
Tak seperti cerita dongeng puteri yang indah tanpa cela. Begitu juga perjalanan kita. Banyak kerikil. Banyak batu. Dan tak jarang karang terjal. Satu persatu kita lalui dengan tidak mudah. Pernah ku menanyaimu, mengapa kamu memilihku. Aku tau aku bukan tipemu. Sebaliknya, kamu juga bukan tipeku. Kita berbeda. Dunia kita tak sama. Aku idealis. Sedangkan kamu ngeflow abis. Lalu apa jawabmu? Aku suka spiritmu. Aku suka semangatmu. Kamu seperti matahari, selalu bersinar. Ahh kalau yang ini pasti kamu sedang menggombal.
Tak sepertiku yang selalu mempertanyakan perasaanmu, kamu tak pernah mempertanyakan perasaanku. Apakah semua pria seperti itu. Entahlah. Mungkin kamu terlalu yakin dengan perasaanku. Atau kamu kuatir aku akan mengatakan yang tidak sesuai dengan harapanmu. Sudah benar, kamu tak perlu menanyaiku. Aku memilihmu. Itulah jawabanku. Itu saja.


Enam tahun kini. Dan itu belum seberapa. Lihatlah bapak dan ibu kita. Tak hanya enam tahun, sepuluh tahun, atau dua puluh tahun. Hampir lima puluh tahun mereka bersama. Bayangkan, setengah abad menghadapi orang yang sama. Apakah mereka tidak bosan? Apakah mereka tidak lelah? Apakah mereka pernah menyerah? Aku yakin mereka pernah melalui semuanya. Tapi lihatlah mereka sekarang. Tak lagi muda, tapi tetap saling menerima dan setia. Tampak tua dan lelah, tapi tetap saling menjaga. Aku melihat mereka. Dan aku melihat kita. Mereka adalah kita.
Kita akan tetap berdebat, tapi kita juga akan saling memuja. Kita akan tetap saling mengkritik, tapi kita akan saling membanggakan. Kita akan menua dan tak lagi berdaya. Tapi kita akan saling setia. Seperti Bapak dan Ibu. Karena mereka adalah kita.
Terima kasih Bapak, Ibu telah menunjukkan padaku, kepada kami, apa itu cinta yang sesungguhnya. Cinta itu menerima. Cinta itu menjaga. Dan menikah itu tak hanya setahun, dua tahun, atau enam tahun, tapi selamanya. Ingatkan aku saat ku lelah. Dan saat kamu lelah, aku juga akan mengingatkanmu. Masa itu. Perjuangan kita. Baca juga http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/01/dear-husband-on-our-5th-wedding.html
Terima kasih Bapak, Ibu telah menunjukkan padaku, kepada kami, apa itu cinta yang sesungguhnya. Cinta itu menerima. Cinta itu menjaga. Dan menikah itu tak hanya setahun, dua tahun, atau enam tahun, tapi selamanya. Ingatkan aku saat ku lelah. Dan saat kamu lelah, aku juga akan mengingatkanmu. Masa itu. Perjuangan kita. Baca juga http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/01/dear-husband-on-our-5th-wedding.html
Happy 6th anniversary dear husband, my best friend, my everything.
love you as always, me
Kita akan tetap berdebat, tapi kita juga akan saling memuja. Kita akan tetap saling mengkritik, tapi kita akan saling membanggakan. Kita akan menua dan tak lagi berdaya. Tapi kita akan saling setia. Seperti Bapak dan Ibu. Karena mereka adalah kita.
Terima kasih Bapak, Ibu telah menunjukkan padaku, kepada kami, apa itu cinta yang sesungguhnya. Cinta itu menerima. Cinta itu menjaga. Dan menikah itu tak hanya setahun, dua tahun, atau enam tahun, tapi selamanya. Ingatkan aku saat ku lelah. Dan saat kamu lelah, aku juga akan mengingatkanmu. Masa itu. Perjuangan kita. Baca juga http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/01/dear-husband-on-our-5th-wedding.html
Terima kasih Bapak, Ibu telah menunjukkan padaku, kepada kami, apa itu cinta yang sesungguhnya. Cinta itu menerima. Cinta itu menjaga. Dan menikah itu tak hanya setahun, dua tahun, atau enam tahun, tapi selamanya. Ingatkan aku saat ku lelah. Dan saat kamu lelah, aku juga akan mengingatkanmu. Masa itu. Perjuangan kita. Baca juga http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/01/dear-husband-on-our-5th-wedding.html
Happy 6th anniversary dear husband, my best friend, my everything.
love you as always, me
This is for you: