|
Warung Idjo di Jalan Karanganyar-Tawangmangu |
Memasuki Solo jalan mulai padat. Sekitar jam 08.00 kami tiba di Karanganyar dan berhenti untuk sarapan di sebuah warung makan di tepi jalan, namanya Warung Idjo. Warung ini berada di tepi jalan Karanganyar-Tamangwangu, tak jauh dari Alun-Alun Kabupaten Karanganyar. Kalau dilihat banyaknya pengunjung di warung tersebut, sepertinya warung makan ini cukup populer di daerah Karanganyar. Pengunjungnya tidak hanya orang lokal saja, namun kebanyakan adalah orang dari luar kota yang mampir untuk beristirat dan sarapan.
|
sop iga |
Sesuai namanya, Warung Idjo, warung makan ini bercat warna hijau, dengan menu yang cukup komplit, mulai dari soto, rawon, sop iga, hingga berbagai macam sayur dan lauk. Kami memesan sop iga dan soto sapi. Ternyata memang benar, masakannya maknyus alias enak, pantes saja pengunjungnya sangat ramai. Bagi kalian yang akan melewati Jalan Karanganyar-Tawangmangu, silahkan mampir ke Warung Ijo ya, sop iganya recommended banget, lokasinya tak jauh dari Alun-Alun Kabupaten Karanganyar.
|
pemandangan selepas Tawangmangu |
Jam 09.00 kami melanjutkan perjalanan. Jalanan ramai lancar, mungkin karena masih pagi atau kebanyakan orang masih sibuk berlebaran bersama keluarga. Mendekati Tawangmangu udara mulai dingin dan pemandangan di sepanjang jalan adalah hamparan kebun sayur hijau yang sangat indah. Pemandangan kebun sayur hijau terus berlanjut hingga Cemara Kandang dan Cemara Sewu, yaitu dua pos pendakian Gunung Lawu. Kalau Cemara Kandang masuk wilayang Jawa Tengah, Cemara Sewu masuk wilayah Jawa Timur.
|
pemandangan di sekitar Cemara Kandang |
|
kebun sayur hijau di kawasan Sarangan |
|
sepanjang jalan masuk ke Telaga Sarangan |
Selepas itu pemandangan berubah menjadi hutan tropis dengan pohon-pohon tinggi sepanjang jalan yang tak kalah indahnya dibandingkan hamparan kebun sayur hijau yang sebelumnya. Jam 12.00 kami tiba di Sarangan, tapi kami tidak langsung menuju ke obyek wisatanya. Awalnya kami bermaksud mencari penginapan terlebih dulu, dan pikiran kami tertuju pada Hotel Purbaya di Jalan Ngerong, tempat kami menginap saat malam tahun baru yang lalu. Kami sempat turun ke bawah ke daerah Ngerong, tempat Hotel Purbaya berada, namun kemudian kami berubah pikiran untuk mencari suasana berbeda dengan mencari penginapan di dalam kawasan Telaga Sarangan.
|
kios oleh-oleh dan suvenir di Telaga Sarangan |
|
naik speed boat, 60ribu/2 kali putaran, bisa untuk 5 orang |
Untuk masuk ke obyek wisata Telaga Sarangan, harga tiket masih sama, yaitu 10ribu/orang, dan parkir 10 ribu/mobil, dan tiba di sana pengunjung sudah ramai sekali. Kami memutuskan untuk berjalan berkeliling sambil melihat-lihat penginapan. Beberapa kali kami ditawari kamar hotel yang berada tak jauh dari pintu masuk ke Telaga Sarangan, rata-rata mulai harga 500 ribu-1 juta/malam.
|
pulau kecil di tengah telaga yang berkabut |
Maklum, namanya juga musim liburan, pasti harga penginapan sudah mulai naik. Yang berbeda dengan saat libur tahun baru yang lalu adalah air telaga yang naik hingga mendekati batas tepi. Saat tahun baru yang lalu, airnya tidak setinggi itu, bahkan pengunjung bisa menikmati keindahan telaga tepat di tepinya sambil menikmati sate ayam atau sate kelinci karena para pedagang juga bisa menjajakan dagangannya di tepi telaga. Namun sekarang airnya sangat tinggi, mendekati batas tepi, sehingga pengunjung hanya bisa menikmati keindangan telaga di luar batas tepi (dari atas). Kami sempat menaiki speed boat untuk mengelilingi telaga dengan harga sewa 60ribu/2 kali putaran. Well, sebenarnya saya takut sekali naik kapal, perahu, ataupun speed boat, namun karena penasaran, sayapun mencoba, walaupun harus melawan ketakutan. Dua kali putaran ditempuh sekitar 15 menit, rasanya lama sekali bagi saya yang sudah gemetaran.
|
Wisma Puspa di Telaga Sarangan |
Setelah naik speed boat, kami jalan lagi untuk mencari penginapan. Hingga di ujung di mana setelahnya tidak ada lagi penginapan, kami ditawari oleh seorang bapak, kamar di sebuah wisma, namanya Wisma Puspa. Terlihat di halaman wisma yang cukup luas ini terdapat umbul-umbul (bendera) Perhutani, mungkin memang dikelola oleh Perhutani, pikir saya. Petugas hotel mengantar kami untuk melihat kamar, kebetulan tersisa 2 kamar yang tepat menghadap ke telaga dengan harga 300ribu/malam.
|
kamar di Wisma Puspa, 300ribu/malam |
|
salah satu sudut telaga |
Kamarnya cukup bersih. Karena kami bertujuh, kami memang berencana menyewa 2 kamar. Kata petugas wisma, saat ini harga sewa kamar sudah naik 30%, dan besok pagi harga naik 100%. Karena cocok dengan kamar dan viewnya, kami ambil kedua kamar tersebut dengan harga 300 ribu/kamar untuk 1 malam. Kamarnya cukup luas dengan queen bed, kamar mandi air panas, televisi, dan almari, dan viewnya yang langsung menghadap ke telaga, saya rasa harga tersebut sudah lumayan murah. Setelah mendapat penginapan, kami melanjutkan mengelilingi telaga dengan berjalan kaki. Kami menawari Juno untuk naik kuda berkeliling namun dia menolak, alhasil ketika dia capek jalan kaki, kami berdua bergantian menggendongnya. Lumayan juga jalan kaki sekitar 1 jam, setidaknya piknik sekalian membakar lemak, hehehe.
|
jalan santai mengelilingi telaga |
|
pemandangan di salah satu sudut telaga |
|
memetik stroberi |
Selesai mengelilingi telaga kami tidak langsung ke wisma, namun kami keluar dari dari kawasan Telaga Sarangan menuju ke telaga kecil yang berada di desa Ngerong, tak jauh dari Telaga Sarangan, yaitu Telaga Wahyu. Berbeda dengan Telaga Sarangan yang merupakan telaga alam, Telaga Wahyu adalah telaga buatan dengan maksud sebagai sumber pengairan perkebunan sayur di sekitarnya, dengan ukuran yang tidak begitu luas. Tampak beberapa pria sedang memancing di tepi telaga.
|
ini dijual di depan kebun, seger banget ya |
Tujuan utama kami ke sini adalah menuruti permintaan Juno untuk naik perahu kayuh berbentuk bebek. Saat liburan tahun baru lalu kami naik perahu bebek, dan sekarang dia ingin naik lagi. Dengan membayar 40ribu pengunjung bebas menyewa perahu bebek ini untuk mengelilingi telaga sepuasnya. Setelah puas mengelilingi telaga, kami menepi dan menuju ke salah satu warung makan di sana. Warung makan tersebut berada di tengah kebun kacang tanah yang subur, membuat kami betah berlama-lama di sana. Setelah makan, tujuan selanjutnya adalah ke kebun stroberi yang tak jauh dari Telaga Wahyu. Seperti saat liburan yang lalu, kali ini kami juga belum beruntung karena stroberinya sudah habis dipanen, hanya tinggal buah yang belum begitu matang, meskipun demikian kami tetap turun ke kebun stroberi supaya Juno tidak kecewa.
|
Telaga Wahyu tak jauh dai Telaga Sarangan, naik perahu bebek 40ribu sepuasnya |
|
makan sate kelinci di Telaga Wahyu, di tengah kebun kacang
|
|
pemandangan dari wisma saat petang |
Setelah puas bermain di kebun Telaga Wahyu dan kebun stroberi, kami kembali ke wisma sekitar jam 17.00. Rencananya setelah beristirahat sejenak, malamnya kami berencana untuk jalan-jalan di sekitar telaga, karena saya lihat banyak kuliner yang sayang untuk dilewatkan, ada sate kelinci, sate ayam, bakso, jagung bakar, gorengan panas atau sekedar ngopi. Menunya sih biasa saja, tapi jarang-jarang 'kan makan bakso atau gorengan panas sambil ngopi di tepi telaga? Sayang beribu sayang, selepas magrib hujan deras mengguyur Sarangan membuat rencana kami batal. Udara di Sarangan yang sudah dingin menjadi semakin dingin karena hujan, telaga sudah tidak tampak lagi karena tertutup kabut. Begitu pula lampu-lampu hotel dan warung di sepanjang telaga, gelap bukan karena lampunya tidak dinyalakan, namun karena tertutup kabut. Kami menunggu hingga jam 20.00, namun hujan tak juga berhenti, akhirnya kami keluar dengan payung untuk mencari makanan. Ternyata di dekat pintu masuk telaga masih ramai wisatawan dan pedagang makanan. Karena wisma kami paling ujung, jadi di sekitar wisma sudah tidak ada lagi pedagang makanan, ditambah hujan deras, otomatis tidak ada warung di sekitar wisma yang buka. Kami membeli jagung bakar, bakso, dan gorengan panas untuk dimakan di wisma. Harganya relatif murah, meskipun musim liburan, naiknya tidak begitu signifikan, misalnya bakso 11ribu/porsi, gorengan 2 ribu/3 biji, jagung bakar 8ribu/biji.
