expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Saturday 20 May 2017

Menembus Beasiswa Unggulan Part#1

Setelah postingan saya minggu lalu soal Beasiswa Unggulan (BU), banyak teman yang WA dan inbox supaya saya share tips-tips untuk mendaftar beasiswa ini. Baca juga :http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/05/when-mommy-back-to-campus-part8.html .Senang karena atensi teman-teman luar biasa, dan yang paling bikin seneng banget, banyak emak-emak seperti saya yang akhirnya termotivasi untuk menjadi pejuang beasiswa. Alhamdulilah :)

Oke, sesuai janji saya kemarin saya akan share tips-tipsnya. Tapi sebelumnya, perlu dicatat ya, apa yang saya tulis ini nggak menjamin temen-temen pasti lolos lho, tapi setidaknya temen-temen punya bayangan kira-kira apa saja yang perlu diperhatikan untuk mengikuti seleksi BU ini.

Sebenarnya BU itu apa sih? 

Beasiswa Unggulan adalah beasiswa dari Kemendikbud, untuk masyarakat Indonesia yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (S1, S2, S3), baik di dalam maupun di luar negeri. Ada tiga macam BU, yaitu BU Pegawai Kemendikbud, BU Mahasiswa Asing dan BU Masyarakat Berprestasi. Untuk yang pertama dan kedua sudah jelas ya. Nah, kalau kalian bukan pegawai Kemendikbud dan bukan mahasiswa asing, berarti kesempatan kalian ada di BU Masyarakat Berprestasi.

Siapa saja yang bisa mendaftar BU Masyarakat Berprestasi?

Beasiswa ini terdiri dari Beasiswa Degree dan Beasiswa Bantuan Non Degree. Beasiswa Degree diperuntukkan bagi yang punya prestasi atau peraih medali/penghargaan, baik tingkat nasional atau internasional di segala bidang. Sedangkan Beasiswa Bantuan Non Degree (Pendaftaran offline) ditujukan bagi guru dari tingkat PAUD hingga SMA/SMK, pegiat budaya, seniman dan pegiat sosial, KECUALI Dosen. 

Kalau kamu aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan seperti LSM atau NGO gitu, bisa juga loh mendaftar beasiswa ini. Selain itu PNS (selain pegawai Kemendikbud), karyawan swasta, ibu rumah tangga atau wiraswasta yang memiliki prestasi juga bisa mendaftar. Oiya, selain untuk mahasiswa baru, mahasiswa on going juga bisa mendaftar lho, dengan catatan, maksimal semester 3.

Apa saja komponen BU ?

1. biaya pendidikan (tuition fee)
2. biaya hidup
3. biaya buku.

Kalau mau daftar BU Masyarakat Berprestasi, caranya bagaimana?
  1. Pertama baca seluruh informasi, persyaratan dan catat tanggal-tanggal pentingnya. Silahkan cek website resmi BU di sini http://beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/beasiswa/beasiswa-masyarakat-berprestasi
  2. Baca juga Frequently Asked Question (FAQ)
  3. Membuat akun di web pendaftaran melalui http://buonline.beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/
  4. Setelah membuat akun, aktivasikan akun melalui email yang dikirim oleh BU ke alamat email yang digunakan untuk membuat akun.
  5. Login dan melengkapi seluruh form yang ada, tapi ingat JANGAN klik tombol submit sebelum dipastikan bahwa semua form terisi lengkap dan benar, karena setelah klik tombol submit, isian form tidak bisa diubah lagi.

Kapan BU Masyarakat Berprestasi dibuka lagi?

Setiap tahun BU dibuka dalam 2 batch. Tahun ini batch 1 baru saja selesai, dan batch 2 akan dibuka lagi dengan jadwal sebagai berikut:

Pendaftaran : 1 Juni - 31 Juli 2017
Seleksi administrasi dan wawancara : 1 Agustus - 31 Agustus 2017
Pengumuman : 1 September 2017

Waktunya masih lumayan panjang, jadi mulailah siapkan semua persyaratannya.

Apa saja yang disiapkan?

Berikut ini dokumen yang harus disiapkan:
1. KTP
2. KTM (khusus mahasiswa on going)
3. Letter of Acceptance (LoA) Unconditional (atau surat keterangan aktif kuliah)
4. Kartu Hasil Studi (KHS) terakhir (untuk mahasiswa on going)
5. Ijazah dan transkrip nilai terakhir
6. Sertifikat  TOEFL ITP 500/IBT 61/IELTS 5.5 (untuk mahasiswa S1 tidak wajib)
7. Proposal rencana studi
8. Surat rekomendasi (bisa dari kampus atau instansi tempat bekerja)
9. Surat pernyataan tidak sedang menerima beasiswa sejenis (didownload di web)
10. Sertifikat prestasi
11. Essay sebanyak 3-5 halaman

Semua dokumen di atas di scan warna, dalam format pdf dengan size max. 2 MB. Jika melihat syarat-syarat di atas, ada syarat LoA, ini berarti pelamar HARUS SUDAH DITERIMA di salah satu Universitas, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan syarat akreditasi universitas minimal B, atau jika pelamar adalah mahasiswa on going, ditunjukkan dengan KTM atau surat keterangan aktif kuliah, dan KHS terakhir. 

Salah satu yang menarik dari BU ini adalah bahwa kita bisa memilih jurusan kuliah sesuai dengan minat kita. Jadi bagi yang ingin mendaftar BU pada batch 2 tahun ini, segera saja mendaftar di universitas-universitas yang memenuhi syarat (akreditasi B).

Selain LoA, dokumen lainnya yang juga harus disiapkan adalah sertifikat TOEFL ITP/IBT/IELTS dengan skor minimal yang sudah ditentukan. Kalau belum punya atau skornya belum mencapai skor yang ditentukan, ayo coba lagi sampai dapat, masih ada waktu 2 bulan kok untuk ngejar :)

Bagaimana jika Skor TOEFL belum memenuhi syarat?

Ini merupakan salah satu utama untuk mendaftar BU, jadi usahakan skor memenuhi syarat. Waktunya masih cukup kok untuk mengejar :)

Proposal rencana studi itu seperti apa?

Isinya kurang lebih tentang rencana perkuliahan hingga selesai, berapa sks per semester, mata kuliahnya apa saja yang diambil, rencana mau ambil konsentrasi apa, mengapa memilih konsentrasi tersebut, rencananya mau nulis sktipsi/tesis/disertasi tentang apa, mengapa memilih itu topik itu, dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk studi (SPP, biaya hidup, biaya buku). 

Selain itu juga perlu diceritakan aktivitas selain kuliah, bagaimana implementasi hasil studi dan apa kontribusi untuk masyarakat. Intinya, selain rencana perkuliahan, jelaskan alasannya memilih jurusan tersebut dan yang paling penting adalah kontribusi apa yang bisa kita berikan bagi masyarakat.

Sertifikat prestasi apa saja yang bisa digunakan untuk melamar BU?

Kalau kalian memiliki prestasi atau pernah memenangkan kejuaraan, baik tingkat nasional atau internasional, sudah pasti itu bisa banget digunakan. Nah kalau tidak memiliki prestasi nasional atau internasional bagaimana? Well, menurut saya, pada dasarnya prestasi itu tidak melulu disimbolkan dengan memenangkan suatu kejuaraan atau mendapatkan medali. Jadi, kalau memang tidak ada sertifikat kejuaraan, bisa gunakan sertifikat lain yang dimiliki, tentu saja yang relevan, misalnya pernah mengikuti pelatihan A, workshop B, pernah aktif di organisasi C. Sekali lagi ini hanya saran saya pribadi ya. Intinya pokoknya yakin sajalah, namanya juga usaha, ya 'kan :) 

Kemarin waktu mendaftar pada batch 1, saya menggunakan 3 sertifikat, 2 sertifikat sebagai presenter dalam international conference dan 1 sertifikat tesis terbaik. Untuk sertifikat sebagai presenter dalam international conference, walaupun tidak masuk kategori paper terbaik, tapi sertifikat tetap saya masukkan, dan sertifikat yang terakhir, hanya tingkat universitas, bukan nasional apalagi internasional. See? Yang penting yakin sajalah pokoknya :)

Surat Rekomendasi dari mana?

BU menerima surat rekomendasi dari kampus atau dari instansi tempat bekerja. Jadi bagi mahasiswa baru, bisa meminta rekomendasi dari dosen sebelumnya, bagi mahasiswa on going bisa meminta rekomendasi dari kampus yang sekarang. Atau yang bekerja bisa juga meminta rekomendasi dari atasan di instansi tempat bekerja. Tidak ada format khusus dari BU, untuk contoh-contohnya bisa dicari via googling atau dengan senang hati saya akan memberikan contohnya jika ada yang membutuhkan.

Essay itu isinya apa saja?

Ceritakan tentang diri kita, siapa kita, keluarga, aktivitas, motivasi kita melanjutkan studi dan melamar beasiswa ini, prestasi, apa yang akan kita lakukan setelah lulus, cita-cita, hal-hal positif yang kita lakukan, dan yang paling penting, mengapa kita layak mendapatkan beasiswa ini. Pesan saya, ceritakan  diri kita apa adanya, nggak usah lebay, apalagi pakai drama segala, hehehe. Perlu dicatat, karena ini adalah "lamaran" maka tunjukkan sisi positif diri kita apa adanya.

