. Tiba di sana pengunjung tidak begitu ramai karena cuacanya tidak bersahabat, hujan belum berhenti juga. Untuk mencapai embung, pengunjung harus menaiki anak tangga terlebih dahulu, kurang lebih 5 menit lah kalau naiknya dengan penuh semangat. Kalau naiknya hujan-hujan sambil gendong Juno ya butuh waktu sekitar 15 menit untuk mencapai puncak. Dengan membawa payung, kami menaiki tangga. Naik ke puncak cukup membuat kami ngos-ngosan. Kurang olah raga nih kayaknya.

Pemandangan dari Embung Nglanggeran
Sampai di puncak, tampak sebuah 'kolam' berukuran sangat besar berbentuk oval dengan pagar besi di tepinya. Di sudut-sudutnya terdapat gazebo. Namun sayang, saat kami di sana masih gerimis, sehingga kami tidak bisa berlama-lama di sana. Padahal pemandangan dari atas indah sekali. Tampak jelas Gunung Api Purba Nglanggeran dan pemandangan di sekitar bukit. Eksotik dan penuh misteri. Jika cuaca cerah, pengunjung bisa jalan ke ujung embung, dari kejauhan tampak beberapa gazebo yang memang sengaja disediakan bagi pengunjung untuk menikmati pemandangan dari sisi yang lain.

Gunung Api Purba Nglanggeran dilihat dari Embung

Gedung Taman Teknologi Pertanian Klanggeran


Hujan semakin deras, ditambah angin. Juno mulai panik dan mangajak turun. Sayang sekali cuaca hari itu sangat tidak bersahabat. Kalau cerah, pasti kami betah berlama-lama di sana, berjalan mengelilingi embung untuk menikmati pemandangan dari setiap sisi bukit. Kami menuruni tangga untuk kembali ke tempat parkir. Hujan semakin deras. Kami beranjak meninggalkan lokasi Embung Nglanggeran. Di jalan keluar kami melihat sebuah bangunan megah bertuliskan Taman Teknologi Pertanian Nglanggeran, yang merupakan bentuk kerjasama antara Pemda DIY, Kementerian Pertanian dan UGM. Kolaborasi pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan penampungan air yang tidak hanya bermanfaat bagi perkebunan, namun juga memiliki nilai ekonomis, dan tentu saja, cantik. Besok kalau sudah tidak musim hujan, saya ingin ke sana lagi. Have a nice day.