|
pemandangan di depan wisma selepas subuh |
|
kabut mulai berangsur naik |
|
menyiapkan speed boat |
Selepas subuh kami keluar wisma, udaranya masih dingin tapi tidak sedingin tadi malam, dan dinginnya pagi itu tak menyurutkan niat kami untuk menikmati keindahan Telaga Sarangan di pagi hari. Kami bisa menyaksikan matahari terbit tepat di depan wisma. Asli...indah banget. Belum banyak orang saat itu, hanya 1-2 orang lokal yang memandikan kudanya untuk bersiap mengais rejeki hari itu, 1 orang mulai membuka penutup speed boat dan mulai membersihkannya, dan 3-5 orang wisatawan jogging mengelilingi telaga dan tampak pula beberapa anak kecil yang mengelilingi telaga dengan menaiki kuda.
|
suasana pagi hari di Telaga Sarangan di pagi hari |
|
cantik sekali ya |
Saya takjub dengan pemandangan telaga di pagi itu, hening dan damai, pemandangan yang luar biasa indah. Bukit di sekeliling telaga yang tadinya tertutup kabut mulai berangsur terlihat berwarna coklat keemasan terkena sinar matahari. Hanya ada satu kata yang bisa menggambarkan pemandangan pagi itu, menakjubkan. Dan ita hanyalah butiran debu di hadapan lukisan Tuhan yang Masya Allah indah luar biasa ini. Saya masih berdiri di sana hingga sang surya membuat pemandangan ini terlihat jelas dengan sempurna. Setelah kabut hilang, pemandangan menakjubkan ini semakin terlihat jelas. Air telaga yang tenang berkilau karena sinar matahari, bukit berwarna coklat keemasan dan tampak di kejauhan Gunung Lawu yang tinggi menjulang. Saya suka sekali pemandangan ini, rasanya tenang dan damai. Coba ya lokasinya tidak jauh dari Jogja, pasti saya sering ke tempat ini pada pagi hari.
|
pedagang tanaman di Telaga Sarangan |
|
Pedagang sate ayam dan sate kelinci |
|
Suasana di sekitar telaga |
|
Kios buah dan sayur di Telaga Sarangan |
Setelah puas menikmati pemandangan yang sempurna ini, kami menyusuri jalan di sepanjang telaga. Aktivitas mulai tampak, pedagang-pedagang mulai menjajakan dagangannya. Yang paling banyak adalah pedagang nasi pecel. Tampak pula beberapa wisatawan mulai menyewa speed boat untuk mengelilingi danau, memecah keheningan yang sempat saya nikmati beberapa saat sebelumnya. Kios-kios buah, sayur dan tanaman mulai buka. Suasananya berbeda sekali dengan beberapa saat sebelumnya yang begitu hening, kini mulai berangsur ramai, ditambah deru suara mesin speed boat. Suasana hening dan damai tadi sudah berganti dengan rutinitas pagi para pedagang yang memanfaatkan musim liburan untuk mengais rejeki. Hemmm, thanks God tadi kami bisa bangun pagi sehingga tidak melewatkan pemandangan yang indah tadi.
|
ibu penjual nasi pecel |
Saat menyusuri jalan tadi kami berpapasan dengan seorang ibu penjual nasi pecel yang menawari kami, dan kami meminta ibu tersebut untuk ke wisma kami, dengan maksud pasti dagangan si ibu akan laris karena di sana banyak tamu. Dan benar, saat kami kembali ke wisma, tampak si ibu tadi sedang sibuk melayani pembeli yang merupakan tamu wisma. Tak ketinggalan kamipun memesan pecel untuk sarapan. Hemmm...so yummy, top markotop deh pokoknya. Makan nasi pecel, dengan sayuran segar yang dipetik dari kebun langsung, dengan pemandangan Telaga Sarangan yang tak lagi hening karena sudah banyak speed boat di tengahnya. Ahh, saya jadi teringat lagu jadul saat saya masih kecil dulu, "Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu...Kemesraan ini ingin ku kenang selalu...Hatiku damai, jiwaku tentram di sampingmu...Hatiku damai, jiwaku tentram bersamamu". Lagunya Rafika Duri ya kalau tidak salah. Dari lagunya bisa ketebak nih usia saya berapa, hehehe. Nah, penasaran 'kan dengan keindahan Telaga Sarangan di pagi hari? Silahkan dijadwalkan ya.
See you next time Telaga Sarangan, I'm falling in love with your morning beauty, so quiet and peaceful. Surely, I will visit you again.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete