expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sunday, 15 April 2018

Eksotika Rawa Pening (Part 1): Kampung Rawa Ambarawa


Setelah membeli beberapa buah tanaman mawar dan oleh-oleh buah di Pasar Bunga dan Buah Bandungan (baca juga: http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2018/04/wisata-populer-di-bandungan-semarang.html), jam 08.00 pagi kami melanjutkan perjalanan kami ke tempat wisata selanjutnya yang searah pulang ke Jogja. Tujuan pertama kami adalah Rawa Pening. Yup, beberapa kali kami melewati Rawa Pening namun belum pernah sekalipun "mampir". Jadi Rawa Pening kami masukkan ke dalam daftar lokasi yang akan kami kunjungi dalam "trip" kali ini. Dengan mengandalkan google map kami meninggalkan Bandungan menuju Rawa Pening. Rutenya sama seperti yang kami lalui saat berangkat dari Ambarawa menuju Bandungan. Kami melewati depan Museum Kereta Api Ambarawa dan Alun-Alun Ambarawa, dan terus mengikuti petunjuk arah yang diberikan oleh Google Map. Sekitar 20 menit kami tiba di  Jalan Lingkar Ambarawa, dan dari situ tidak jauh dari lokasi wisata  Kampung Rawa. 

Rumah Makan Apung di Kampung Rawa Ambarawa
Bebek kayuh 10 ribu sepuasnya

Kampung Rawa menjadi salah satu obyek wisata populer di Ambarawa sejak diresmikan pada tahun 2012. Kampung Rawa merupakan komplek wisata yang berada di tengah persawahan penduduk dan berbatasan dengan Danau Rawa Pening. Kampung Rawa menyediakan beberapa fasilitas seperti restoran apung, pusat kuliner, pusat oleh-oleh, arena permainan dan tempat pemancingan. Dari sini kita bisa melihat pemandangan Gunung Merbabu dan Gunung Telomoyo di sisi selatan. Yang menjadi andalan di Kampung Rawa adalah rumah makan apung, restoran di atas kolam ikan dengan kapasitas 300 kursi, dengan menu utama berbagai olahan ikan. Untuk menuju ke restoran ini pengunjung harus menaiki getek (rakit) yang ditarik dengan tali.

Enceng Gondok yang memenuhi permukaan Rawa Pening
Perahu nelayan berjajar rapi

Indah banget ya. 

Untuk masuk ke Kampung Rawa, pengunjung harus membayar tiket masuk seharga 10 ribu/mobil. Saat kami tiba di sana, pengunjung belum terlalu ramai. Kami langsung menuju area yang berbatasan langsung dengan Danau Rawa Pening. Tampak banyak sekali perahu kayu nelayan terparkir di tepi danau. Tampak pula nelayan yang sedang mencari ikan di tengah danau denga menaiki perahu. Yang paling menarik dari Rawa Pening adalah danau seluas 2.670 hektar ini ditumbuhi Enceng Gondok yang menutup sebagian besar danau. Walaupun bermanfaat sebagai tempat berlindung ikan dari sengatan sinar matahari, namun Enceng Gondok juga mengakibatkan pendangkalan. Bahkan saking banyaknya Enceng Gondok yang menutup danau, saat kami berada di Umbul Sidomukti, tampak di kejauhan Rawa Pening dipenuhi titik-titik hitam, yang ternyata saat didekati adalah Enceng Gondok. Selain sebagai sumber pengairan sawah di sekitarnya, Rawa Pening juga menjadi sumber mata pencarian penduduk yang mencari ikan, dan juga menjadi obyek wisata ikonik di Ambarawa. 

Mau selfie di sini silahkan
Setelah puas berfoto di tepi danau, kami menemani Juno untuk mencoba beberapa wahana permainan, yaitu sepeda hias tandem dan perahu kayuh dengan harga sewa 10 ribu sepuasnya. Oiya bagi pengunjung yang ingin mengelilingi danau juga bisa menyewa perahu boat dengan harga 100 ribu untuk 5 orang penumpang dengan durasi sekitar 30 menit. Dan jika ingin mencicipi kuliner, tak perlu kuatir karena selain restoran apung, di Kampung Rawa juga terdapat banyak kios kuliner dengan harga yang terjangkau.

