expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Tuesday 2 May 2017

Tips Memilih Daycare Untuk Si Kecil

sumber: mamahmuda.com
Beberapa hari yang lalu pada sebuah kesempatan, tak sengaja saya bertemu seorang teman, laki-laki. Si mas ini usianya kurang lebih sama dengan saya, ayah dari seorang putra berusia 1 tahun. Kami ngobrol berbagai macam topik, hingga sampailah pada topik TPA alias Tempat Penitipan Anak, atau kalau sekarang lebih dikenal sebagai Tempat Pengasuhan Anak. Beda dong ya tempat penitipan dan tempat pengasuhan. Teman saya ini sedang bingun mencari TPA untuk anaknya. Dia sudah cek ke beberapa sekolah elite di Jogja dan bahkan mengikuti trial, namun belum juga menemukan TPA yang cocok bagi anaknya. Terakhir saat mengikuti trial di sebuah sekolah, si anak menunjukkan tidak nyaman di sekolah tersebut.

Bagi pasangan muda yang baru saja memiliki anak, urusan tentang TPA ini tentu saja menjadi urusan yang crusial. Apalagi jika keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja, ditambah jauh dari keluarga, masalah penitipan dan pengasuhan anak ini bisa jadi sangat memusingkan. Pilihannya cuma dua, mencari pengasuh (baca: babysitter) atau mencari TPA atau sekarang lebih populer dengan sebutan baby daycare.

Kami, saya dan Papi Juno memutuskan untuk "menyekolahkan" Juno sejak usia 10 bulan. Bukan tanpa alasan. Orang tua saya di sini (baca: Jogja), artinya bisa saja kami menitipkan Juno pada mereka. Namun dengan pertimbangan beberapa hal, salah satunya karena orang tua yang sudah lanjut usia, selain itu kami ingin Juno "belajar" sesuatu, jadi kami memutuskan untuk "menyekolahkan" Juno di usia yang sangat dini. Bahkan saat itu Juno belum lancar berjalan, masih merangkak dan "rambatan".

Jangan ditanya lagi perasaan kami saat itu. Saat mendaftarkan Juno sekolah, saya merasa jadi Ibu yang paling jahat sedunia. Ibu kok tega menyekolahkan anak di usia 10 bulan. Ibu macam apa itu? Begitu pikir saya saat itu. Seminggu pertama Juno sekolah, saya tak kuasa menahan air mata. Saya rasa semua Ibu akan merasakan hal yang sama. Tapi Alhamdulilah, Juno dan kami bisa melaluinya. Seminggu kemudian Juno mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya, kamipun cukup tenang meninggalkannya di sana bersama guru-guru dan teman-temannya. Walaupun konsekuensinya, ketika ada anak yang batuk, Juno jadi ikutan batuk, ada yang pilek, Juno jadi ikutan pilek, ya wajarlah namanya juga banyak anak. Positifnya, immune nya jadi bekerja. Namun itu hanya berlangsung sekitar 1 tahunan, dan sekarang Alhamdulilah Juno sudah lebih kuat dan kebal.

Juno bersekolah 6 hari seminggu, Senin-Jumat jam 08.00-15.30 dan hari Sabtu jam 08.00-13.00. Tahun ini adalah tahun ketiga dia bersekolah di sana. Pada hari Sabtu, jika saya tidak ada acara, biasanya Juno saya liburkan. Dan dia sudah sangat paham, ketika melihat saya agak santai di pagi hari (biasanya saya kemrungsung tiap pagi), itu artinya saya libur, dan bisa menemaninya bermain. Tak seperti anak kecil pada umumnya, Juno ini tipe anak rumahan banget, jadi dia lebih suka di rumah, bermain dengan mainannya, dengan ditemani oleh kami. Begini katanya," Mami papi di rumah, Juno juga di rumah". Jadi, saat libur, kalau Juno benar-benar tidak mau diajak "keluar", kami cukup di rumah saja, istirahat. Awalnya saya sempat sebel juga dengan tingkah Juno ini, namun papinya menyadarkan saya, begini katanya, "bayangkan, Juno tuh 6 hari di sekolah, sama guru dan teman-temannya, wajarlah kalau libur dia maunya di rumah aja sama kita". Jlebbb, bener juga sih.