Setelah semua syarat di upload, apa yang harus dilakukan?

Cek ulang setiap dokumen yang sudah diupload dan pastikan semuanya sudah benar. Kalau sudah benar, jangan lupa klik tombol "submit". Artinya kita sudah mendaftar BU, dan dokumen yang sudah kita upload tidak dapat diubah lagi. Satu lagi, ingat tanggalnya, jangan sampai kelupaan dan ternyata tanggalnya sudah lewat, hehehe. Setelah submit, sehari kemudian kita akan menerima email dari BU yang menginformasikan bahwa pendaftaran kita sudah diterima, dan tunggu sekitar 1 minggu kemudian pengumuman hasil seleksi administrasi melalui email dan website. Kalau lolos seleksi administrasi, kalian akan memperoleh email seperti di bawah ini dan siap-siap untuk mengikuti tes wawancara. Sabar ya, tips-tipsnya akan saya share di postingan berikutnya. Semoga bermanfaat, selamat berjuang ya adek-adek dan teman-teman semua. Happy weekend.



Saturday 13 May 2017

When Mommy Back To Campus Part #8 (Perjuangan Menembus Beasiswa)

Saat menulis ini, tangan saya masih agak gemetaran. Sejak sore tadi, berkali-kali saya mencubit tangan saya sendiri, hanya untuk memastikan bahwa ini benar-benar terjadi, bukan mimpi. Saya baca email tersebut berkali-kali, dan isinya sama. Saya pastikan sekali lagi, ini bukan mimpi, tapi sesuatu yang menyerupai mimpi. Ya Allah, terima kasih, lagi-lagi Engkau menjawab doaku, untuk yang kesekian kali.

Saya jadi teringat setahun lalu. Saat itu semangat saya berkobar-kobar (lebay banget ya) untuk melanjutkan kuliah lagi. Selain mempersiapkan pendaftaran kuliah, saya juga mulai mencari info beasiswa. Perhatian saya tertuju pada beasiswa LPDP yang saat ini masih menjadi idola para pejuang beasiswa. Sambil menunggu masa pendaftaran kuliah, saya mempersiapkan persyaratan untuk mendaftar beasiswa LPDP. Persyaratan kurang satu, yaitu surat ijin bebas tugas. Hingga tahap itu, semangat saya masih berkobar-kobar, namun pada akhirnya saya harus menyerah untuk melanjutkan prosesnya karena syarat yang terakhir tidak saya dapatkan. Well, saya tidak akan membahas ini  lebih lanjut ya.

Kenapa saya tidak mencoba beasiswa yang lain? Begini, sebagai seorang PNS, tentu saja akan lebih pas jika saya mencari beasiswa pemerintah, bisa pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Namun kebanyakan beasiswa pemerintah mensyaratkan adanya surat bebas tugas dari instansi tempat bekerja. Dan biasanya lagi beasiswa harus diajukan sebelum perkuliahan dimulai, jarang yang diperuntukkan bagi mahasiswa on going atau yang sudah memulai perkuliahan.

Kembali ke kekecewaan tadi. Jujur, waktu itu saya sedih banget. Usaha sudah dilakukan, tapi tidak bisa mengubah, ya sudah terima aja. Mau gimana lagi? Tapi masa iya mau kecewa berlarut-larut? Masa iya mau sedih terus? Nggak juga 'kan? Yah mungkin sekitar sebulan dua bulanlah saya sedih, tapi setelah itu sudah biasa lagi. Move on broh :)

Saya melanjutkan proses pendaftaran kuliah, dan saya diterima. Antara senang dan bingung. Senang, siapa sih yang nggak senang diterima di salah satu kampus terbaik, pada jurusan yang sesuai minat saya pula. Dan bingungnya karena saya harus memikirkan biayanya yang menurut saya jumlahnya cukup bikin ngelu. Nah, untuk urusan yang kedua ini tentu saja saya harus berdiskusi dengan Papi Juno. Saya sempat bilang ke Papi Juno, "Pi, mungkin lebih baik aku drop aja ya, nggak usah diambil. Biayanya mahal banget," begitu kata saya waktu itu. Kata Papi Juno, "Kenapa emangnya? Wong masuknya susah kok dilepas. Rejeki itu sudah ada yang ngatur, kalo ada niat pasti yang lainnya ngikutin." Nyesss, semangat saya muncul lagi. Dalam hati saya membatin "nahh ini jawaban yang saya inginkan", luv you pi, hehehe.

Pertengahan semester 2, seorang teman menginformasikan kepada saya adanya Beasiswa Unggulan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya baca persyaratannya, cukup banyak. Ada beberapa jenis beasiswa unggulan, namun yang bisa saya ikuti adalah Beasiswa Unggulan Masyarakat Berprestasi. Emang prestasi saya apa kok pede banget daftar pada kategori ini? Hehe, soal ini nanti saya ceritakan di postingan saya selanjutnya ya. Sabar broh...

