expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Saturday, 25 March 2017

Poligami Menurut Saya

Beberapa tahun lalu yang lalu, saat saya masih bekerja di sebuah perusahaan swasta, siang itu seperti biasa saya makan siang dengan beberapa teman perempuan, makan sambil ngobrol. Biasalah obrolan cewek, mulai dari hal yang penting, sampai hal yang nggak penting sama sekali. Kalau para cewek udah ngumpul, yang diobrolin pasti nggak jauh-jauh dari kosmetik, fashion, salon, cowok, ya kayak-kayak gitulah. Maklum, waktu itu kami masih single semua, jadi ya belum ada obrolan soal keluarga atau anak. Girl's talk bangetlah pokoknya.

Hingga akhirnya obrolan kami sampai pada masalah poligami. Well, kok poligami sih? Saya lupa juga kenapa obrolan kami bisa sampai ke soal poligami, padahal saat itu di antara kami belum ada yang menikah. Saat itu kami memiliki argumen masing-masing soal poligami,namun pada dasarnya kami sepakat tidak setuju dengan poligami, karena sebagai akibat dari poligami,biasanya pihak yang dirugikan adalah kaum perempuan, entah itu istri pertama atau istri kedua,biasanya.

Namun ada satu teman saya yang punya argumen yang "berbeda". Menurut teman saya tersebut, tak ada yang salah dengan poligami, bahkan dia dengan sangat yakin menyatakan bersedia dipoligami jika memang begitu yang digariskan Tuhan kepadanya.Beberapa tahun berlalu, dan persepsi saya terhadap poligami tidak berubah. Saya tidak setuju dengan poligami, apapun bentuknya. 

Akhir-akhir ini publik dihebohkan dengan berita poligami yang dilakukan seorang ustadz yang cukup populer karena termasuk ustadz seleb (sering masuk tv & infotainment).Ditambah wajah ganteng, wajar kalau ustadz tersebut populer dan digemari kaum hawa. Emang ganteng sih, tapi bukan itu ya yang mau saya bahas. Jujur, saya termasuk orang yang cukup nyinyir dengan berita ini. Bukan soal poligaminya sebenarnya yang bikin saya nyinyir, toh banyak public figure lain yang berpoligami, walaupun kurang begitu diekspos. Namun yang bikin saya nyinyir adalah karena pak ustadz tersebut berpoligami tanpa sepengetahuan istri ataupun keluarganya, tak tanggung-tanggung, sudah selama 7 tahun. Hemmm...

Jujur, pengetahuan agama saya memang tidak banyak, sepengetahuan saya, menurut syariat Islam, poligami ataupun menikah lagi tanpa izin istri pertama itu diperbolehkan atau sah-sah saja. Namun hal tersebut tidak dibenarkan menurut hukum negara, karena tanpa izin istri yang pertama, pernikahan tidak dapat didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga nikahnya hanya bisa dilakukan secara siri, yang pada akhirnya lemah dalam hal perlindungan hak-hak istri dan anak yang lahir dari pernikahan siri tersebut. 

Jadi poligami yang dilakukan "diam-diam" tanpa sepengetahuan istri pertama memang dibolehkan, tapi alangkah lebih baik jika hal tersebut tetap dibicarakan dengan istri pertama, syukur-syukur atas ijinnya. Seperti kata pepatah better to get hurt by the truth than comforted with a lie. Lebih baik jujur walaupun menyakitkan, daripada bermanis-manis dengan kebohongan, itu akan lebih menyakitkan loh mas bro. Seperti kasus pak ustadz tadi.

Jadi dalam agama Islam, memang poligami itu diperbolehkan atau sah-sah saja, asalkan memenuhi beberapa syarat, sebagaimana disebutkan oleh beberapa ulama, antara lain (1) laki-laki yang perpoligami harus mampu berlaku adil, (2) tidak menyebabkan dia lalai beribadah kepada Allah, (3) mampu menjaga istri-istrinya, dan (4) mampu memberikan nafkah lahir kepada istri-istrinya. (sumber: https://muslim.or.id/12664-4-syarat-poligami.html). Atau mungkin masih ada syarat lain? 

Nah, poligami memang diperbolehkan, namun tetap ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi kan. Yukkk kita ulas satu-satu syaratnya.

1. Harus mampu berlaku secara adil
Suami yang berpoligami, nantinya tidak hanya "dimiliki" oleh istri pertamanya saja, namun, istri pertama juga harus ikhlas "berbagi" suami dengan perempuan lain yang dinikahi suaminya. Dan suami yang berpoligami harus mampu berlaku adil kepada istri-istrinya tersebut, tidak boleh condong kepada salah satu istrinya. Well, apakah para lelaki mampu seperti itu? Berlaku adil itu tidak mudah loh mas bro, dan menurut saya "adil" itu sangat subyektif. 

Oke, misalnya si suami mampu membagi "dirinya" dengan sangat adil menurut dia, namun belum tentu loh adil juga menurut si istri pertama, belum tentu adil juga menurut si istri kedua. Itu kalau istrinya dua, kalau tiga atau empat...ckckckck pusing kan, hehehe.

Dan tidak boleh condong ke salah satu istri saja. Contoh saja, kita punya beberapa pasang sepatu,tentu saja kita suka semuanya,namun pasti ada satu yang paling kita sukai kan? Atau baju, pasti sama juga, ada satu yang paling kita sukai.

Saya pernah mendengar satu pepatah Jawa yang kalau diterjemahkan kira-kira artinya begini "perempuan yang cemburu, ketika badannya bersandar pada pohon pisang, maka batang pisangnya akan "matang" karena panas". Ungkapan ini secara implisit menyampaikan bahwa seikhlas-ikhlasnya seorang perempuan yang dipoligami, pasti tetap memiliki perasaan cemburu, dan ketika dia cemburu, rasa sakitnya luar biasa, diibaratkan sangat panas hingga dapat "membakar" pohon pisang. Well, kalau menurut saya tidak ada manusia yang mampu berlaku benar-benar adil pada orang lain. Hanya Allah SWT Sang Maha Adil.