Taman bermain di Kampung Rawa

yeii, mari kita mengelilingi kolam dengan bebek

Sepeda atau mobil yah kalo ini?


Juno habis berkeliling naik bebek kayuh

Nah, tunggu apa lagi. Segera masukkan Kampung Rawa Ambarawa ke daftar tujuan wisata yang wajib dikunjungi ya. Pada postingan selanjutnya saya masih akan cerita tentang eksotisme Rawa Pening yang juga bisa dinikmati dari lokasi yang berbeda, yaitu Bukit Cinta Ambarawa. Ditunggu ya. Happy Weekend.






Saturday, 14 April 2018

Wisata Populer di Bandungan Semarang (Part 2): Umbul Sidomukti dan Pasar Bunga Bandungan

Puas ngopi dan berselfie ria di Pondok Kopi Umbul Sidomukti (baca juga:http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2018/04/wisata-populer-di-bandungan-ungaran.html ), kami turun menuju obyek wisata yang paling populer di Bandungan, yaitu Umbul Sidomukti. Umbul Sidomukti merupakan salah satu wisata alam di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Berupa kolam alam bertingkat empat. Hemmm, penasaran kan?

Kolam Alam Umbul Sidomukti

Salah satu lokasi outbond
Obyek wisata ini paling populer jika dbandingkan obyek wisata karena paling banyak ulasannya dan juga paling banyak fotonya di media sosial karena unik dan instagramable banget. Rasa penasaranlah yang membawa kami ke sini. Awalnya kami hanya melihat foto-fotonya di media sosial. Kolam renang bertingkat empat yang berada di lereng gunung. Kok tampaknya keren banget sih. Dan akhirnya sampai juga kami di tempat ini. Jika dari arah  Ambarawa, tiba di pertigaan Pasar bandungan, belok kanan ikuti jalan terus hingga ada petunjuk Umbul Sidomukti. Oiya, karena jalannya yang sempit dan menanjak, bis berukuran besar tidak bisa masuk ke lokasi Umbul Sidomukti. Dan lagi-lagi saya sarankan, pastikan kendaraan dalam keadaan fit sebelum menuju ke lokasi Umbul Sidomukti. Dan juga sebaiknya pengemudi sudah terbiasa dengan medan yang naik turun. 

Fasilitas Fying fox

bisa menikmati pemandangan dari restoran outdoor ini
Sekitar jam 16.00 kami tiba di Umbul Sidomukti. Sudah terlalu sore memang. Hujan yang cukup deras menyebabkan rencana kami sedikit berantakan, membuat kami menunggu cukup lama di Pondok Kopi hingga hujan reda. Tiba di sana pengunjung masih cukup banyak, tampak dari jumlah kendaraan yang terparkir di sana. Tiket masuk ke lokasi ini 15 ribu/orang. Anak-anak diukur tingginya, jika tingginya 80 cm atau lebih, akan dikenakan tiket dengan harga yang sama. Saat kami membeli tiket, petugas loket mengatakan bahwa kami memiliki waktu 1,5 jam, karena Umbul Sidomukti tutup pada pukul 17.30. Tidak hanya memiliki kolam renang 4 tingkat, Umbul Sidomukti juga memiliki fasilitas outbond, permainan adrenalin (flying fox, marine bridge), camping ground, pondok wisata, pondok lesehan (kuliner), area selfie (gratis) dan meeting room. Untuk menikmati fasilitas outbond dan permainan adrenalin, pengunjung akan dikenai biaya mulai 20 ribuan. Namun karena waktunya yang terbatas, kami tidak sempat mencoba fasilitas outbond atau permainannya, kami langsung menuju kolam pemandian bertingkatnya yang membuat kami penasaran.

pemandangan dari salah satu sudut di  Umbul Sidomukti
Kalau di Klaten ada Umbul Ponggok yang juga merupakan kolam pemandian alam, yang membedakan dengan Umbul Sidomukti adalah lokasi Umbul Sidomukti yang berada di ketinggian, sehingga airnya sangat dingin. Dan tentu saja yang unik dari Umbul Sidomukti adalah adanya empat kolam alam bertingkat dan pengunjung bisa memilih sesuai dengan kedalaman yang diinginkan. Karena berada di lereng gunung, tentu saja airnya sangat dingin, jernih dan menyegarkan. Kolam alam ini berada pada ketinggian 1200 dpl, sehingga sambil berenang kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Bahkan kita bisa melihat wisata air Rawa Pening yang tampak di kejauhan (akan saya tulis pada postingan selanjutnya). 

Berenang di lereng gunung? Siapa takut?

Mau duduk-duduk di sini juga boleh.

Tiba di sana pengunjung masih cukup ramai. Selain mandi dan bermain air di kolam, pengunjung juga bisa duduk di sekitar kolam sambil menikmati pemandangan dari atas. Oiya, kalau mau kesini jangan lupa bawa baju renang ya, karena untuk mandi di kolam, pengunjung wajib mengenakan baju renang. Di lokasi Umbul Sidomukti juga terdapat kantin kok, jadi tidak perlu kuatir jika tidak membawa bekal makanan, karena berbagai minuman dan makanan dijual di sini. Berikut foto-foto di Umbul Sidomukti. Penasaran kan? Silahkan masukkan ke daftar rencana liburan. 

Kolam Renang Alam Umbul Sidomukti

Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang
Tiket masuk : Rp 15.000/orang

Pasar Bunga Bandungan

Pasar Bunga Bandungan
Jam 17.30 kami keluar dari Umbul Sidomukti. Rute naik turun yang kami lalui hari ini cukup melelahkan. Kami memutuskan untuk bermalam di Bandungan. Kami kembali ke arah Pasar Bandungan dan mencari hotel di sekitar pasar. Banyak sekali hotel di daerah ini. Dan tampaknya wisata di Bandungan sangat berkembang, terlihat dari banyaknya hotel dan homestay di sepanjang jalan. Selain hotel dan homestay, di sini juga banyak terdapat fasilitas karaoke. Bagi yang hobi karaoke, boleh dicoba tuh. Setelah melihat-lihat beberapa hotel, pilihan kami jatuh pada sebuah hotel tua tak jauh dari Pasar Bunga Bandungan. Coba tebak berapa harga sewa per malamnya? 100 ribu, murah sekali bukan? Meskipun tua, kamarnya luas dan cukup bersih, dan dilengkapi fasilitas televisi dan air panas. Lumayanlah untuk kami bermalam bertiga. Mengapa kami memilih bermalam di dekat Pasar Bandungan? Ada beberapa alasan, pertama di sini banyak terdapat fasilitas umum, mulai dari minimarket, warung makan, ATM dan sebagainya. Dan yang kedua adalah karena dekat dengan Pasar Bunga Bandungan. Saya sangat menyukai tanaman. Meskipun tidak memiliki lahan yang cukup untuk bercocok tanam, saya memiliki beberapa koleksi tanaman pot dan tanaman gantung. Mengurus tanaman adalah kesibukan saya saat weekend. Pengen banget sih punya lahan yang cukup untuk bercocok tanam, punya area hidroponikk, tapi kayaknya itu rencana jangka panjang ya. Saat ini cukup menanam di pot dulu saja. 



Pasar Buah Bandungan
Malamnya karena lelah seharian berpetualan di tiga obyek wisata, kami bertiga tidur lebih awal. Rencananya pagi harinya sebelum pulang, kami akan jalan-jalan dulu di Pasar Bunga dan Pasar Buah Bandungan. Yeiii. Tak sabar menunggu besok pagi. Jam 07.00 pagi kami sudah siap untuk menyusuri Pasar Bunga Bandungan. Sejak subuh tadi pasar ini sudah ramai sekali. Ada pasar sayur, pasar buah dan pasar bunga, lengkap sekali. Sayangnya karena jalannya sempit dan banyak pedagang sayuran yang berjualan di tepi jalan, membuat lalu lintas jadi semrawut dan sedikit kumuh. Ada banyak kios tanaman dan bunga di sepanjang jalan tersebut. Mata saya seketika menjadi "ijo" melihat berbagai macam tanaman dan bunga warna-warni, cantik sekali. Tak puas hanya melihat-lihat, saya membeli 5 tanaman mawar dengan harga Rp 12.500/buah. Sebenarnya harganya tidak beda jauh sih dengan di Jogja, tapi mungkin kalau beruntung masih bisa ditawar lagi. Setelah membeli tanaman dan buah untuk oleh-oleh, kami melanjutkan trip singkat kami ke beberapa obyek wisata yang searah pulang ke Jogja. Tunggu postingan saya selanjutnya ya. Happy Weekend.


Friday, 13 April 2018

Wisata Populer di Bandungan Semarang (Part 1): Pondok Kopi Umbul Sidomukti

Setelah puas  mengelilingi Museum Kereta Api Ambarawa, kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama kami, yaitu Bandungan. Kami belum pernah ke Bandungan sebelumnya. Yang kami tahu, Bandungan berada di lereng Gunung Ungaran dan pasti udaranya sejuk seperti di Kaliurang, begitu kira-kira. Dari Ambarawa menuju Bandungan tidak begitu jauh sebetulnya, namun karena belum pernah kesana sebelumnya, kami sempat "kebablasan". Dari Jalan Raya Ambawara-Ungaran, jalan menuju ke Bandungan hampir tidak "terlihat" karena jalannya tidak begitu lebar. Dari arah Ambarawa, ancer-ancernya adalah Toko Pauline di kanan jalan, nah dari situ kita belok kiri. Jalannya tidak lebar, mengharuskan kita untuk hati-hati jika berpapasan dengan kendaraan lain. Dan yang pasti jalannya menanjak. Jujur, saya sebetulnya paling males melewati jalan yang menanjak seperti ini. Namun karena udah sampai di sini, ya apa boleh buat, lanjut terus.

Sekitar jam 14.00 kami tiba di Pasar Bandungan, jalan di sekitarnya sangat padat. Tentu saja padat, karena pasar berada di tepi jalan raya yang tidak begitu lebar. Banyak penjual menjajakan dagangannya di pinggir jalan, membuat lalu lintas menjadi semakin "semrawut". Karena belum pernah kesini sebelumya, kami mengandalkan google map sebagai penunjuk jalan. Tujuan utama kami adalah Umbul Sidomukti dan Pondok Kopi, karena setelah membaca beberapa blog, tempat wisata yang paling populer di Bandungan adalah kedua obyek wisata ini, dan keduanya berada di lokasi yang berdekatan. 

Untuk menuju Umbul Sidomukti, dari pertigaan Pasar Bandungan, ambil kanan terus saja ikuti jalan hingga ada petunjuk arah menuju Umbul Sidomukti. Jalan menuju kedua obyek wisata ini cukup "nyebelin" menurut saya, karena terus menanjak dan jalannya tergolong sempit, hanya cukup untuk satu mobil. Namun jangan kuatir, pengelola sudah mengatur rute wisata ke Umbul Sidomukti, sehingga kendaraan yang naik tidak berpapasan dengan kendaraan yang turun. Kurang lebih jalannya seperti rute menuju obyek wisata Kalibiru di Kulon Progo, namun jalan menuju Umbul Sidomukti ini lebih sempit dan sedikit lebih menanjak. Jadi sebelum kesini, pastikan kendaraan dalam keadaan fit.

area parkir
Berhubung saat itu hujan cukup deras, kami memutuskan untuk ke Pondok Kopi terlebih dulu, karena nggak mungkin juga kan mau berenang hujan-hujan. Pondok Kopi Sidomukti terletak sekitar 1 km di atas Umbul Sidomukti. Jadi dari Umbul Sidomukti kita masih harus melalui  rute yang "nyebelin" tadi sekitar 1 km. Aduhhh, perut saya rasanya udah mual dan telapak tangan saya sudah berkeringat dingin dari tadi karena melalui jalan yang menanjak, berkelok dan juga sempit ini. 

Tampak depan
Lega sekali rasanya tiba di tempat parkir Pondok Kopi. Namun  tidak sampai di situ "perjuangan" kami, karena ternyata lokasi Pondok Kopi berada sekitar 200 meter di atas lahan parkir. Ini berarti kami harus jalan kaki lagi ke atas dan hujan pula. Hadehhh. Perjuangan yang luar biasa untuk mencapai tempat ngopi, hehehe. Satu area dengan lahan parkir terdapat restoran Cimori. Jadi kalau ingin menikmati susu panas atau berbagai macam olahan susu, silahkan mampir ke restoran ini. Tiba di Pondok Kopi, ternyata pengunjungnya penuh banget. Berhubung hujan, semua pengunjung ngumpul di dalam dan di teras. Sayang sekali, padahal lokasi yang paling instagramable dari Pondok Kopi adalah bangku-bangku yang ada di area outdoor. Kami harus mengantri untuk mendapatkan bangku di dalam. Setelah mendapat meja di bagian dalam, seorang staf menyodorkan buku menu. Sesuai dengan namanya, Pondok Kopi, sudah pasti menu utamanya adalah berbagai macam kopi. Karena udaranya yang dingin, kami memesan segelas cappucino panas, segelas teh panas dan mendoan. Cocok banget kan dinikmati saat hujan.

daftar minuman

daftar makanan

Cappucino panas, teh panas dan mendoan panas, cocok banget dinikmati di sini

Kalau dilihat dari harganya, cukup terjangkau kok. Sambil menunggu hujan reda, kami menikmati kopi, teh dan mendoan panas. Hemmm, ternyata memang nikmat sekali ya ngopi dan ngeteh di lereng gunung, sayangnya karena hujan kami tidak bisa menikmatinya sambil duduk di bangku outdoornya. Sekitar 30 menit kami duduk di dalam sambil menikmati pesanan kami. Tak lama kemudian hujan reda, dan sudah dipastikan pengunjung langsung berhamburan keluar untuk berselfie ria, termasuk kami. Gimana jadinya kalau hujan tidak juga reda ya? Pasti bakalan banyak orang pada hujan-hujanan untuk berselfie ria, hehehe. Berikut ini beberapa foto di area outdoor Pondok Kopi Umbul Sidomukti. Instagramable banget kan.


Siapa yang mau ngopi di sini?


tampak beberapa homestay dan kandang rusa di area ini


Juno juga enjoy banget di tempat ini
Gimana? Penasaran kan pengen nyobain ngopi di sini? Ngopi di puncak tertinggi sambil makan gorengan bersama orang-orang tersayang. Aihh romantis banget. Sebanding dengan perjuangan untuk mencapai lokasinya. Cuss ahh silahkan dijadikan pilihan untuk menghabiskan weekend. Pada postingan selanjutnya saya akan posting Umbul Sidomukti. Selamat berakhir pekan.


Wisata Edukatif: Museum Kereta Api Ambarawa

Hai, ketemu lagi dengan Mami Juno. Jangan bosan mampir ke blog ini yah. Setelah dua bulan lebih "cuti" ngeblog, karena alasan "klise", sok sibuk, kali ini saya mau posting pengalaman liburan saya dua minggu lalu. Bukan liburan banget sih sebenarnya. Kalo liburan kan kesannya lama ya, kalo yang ini cuma dua hari aja pas weekend. Jadi mungkin lebih tepat disebut jalan-jalan kali ya. 

Setelah sebulanan lebih "bersemedi" untuk persiapan menghadapi ujian komprehensif, akhirnya saya punya waktu juga untuk refreshing. Yes, bulan lalu saya menghadapi ujian komprehensif. Mata kuliah yang diujikan "cuma" tiga sih sebetulnya, tapi persiapannya itu lohhh, bener-bener kayak anak SMU mau menghadapi UN deh. Stres, takut, panik, deg-degan, campur jadi satu. Mungkin dari sekian banyak ujian yang saya hadapi selama ini, ujian inilah yang paling saya "takutkan", selain ujian hidup tentu saja, hehehe. Yang jelas, ujian ini bukan ujian biasa,  karena ujian ini akan menentukan kelanjutan studi dan saya hanya punya satu kali lagi kesempatan untuk mengulang. Itulah salah satu alasan mengapa saya sempat "cuti" ngeblog untuk fokus pada persiapan ujian ini. Dan akhirnya ujian selesai juga. Eh belum selesai ding, karena hasilnya belum keluar. Jadi sebenarnya saya masih dag dig dug menunggu hasilnya. Tinggal doanya aja yang dikuatin. Mohon doanya juga ya.