Yang menarik dari beasiswa ini, walaupun ada bidang-bidang yang menjadi prioritas, namun jurusannya tidak ditentukan, jadi sesuai dengan minat kita, dan diperuntukkan untuk mahasiswa baru dan mahasiswa on going, artinya mahasiswa yang sudah mulai perkuliahan seperti say (maksimal semester 3). Dan menariknya lagi tidak ada syarat bebas tugas. Ini yang saya cari, pikir saya.

Ada waktu 2 bulan untuk mempersiapkan persyaratannya. Namun karena kesibukan bekerja dan kuliah, waktu 2 bulan berlalu begitu saya, hingga menyisakan 1 minggu. Terus terang karena kesibukan (atau sok sibuk) membuat saya agak malas juga untuk mempersiapkan persyaratannya. Alasan klise lah, sibuk, nggak ada waktu, capek, bla bla bla. Namun entah mengapa seminggu sebelum waktu registrasi ditutup, saya seakan mendapat energi untuk melengkapi persyaratan. Beruntung saya sudah memiliki sebagian dokumen yang disyaratkan, karena tahun lalu 'kan saya sudah mempersiapkannya, yang rencananya untuk mendaftar beasiswa LPDP. Jadi hanya kurang beberapa dokumen saja yang belum ada, seperti KHS, rekomendasi dan surat keterangan aktif dari kampus, proposal rencana studi dan essay (dulu pernah bikin yang untuk LPDP, jadi tinggal ditambah dan disesuaikan dengan tema, tidak beda jauh lah).

Bagian yang cukup berat adalah membuat essay dan proposal rencana studi. Saya "ngebut" dengan begadang 3 malam untuk menyelesaikannya. Hari terakhir, tepatnya tanggal 15 April 2017, setelah mengecek ulang dan memastikan bahwa semuanya sudah "maksimal" yang saya mampu, dengan mengucap Bismillah, semua persyaratan saya submit.

Sekitar 10 hari kemudian saya menerima email dari Kemendikbud yang menyatakan bahwa saya lolos seleksi administrasi dan diundang untuk mengikuti tes wawancara pada tanggal 29 April 2017. Senang bukan main rasanya menerima email tersebut. Dengan semangat '45 saya mempersiapkan semua yang diperlukan untuk wawancara (yang ini juga akan saya share di postingan saya selanjutnya, sabarrr). 

Sabtu, 29 April 2017 saya mengikuti tes wawancara sekaligus verifikasi dokumen asli. Ternyata banyak sekali calon penerima beasiswa yang akan mengikuti tes wawancara, dari mahasiswa S1 hingga S3. Deg-degan, pastinya. Setelah menunggu sekitar 3 jam, tiba giliran saya memasuki ruang interview. Sekitar 30 menit saya diinterview oleh interviewer. Apa saja yang ditanyakan saat interview? Ini juga akan saya ceritakan pada postingan saya selanjutnya. Sabar yaa...

Dan setelah wawancara tersebut, saya melalui hari-hari dengan harap-harap cemas. Jumat, 12 Mei 2017 adalah jadwal pengumuman final. Pagi tadi Mbak Wulan, teman seangkatan yang juga mengikuti seleksi beasiswa ini mengirim WA kepada saya, "Mbak, sudah cek akun?". Oiya setiap peserta sebelum mendaftar harus membuat akun di website Beasiswa Unggulan. "Belum Mba," kata saya. Secepat kilat saya langsung cek akun saya, ternyata memang belum ada pengumuman. Ahh Mbak Wulan, bikin deg-degan saja :)

Seharian tadi di kantor saya juga deg-degan. Berkali-kali saya cek akun, namun belum ada pengumuman. Tadi sore saya pulang kantor jam 14.30 dan langsung menjemput Juno si sekolah. Setelah itu saya mengajak Juno untuk berbelanja di su*er i*do, karena saya berencana masak nanti malam. Tiba di rumah sekitar jam 16.30. Lagi-lagi saya cek akun, dan belum ada pengumuman. Lima menit kemudian saya menerima WA dari Mbak Wulan, "Mbak Heny, sudah ada pengumuman, cek akun mbak. Alhamdulilah aku lolos." Saya langsung cek akun dan email. Jantung saya berdegup kencang. Taraaa...Alhamdulilah saya lolos.

Spontan saya memeluk Juno yang saat itu berada di samping saya. "Juno, mami lolos." Saya tak kuasa menahan air mata. Juno tampak bingung, namun dengan wajah ceria, dia tertawa lebar dan bilang "yeiiii". Dia memang belum paham, tapi dia paham ada sesuatu yang "luar biasa" baru saja terjadi. Tak lupa saya langsung menelpon Papi Juno yang saat itu belum pulang. Ya Allah, sekarang aku tau kenapa Engkau memberiku kekecewaan saat itu. Karena Engkau punya rencana yang jauh lebih indah. Engkau ingin aku belajar bersabar. Engkau ingin melihatku berusaha, karena tidak ada keindahan yang diperoleh dengan kemudahan, semua pasti melalui kesulitan.

Saat duduk di kelas 1 SMP, guru agama saya saat itu bernama Bapak Mohammad Ridwan. Saya ingat betul ketika beliau mengajar kami di hari Kamis sekitar 20 tahun silam. Hari itu Pak Ridwan mengajarkan suatu materi dengan mengutip satu ayat, QS. Ar-Ra'du ayat 11, yang artinya "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka." Dan entah mengapa, hingga hari ini, saya ingat sekali apa yang diajarkan Pak Ridwan pada hari Kamis itu.

Sekali lagi, ini bukan pamer, sombong atau riya'. Saya menulisnya semata-semata untuk memotivasi teman-teman, adek-adek para pejuang beasiswa untuk tidak menyerah. Percayalah setiap ada niat, pasti ada jalan, termasuk ketika kita menganggap itu sesuatu yang nggak mungkin. Kalau Allah berkehendak, InsyaAllah pasti terjadi. Never give up on your dreams. Pada postingan selanjutnya, saya akan share tips-tips mengikuti seleksi beasiswa unggulan ini. Have a nice weekend.







Tuesday 2 May 2017

Sekolah Bilingual Untuk Si Kecil, Perlukah?

sumber: PeduliSehat.info
Masih seputar obrolan saya dengan seorang teman beberapa hari yang lalu. Si mas ini memiliki seorang putra berusia 1 tahun. Karena dia dan istrinya sama-sama bekerja, mereka memutuskan untuk mencari TPA atau baby daycare untuk anaknya. Sudah beberapa sekolah disurvey, bahkan sempat mengikuti trial di sebuah sekolah, namun belum juga menemukan daycare yang cocok untuk anaknya. Malah saat mengikuti trial, teman saya bercerita, si anak menunjukkan sikap frontalnya dengan memukul teman-teman seusianya. Teman saya makin bingung. Sayapun menyarankan untuk segera "menyekolahkannya" supaya bisa bersosialisasi dengan teman-temannya.

Teman saya ini sepertinya penganut aliran "semua yang mahal pasti bagus." Dia percaya, sekolah mahal, pasti kualitasnya bagus, jika anaknya disekolahkan di sana, dia akan mendapatkan pendidikan yang baik. Begitu kira-kira. Hampir semua baby daycare elite di Jogja sudah dia datangi. Beberapa adalah sekolah dengan beberapa pengajar asing dan bilingual. Iya, bilingual, sekolah yang menggunakan dua bahasa pengantar, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Teman saya ini sangat terobsesi dengan sekolah bilingual. Ketika saya tanya alasannya, katanya "aku dan istriku Bahasa Inggrisnya kurang bagus, jadi aku mau anakku jago Bahasa Inggris". Okey, alasan diterima. Cuma masalahnya, anaknya itu masih 1 tahun, helooo...hehehe.

Sebelumnya ada juga seorang teman saya yang terobsesi dengan sekolah seperti ini, tidak tanggung-tanggung, dia menyekolahkan anaknya di sekolah yang bukan hanya bilingual tapi trilingual, jadi selain Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, sekolah tersebut juga mengajarkan dan menggunakan Bahasa Mandarin. Nah looo...tapi temen saya yang ini anaknya sudah agak lumayan sih usianya, kelas 1 SD atau sekitar 6-7 tahun.

Sebenarnya masuk akal sih alasan mereka yang ingin atau sudah menyekolahkan anaknya di sekolah Bilingual atau Trilingual. Supaya si anak jago bahasa asing, dan itu bagus untuk masa depannya. Namun untuk batita, seperti anak teman saya yang berusia 1 tahun hingga 3 tahun gitu, apakah anak sudah "layak" untuk disekolahkan di sekolah bilingual?

Karena sayapun penasaran, saya coba baca-baca beberapa artikel untuk menjawab rasa penasaran saya. Sebenarnya ada 2 pendapat terkait hal ini, ada yang pro dan ada yang kontra. Menurut yang kontra, mengajari anak bilingual sejak dini dapat menyebabkan si anak menjadi bingung dan tercampur-campur bahasanya, bahkan bisa mengakibatkan dia menjadi terlambat berbicara. Dan menurut yang pro, supaya si anak mudah memahami bilingual, dia harus diajari sejak kecil.