2. Tidak menyebabkan dia lalai beribadah kepada Allah
Kalau yang ini mungkin tidak perlu dibahas ya. Saya rasa para lelaki yang berpoligami, dan memiliki tingkat keimanan tinggi, syarat ini tidak akan menjadi masalah, dan seharusnya justru semakin meningkatkan keimanannya kepada Allah SWT dan ibadahnya juga semakin baik.

3. Mampu Menjaga istri-istrinya dan anak-anaknya
Tanggung jawab suami adalah menjaga istrinya, agar terjaga agama dan kehormatannya. Ketika dia berpoligami, maka istri yang dia jaga tidak hanya satu, tapi dua atau tiga.Nahhh, dia bisa nggak tuh seperti itu. Dan tidak hanya istri saja yang wajib dijaga oleh suami, dia juga bertanggung jawab menjaga dan mendidik anak-anaknya. Kalau dia baru bisa menjaga satu istri saja dan anak-anak dari istri pertama saja, sedangkan istri yang lain dan anak-anak dari istri yang lain belum bisa dijaganya, hemmm pikir-pikir dulu lah kalau mau berpoligami. Sekali lagi, ini tidak mudah, kalau dalam bahasa Jawa abot sanggane, alias berat tanggung jawabnya lho mas bro, hehehe.

4. Mampu memberi nafkah lahir
Nahhh, ini juga penting, jangan hanya kebutuhan batin saja yang dipenuhi, hehehe. Lelaki bertanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Kalau dia berpoligami, artinya dia tidak hanya bertanggung jawab mencukupi kebutuhan satu istri dan anak-anaknya saja, namun juga kebutuhan istri dan anak-anak yang lain. Bagi para lelaki yang bisa dibilang mapan atau tajir alias harta banjir mungkin tidak jadi masalah. Mau menghidupi dua atau tiga keluarga mah gampang aja, tajir bo', harta nggak bakal habis buat tujuh turunan. Jadi istri-istri dan anak-anaknya bisa hidup nyaman dan tidak kekurangan sedikitpun. 

Namun, bagaimana dengan lelaki yang secara financial pas-pasan? Ibarat kata buat hidup sekeluarga aja masih kurang, eh lha kok pede banget mau poligami. Jangan sampai ya dengan berpoligami, istri dan anak-anak jadi tidak terurus, sekolahnya berantakan, atau istri harus kerepotan cari nafkah. Malah jadi dosa kan. Nahhh, kalau memenuhi kebutuhan satu keluarga saja belum mampu, masa sih mas bro mau berpoligami, aduhhh apa kata dunia dong mas bro. Shame for you.

Itu tadi beberapa syarat poligami menurut para ulama. Mungkin ada syarat lain lagi? Supaya makin berat gitu syaratnya?hehehe.

Ternyata tema poligami tidak hanya menarik untuk didiskusikan, namun juga menarik bagi penulis skenario untuk mengangkat tema poligami ke dalam film. Ada yang pernah nonton film Indonesia yang cukup hits pada tahun 2006 yang judulnya "Berbagi Suami"? Sebuah film yang disutradarai oleh Nia Dinata, menceritakan kisah tiga wanita dari budaya dan latar belakang berbeda, namun sama-sama memiliki suami yang berpoligami. Film yang cukup rumit menurut saya, namun dengan sangat jelas menggambarkan berbagai kisah poligami dari sudut pandang perempuan. Saya tidak akan membahas panjang lebar film ini, yang penasaran silahkan ditonton, hehehe.

Memang sih tidak semua kisah poligami berakhir menyedihkan, ada juga yang berakhir dengan bahagia, setidaknya "tampaknya" bahagia. Saya pernah membaca kisah poligami seorang pengusaha yang menikahi 4 wanita, bahkan istri pertama turut serta "menyeleksi" istri kedua, ketiga, dan keempat, dan bahkan keempatnya hidup rukun, damai, sejahtera. Well, I'm  spechless. Yang pasti, si bapak ini "pasti" mampu memenuhi semua syarat poligami. Mungkin seperti itu.

Setiap orang punya argumen masing-masing tentang poligami, begitu pula setiap istri, mau menolak ataupun menerima poligami, itu hak masing-masing. Apapun bentuknya, sampai sekarang persepsi saya tentang poligami masih sama. Sebagai seorang perempuan, istri dan ibu, saya tidak setuju dengan yang namanya poligami.

Kembali lagi ke syarat-syarat di atas. Secara financial, mungkin banyak laki-laki yang sanggup memenuhinya, namun apakah dia sanggup berlaku adil? Apakah dia sanggup menjaga istri-istri dan anak-anaknya? Itu sangat subyektif. Sekali lagi adil menurut seseorang, belum tentu adil bagi orang lain. Menurut si suami dia sudah berlaku adil, seadil-adilnya, namun bagaimana menurut istri dan anak-anaknya? Apakah adil juga? Bisa jadi tidak. 

Sekali lagi ini hanyalah persepsi poligami dari kacamata saya, sebagai seorang perempuan, istri dan ibu. Saya sangat menghormati pendapat perempuan- perempuan, istri-istri dan ibu-ibu yang lain tentang persepsinya tentang poligami. 

Lalu pertanyaannya, bagaimana kalau itu terjadi pada saya? Ahh saya tidak mau berandai-andai. Saya juga tidak mau membayangkan. Sedikitkan tidak pernah terpikirkan. Have a nice weekend.