Okey, akhirnya saya bisa refreshing setelah sebulan lebih menghabiskan sebagian besar waktu saya di depan laptop dan membaca artikel. Bosen banget, sumpah. Tepat beberapa hari setelah ujian selesai, sebenarnya saya sudah refreshing juga dengan rekan-rekan kantor di Bandung selama tiga hari. Yang ini akan saya tulis pada postingan saya selanjutnya. Nah, yang akan saya tulis di sini adalah cerita jalan-jalan saya ke Ambarawa dan Bandungan, Kabupaten Semarang, dua minggu yang lalu bersama Juno dan Papinya.

Soto Kudus Tempuran Jambon Ambarawa
Jumat pagi jam 06.00 kami berangkat dari Jogja. Tujuan pertama kami adalah Museum Kereta Api Ambarawa. Tahun lalu saat perjalanan pulang dari liburan di Semarang, kami melewati Museum Kereta Api Ambarawa, dan ingin sekali mampir sebenarnya, namun karena waktunya yang tidak memungkinkan, jadi kunjungan ke Museum Kereta Api kami tunda (baca juga: http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2016/10/weekend-santai-di-semarang.html).  Perjalanan menuju Ambarawa ramai lancar, cukup padat karena weekend tapi Alhamdulilah tidak macet. Tiba di Ambarawa sekitar jam 09.00. Memasuki Ambarawa, kami menyempatkan untuk sarapan Soto Kudus Tempuran di daerah Jambu Ambawara. Rumah makan berlantai dua dan berarsitektur klasik tersebut tampak ramai. Pasti enak, pikir kami. Dan memang benar, Soto Kudusnya mantap banget, apalagi ditambah Kopi Kelir khas Ambarawa, sempurna sekali. Harganya cukup murah, Soto Kudus pisah 12 ribu dan Kopi Kelir 5 ribu. Silahkan mampir jika sedang berada di Ambarawa, Soto Kudus Tempuran Jambu, Ambarawa. 

Setelah sarapan kami melanjutkan perjalanan. Lokasi Museum Kereta Api tidak jauh dari Soto Kudus Tempuran tadi. Sekitar 15 menit kemudian kita akan menjumpai pertigaan Tugu Palagan (ada monumen tank di tengahnya). Nah dari situ tinggal belok kanan sekitar 0.5 km, sampailah kita di Museum Kereta Api Ambarawa (Indonesian Railways Museum), yang berlokasi di Jalan Stasiun Panjang No.1 Ambarawa.

Harga Tiket

Tiba di sana pengunjung sudah cukup ramai. Kami langsung menuju loket untuk membeli tiket masuk. Harga tiket masuk dewasa 10 ribu/orang dan anak-anak 5 ribu/anak. Selain bisa melihat segala hal yang berkaitan dengan sejarah kereta api di Indonesia, pengunjung juga bisa mencoba lokomotif uap pada yang hanya ada di jam-jam tertentu dengan membeli tiket seharga 50 ribu/orang. Rute Ambarawa-Tuntang ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. Seru sekali ya. Sayangnya saat kami di sana, hanya tersisa beberapa tiket  jam 13.00, dan itu berarti harus menunggu sekitar 3 jam lagi. Hemmm, akhirnya kami melewatkan kesempatan untuk naik lokomotif uap. Sayang sekali ya. Semoga nanti ada kesempatan kami kesana lagi, dan tentu saja kami akan mencobanya.


Memasuki area Museum pengunjung disuguhi foto-foto sejarah kereta api di Indonesia di sepanjang dinding menuju ke dalam. Museum Kereta Api Ambarawa merupakan stasiun kereta api peninggalan Hindia Belanda, dan sekarang dialihfungsikan sebagai museum. Dua lokomotif uap yang hingga sekarang masih aktif digunakan sebagai kereta api wisata dengan nomor B 2502 dan B 2503 merupakan buatan Maschinenfabriek Esslingen.

Apa saja sih yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa?

Di sini pengunjung bisa melihat beberapa tipe kereta api yang pernah digunakan sejak pertama kali ada di Indonesia, yaitu kereta api berbahan bakar kayu, yang diproduksi tahun 1900. Kereta ini merupakan kereta paling tua dan menjadi favorit pengunjung untuk selfie. Lalu ada juga kereta api berbahan bakar Residu dengan ukuran lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan kereta api yang berbahan kayu bakar.