Misalnya saja anak yang orang tuanya berbeda warga negara, misalnya ibunya orang Indonesia dan bapaknya orang Inggris, maka sebaiknya orang tuanya berkomunikasi dengan si anak menggunakan bahasa masing-masing. Jadi si anak awalnya baru mengerti, dan pada usia tertentu dia akan mulai berbicara. Sebenarnya di Indonesia, bilingual sudah banyak diajarkan kepada anak, misalnya Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa atau Bahasan Sunda. Demikian juga Juno, dia terbiasa berbahasa Indonesia, namun ketika kami mengajaknya bicara dengan bahasa Jawa, dia paham, namun dia kesulitan untuk berbicara dengan Bahasa Jawa. Dalam hal ini anak tidak perlu mengikuti les, dengan sendirinya kelak dia kan bisa berbahasa Jawa.

Lalu bagaimana dengan bahasa asing? Apakah anak usia batita sudah cukup umur untuk diberikan pelajaran bahasa asing? Menurut beberapa artikel, hal ini tergantung pada si anak, jika perkembangan komunikasinya bisa dikatakan cepat artinya bicaranya lancar, kosakatanya lengkap, mudah paham, tidak masalah jika si anak diberikan pelajaran bahasa asing di usia dini. Namun, sebaliknya untuk kasus khusus, si anak perkembangan komunikasinya agak terlambat, kemungkinan mereka akan lebih sulit mengerti, sehingga sebaiknya dimantapkan dulu satu bahasa, baru bahasa lain.

Jadi peran orang tua di sini adalah mengamati perkembangan komunikasi si anak, apakah termasuk cepat atau lambat. Kalau si anak termasuk lambat perkembangan komunikasinya, sebaiknya jangan dipaksakan untuk bersekolah di sekolah bilingual, namun jika diajak berbicara sesekali menggunakan bahasa asing, tidak apa-apa. (sumber: http://mommiesdaily.com/2014/09/22/mulai-kapan-ya-sebaiknya-belajar-bahasa-bilingual).

Saya pribadi, tidak akan memaksakan Juno untuk bersekolah di sekolah bilingual. Saat ini kami masih mengamati perkembangan dan minatnya, namun bukan tidak mungkin nantinya kami akan menyekolahkan Juno di sekolah bilingual atau trilingual, namun tentu saja tidak di usia semuda itu juga, yahhh nanti lah kira-kira kalau Juno sudah lancar bicaranya, kosakatanya sudah lengkap, mungkin kami akan mempertimbangkannya. Lagipula kasihan juga anak seusia itu dipaksa harus belajar bahasa asing. Biarlah anak belajar sesuai dengan usianya, pada saatnya, tak perlu dipaksakan. Saat ini 'kan usianya bermain, ya biar saja dia bermain.

Di sekolahnya, Juno juga sudah belajar Bahasa Inggris, tapi ya terbatas pada bahasa Inggris untuk anak seusianya, seperti huruf alphabet, angka, warna, buah, hewan, dan sejenisnya. Saat ini dia sudah bisa berhitung dari 1 sampai 10 dalam bahasa Inggris. Sesekali kami di rumah mengajaknya bicara Bahasa Inggris menggunakan kosa kata sederhana, tanpa harus memaksanya untuk paham. 

Jadi, intinya sekolah bilingual itu sah-saja saja, tapi kurang tepat juga jika kita memaksakan pada anak. Ingat, kemampuan anak tidak sama lho. Jangan sampai karena obsesi orang tua supaya si anak jago Bahasa Inggris, justru berakibat yang kurang baik bagi perkembangan si anak. Yang jelas, kalau usia balita ke bawah seperti Juno, menurut saya, diajarin sedikit-sedikit kosa kata Bahasa Inggris tidak apa-apa untuk mengenalkan, bertahap by process, yang pasti yang harus ditekankan, two magic words, sorry and thank you.







Tips Memilih Daycare Untuk Si Kecil

sumber: mamahmuda.com
Beberapa hari yang lalu pada sebuah kesempatan, tak sengaja saya bertemu seorang teman, laki-laki. Si mas ini usianya kurang lebih sama dengan saya, ayah dari seorang putra berusia 1 tahun. Kami ngobrol berbagai macam topik, hingga sampailah pada topik TPA alias Tempat Penitipan Anak, atau kalau sekarang lebih dikenal sebagai Tempat Pengasuhan Anak. Beda dong ya tempat penitipan dan tempat pengasuhan. Teman saya ini sedang bingun mencari TPA untuk anaknya. Dia sudah cek ke beberapa sekolah elite di Jogja dan bahkan mengikuti trial, namun belum juga menemukan TPA yang cocok bagi anaknya. Terakhir saat mengikuti trial di sebuah sekolah, si anak menunjukkan tidak nyaman di sekolah tersebut.