Selain melihat sejarah perkembangan kereta api secara fisik, pengunjung juga bisa melihat stasiun kereta api yang digunakan pada jaman Hindia Belanda, karena museum tersebut dulunya merupakan sebuah stasiun. Dan hingga sekarang bangunan dan perlengkapannya tetap dibiarkan seperti aslinya, termasuk di antaranya mesin pembuat tiket penumpang jaman dulu yang digunakan sejak tahun 1840. Mesin ini diciptakan oleh Thomas Edmunson yang merupakan seorang ahli pembuat lemari, dan ketika dia menciptakan mesin tiket, Thomas Edmunson kemudian diangkat sebagai Kepala Stasiun di New Castle dan Carlisie di Manchester dan Leeds, Inggris. Wahhh, keren sekali ya.  Mesin tiket ini juga digunakan pada jaman Hindia Belanda pada tahun 1867 untuk mencetak tiket kereta api Semarang-Solo-Yogyakarta, Batavia-Bogor, dan Surabaya-Pasuruan, dan digunakan di Indonesia hingga tahun 2009. 

Stasiun Peninggalan Hindia Belanda
  
Stasiun Tampak Samping

Mesin Cetak Tiket


Ruang Petugas Stasiun

Loket Penjualan Tiket

Topi petugas stasiun dan mesin hitung

Selain mesin tiket juga terdapat mesin hitung yang digunakan pada masanya, yang fungsinya kurang lebih sama dengan kalkulator saat ini. Juga terdapat alat komunikasi berupa telepon, telegraf, dan perlengkapan petugas stasiun, seperti topi dan peluit. Di ujung stasiun tampak beberapa bangunan dari kayu yang merupakan halte pemberhentian kereta di stasiun-stasiun kecil pada jaman dulu. Sekitar 1 jam saya duduk di kursi panjang yang ada di samping stasiun, menikmati semilir angin dan pemandangan perbukitan. Saat duduk di sana, terlintas dalam benak saya suasana pada masa itu. Halte kecil yang sederhana, yang mungkin hanya dijaga oleh satu atau dua orang petugas, dan sepi karena kereta api pada masa itu merupakan alat transportasi yang "mewah"  dan tidak semua orang mampu untuk membeli tiketnya. Ahh imajinasinya saya tiba-tiba "terlempar" ke masa itu.


Halte pemberhentian kereta

Pemandangan dari "halte" kereta yang dipindahkan ke museum
Tak terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12.00 siang. Sebelum mengakhiri "petualangan" kami di museum ini, Juno mengajak kami untuk melihat mesin putar dan mesin timbang berwarna kuning yang berada tak jauh dari pintu keluar. Juno excited sekali. Dia sangat menyukai kereta api. Thomas dan Chuggington adalah salah satu tontonan favoritnya. Dia lari kesana-kemari dan berkali-kali dia teriak kegirangan. "Mami, ini kayak yang ada di Chuggington," katanya. Sayang sekali kali ini kami belum mencoba naik kereta api wisata. Hemm, kayaknya kami harus kembali lagi ke sana nih untuk naik kereta api wisatanya.

Mesin putar rel, kata Juno sama seperti di Chuggington

Petualangan yang seru sekali. Berada di museum ini seakan membawa kita ke masa itu. Masa dimana kereta api membangun sejarahnya di dunia transportasi Indonesia. Lokasi yang mudah dijangkau dan tempat parkir yang luas menjadikan Museum Kereta Api Ambarawa menjadi tempat wisata edukatif yang sangat recommended, tidak hanya bagi anak-anak tapi juga bagi orang dewasa. Bagi kalian yang ingin mengunjungi museum, saran saya datang awal jam 8 atau 9, supaya kebagian tiket kereta api wisata. Tunggu cerita jalan-jalan saya di Ambarawa dan Bandungan, Semarang pada postingan selanjutnya ya. Happy weekend.

Museum Kereta Api Ambarawa
Jalan Stasiun Panjang No.1 Ambarawa
Harga tiket : 
Anak-anak : Rp 5.000/anak
Dewasa       : Rp 10.000/orang