Bagi pasangan muda yang baru saja memiliki anak, urusan tentang TPA ini tentu saja menjadi urusan yang crusial. Apalagi jika keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja, ditambah jauh dari keluarga, masalah penitipan dan pengasuhan anak ini bisa jadi sangat memusingkan. Pilihannya cuma dua, mencari pengasuh (baca: babysitter) atau mencari TPA atau sekarang lebih populer dengan sebutan baby daycare.

Kami, saya dan Papi Juno memutuskan untuk "menyekolahkan" Juno sejak usia 10 bulan. Bukan tanpa alasan. Orang tua saya di sini (baca: Jogja), artinya bisa saja kami menitipkan Juno pada mereka. Namun dengan pertimbangan beberapa hal, salah satunya karena orang tua yang sudah lanjut usia, selain itu kami ingin Juno "belajar" sesuatu, jadi kami memutuskan untuk "menyekolahkan" Juno di usia yang sangat dini. Bahkan saat itu Juno belum lancar berjalan, masih merangkak dan "rambatan".

Jangan ditanya lagi perasaan kami saat itu. Saat mendaftarkan Juno sekolah, saya merasa jadi Ibu yang paling jahat sedunia. Ibu kok tega menyekolahkan anak di usia 10 bulan. Ibu macam apa itu? Begitu pikir saya saat itu. Seminggu pertama Juno sekolah, saya tak kuasa menahan air mata. Saya rasa semua Ibu akan merasakan hal yang sama. Tapi Alhamdulilah, Juno dan kami bisa melaluinya. Seminggu kemudian Juno mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya, kamipun cukup tenang meninggalkannya di sana bersama guru-guru dan teman-temannya. Walaupun konsekuensinya, ketika ada anak yang batuk, Juno jadi ikutan batuk, ada yang pilek, Juno jadi ikutan pilek, ya wajarlah namanya juga banyak anak. Positifnya, immune nya jadi bekerja. Namun itu hanya berlangsung sekitar 1 tahunan, dan sekarang Alhamdulilah Juno sudah lebih kuat dan kebal.

Juno bersekolah 6 hari seminggu, Senin-Jumat jam 08.00-15.30 dan hari Sabtu jam 08.00-13.00. Tahun ini adalah tahun ketiga dia bersekolah di sana. Pada hari Sabtu, jika saya tidak ada acara, biasanya Juno saya liburkan. Dan dia sudah sangat paham, ketika melihat saya agak santai di pagi hari (biasanya saya kemrungsung tiap pagi), itu artinya saya libur, dan bisa menemaninya bermain. Tak seperti anak kecil pada umumnya, Juno ini tipe anak rumahan banget, jadi dia lebih suka di rumah, bermain dengan mainannya, dengan ditemani oleh kami. Begini katanya," Mami papi di rumah, Juno juga di rumah". Jadi, saat libur, kalau Juno benar-benar tidak mau diajak "keluar", kami cukup di rumah saja, istirahat. Awalnya saya sempat sebel juga dengan tingkah Juno ini, namun papinya menyadarkan saya, begini katanya, "bayangkan, Juno tuh 6 hari di sekolah, sama guru dan teman-temannya, wajarlah kalau libur dia maunya di rumah aja sama kita". Jlebbb, bener juga sih.

Lalu mengapa kami tidak memilih mencari pengasuh saja supaya Juno bisa diasuh di rumah? Sempat terpikir juga waktu itu untuk mencari pengasuh untuk Juno. Namun tidak mudah juga bukan? Memilih pengasuh anak tidak sama dengan memilih asisten rumah tangga (ART). Kalau ART, jelas, tugasnya bersih-bersih, nyuci, masak, dan sebagainya. Kalau pengasuh anak, jelas juga tugasnya, menjaga dan mengasuh anak. Namun coba bandingkan, lebih sulit mana mencari ART atau pengasuh anak? Jelas lebih sulit mencari pengasuh anak kan? Harus mempertimbangkan pengalaman, background (latar belakang), apakah dia sayang dengan anak kecil, apakah dia bisa dipercaya, dan lain-lain yang tentunya kriterianya sangat banyak. Iyalah, buat anak masa main-main. Selain itu kalau pengasuh ya tentu saja, tugasnya menjaga dan mengasuh, namun tidak termasuk mendidik, kecuali ada kesepakatan lain. Benar 'kan? So, kalau kita memilih untuk menggunakan pengasuh (baby sitter) jangan berharap banyak ya kalau si mbak akan mengajari anak kita seperti kalau di sekolah. Belum lagi gaji pengasuh anak berpengalaman tentu saja cukup tinggi. Dengan alasan tersebut, akhirnya memilih untuk "menyekolahkan" Juno.

Then, why did we choose this school? Ada banyak alasan mengapa kami memilih sekolah ini, antara lain sebagai berikut: 

(1) Dekat dengan tempat tinggal 
Hal ini supaya memudahkan untuk mengantar jemput Juno, jadi ketika kami (saya dan suami) tidak bisa menjemput, kami bisa menghubungi keluarga. Selain itu, dengan memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggal, setidaknya kita sudah cukup mengetahui kredibilitasnya, siapa gurunya, bagaimana sistem pendidikannya dan keamanannya. Atau jika memang tidak ada sekolah yang terdekat, setidaknya sebelu mendaftarkan anak, lebih dulu mencari info sebanyak-banyaknya tentang sekolah  tersebut.

(2) Pendidikan dasar agama
Bagaimanapun pendidikan agama merupakan pertimbangan penting dalam memilih sekolah untuk anak, terutama pendidikan dasar agamanya. Paling nggak, ketika waktu dan ilmu agama kita terbatas untuk mengajari anak dalam hal pendidikan agama, dia mendapatkannya di sekolah. Untuk pendidikan dasar (paud dan TK) kami memang merencana untuk menyekolahkan Juno di sekolah berbasis pendidikan agama, supaya dia mendapatkan pendidikan agama yang cukup. Baru setelah itu, sebisa mungkin mulai SD dia bersekolah di sekolah negeri. Rencananya seperti itu.

(3) Jumlah guru dan jumlah murid
Pada saat pertama kali masuk, Juno termasuk kategori batita, di mana untuk kelompok ini satu guru mengampu 2-3 murid di usia yang sama. Dan seiring bertambahnya usia anak, maka murid yang diampu oleh satu orang guru juga bertambah jumlahnya. Saat ini Juno berada di kelas paud, terpisah dengan anak-anak yang usia Taman Kanak-Kanak (TK). Nanti setelah usia empat tahun, baru Juno dipindah ke kelompok usia TK. Sejak pertama kali sekolah, Juno sudah berganti beberapa kali guru (pengampu). Saya sempat protes ketika Juno sudah cocok dengan Bu gurunya, tiba-tiba gurunya diganti dengan alasan dipindah ke cabang lain, atau mengampu anak lain. Namun penjelasan pihak sekolah cukup masuk akal, supaya anak bersosialisasi dengan guru yang lain.

(4) Fasilitas dan aktivitas di sekolah
Sekolah Juno bukanlah sekolah "elite" dengan fasilitas yang serba wah, tapi sebuah sekolah yang menurut saya fasilitasnya "biasa saja", tapi cukup nyaman, dengan aktivitas yang menurut saya cukup bagus. Pagi biasanya diisi dengan materi bacaan doa-doa sehari-hari atau surat-surat pendek. Dilanjutkan dengan bermain, bernyanyi dan membuat prakarya, seperti menggambar, mewarnai, melipat kertas, menempel hingga memasak bersama. Setelah itu dilanjutkan makan siang dan bobok siang. Setelah bobok siang biasanya dilanjutkan dengan mandi dan menunggu penjemputan sambil bermain. Oiya, di sekolah ini selain materi, murid-murid juga mendapatkan fasilitas makan siang, snack, tidur siang dan mandi 1-2 kali. Dan hasil prakarya anak-anak dikumpulkan oleh guru untuk diserahkan pada wali murid pada saat pengambilan "rapor". Hemmm, di usia yang belum genap 4 tahun, Juno sudah terima rapor juga lho tiap semester, hehehe. Oiya, pastikan ya ada laporan harian aktivitas anak di sekolah, dan gunakan buku penghubung sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan guru pengampu.

(5) Keamanan
Pastikan lokasi sekolah cukup aman, baik dari sisi keamanan dari keluar masuknya orang, ataupun keamanan dan kemudahan atas fasilitas-fasilitas yang ada, seperti arena bermain, atau pun toilet.

(5) Biaya sesuai budget
Memang sih buat anak pasti kita maunya memberikan yang terbaik, termasuk soal pendidikan,  tapi bukan berarti tidak menyesuaikan dengan budget juga kan? Ada yang punya prinsip"yang penting mahal", "sekolah mahal pasti bagus", hemmm apa benar begitu? Belum tentu juga lho. Daripada yang mahal, tapi anak tidak nyaman, mending yang biasa saja, namun si anak nyaman, aman, dan kitapun bisa bekerja dengan tenang.

Nah itu tadi beberapa poin yang mungkin bisa dijadikan dasar pertimbangan memilih baby daycare. Jadi sebelu memilih baby daycare, ada baiknya cari info sebanyak-banyaknya tentang sekolah tersebut, cek lokasinya, kalau perlu ikuti trialnya, sehingga jangan sampai salah pilih. Yang mahal belum tentu bagus juga. Ingat, buat anak jangan coba-coba ya. Semoga bermanfaat.