Lalu mengapa kami tidak memilih mencari pengasuh saja supaya Juno bisa diasuh di rumah? Sempat terpikir juga waktu itu untuk mencari pengasuh untuk Juno. Namun tidak mudah juga bukan? Memilih pengasuh anak tidak sama dengan memilih asisten rumah tangga (ART). Kalau ART, jelas, tugasnya bersih-bersih, nyuci, masak, dan sebagainya. Kalau pengasuh anak, jelas juga tugasnya, menjaga dan mengasuh anak. Namun coba bandingkan, lebih sulit mana mencari ART atau pengasuh anak? Jelas lebih sulit mencari pengasuh anak kan? Harus mempertimbangkan pengalaman, background (latar belakang), apakah dia sayang dengan anak kecil, apakah dia bisa dipercaya, dan lain-lain yang tentunya kriterianya sangat banyak. Iyalah, buat anak masa main-main. Selain itu kalau pengasuh ya tentu saja, tugasnya menjaga dan mengasuh, namun tidak termasuk mendidik, kecuali ada kesepakatan lain. Benar 'kan? So, kalau kita memilih untuk menggunakan pengasuh (baby sitter) jangan berharap banyak ya kalau si mbak akan mengajari anak kita seperti kalau di sekolah. Belum lagi gaji pengasuh anak berpengalaman tentu saja cukup tinggi. Dengan alasan tersebut, akhirnya memilih untuk "menyekolahkan" Juno.

Then, why did we choose this school? Ada banyak alasan mengapa kami memilih sekolah ini, antara lain sebagai berikut: 

(1) Dekat dengan tempat tinggal 
Hal ini supaya memudahkan untuk mengantar jemput Juno, jadi ketika kami (saya dan suami) tidak bisa menjemput, kami bisa menghubungi keluarga. Selain itu, dengan memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggal, setidaknya kita sudah cukup mengetahui kredibilitasnya, siapa gurunya, bagaimana sistem pendidikannya dan keamanannya. Atau jika memang tidak ada sekolah yang terdekat, setidaknya sebelu mendaftarkan anak, lebih dulu mencari info sebanyak-banyaknya tentang sekolah  tersebut.

(2) Pendidikan dasar agama
Bagaimanapun pendidikan agama merupakan pertimbangan penting dalam memilih sekolah untuk anak, terutama pendidikan dasar agamanya. Paling nggak, ketika waktu dan ilmu agama kita terbatas untuk mengajari anak dalam hal pendidikan agama, dia mendapatkannya di sekolah. Untuk pendidikan dasar (paud dan TK) kami memang merencana untuk menyekolahkan Juno di sekolah berbasis pendidikan agama, supaya dia mendapatkan pendidikan agama yang cukup. Baru setelah itu, sebisa mungkin mulai SD dia bersekolah di sekolah negeri. Rencananya seperti itu.

(3) Jumlah guru dan jumlah murid
Pada saat pertama kali masuk, Juno termasuk kategori batita, di mana untuk kelompok ini satu guru mengampu 2-3 murid di usia yang sama. Dan seiring bertambahnya usia anak, maka murid yang diampu oleh satu orang guru juga bertambah jumlahnya. Saat ini Juno berada di kelas paud, terpisah dengan anak-anak yang usia Taman Kanak-Kanak (TK). Nanti setelah usia empat tahun, baru Juno dipindah ke kelompok usia TK. Sejak pertama kali sekolah, Juno sudah berganti beberapa kali guru (pengampu). Saya sempat protes ketika Juno sudah cocok dengan Bu gurunya, tiba-tiba gurunya diganti dengan alasan dipindah ke cabang lain, atau mengampu anak lain. Namun penjelasan pihak sekolah cukup masuk akal, supaya anak bersosialisasi dengan guru yang lain.

(4) Fasilitas dan aktivitas di sekolah
Sekolah Juno bukanlah sekolah "elite" dengan fasilitas yang serba wah, tapi sebuah sekolah yang menurut saya fasilitasnya "biasa saja", tapi cukup nyaman, dengan aktivitas yang menurut saya cukup bagus. Pagi biasanya diisi dengan materi bacaan doa-doa sehari-hari atau surat-surat pendek. Dilanjutkan dengan bermain, bernyanyi dan membuat prakarya, seperti menggambar, mewarnai, melipat kertas, menempel hingga memasak bersama. Setelah itu dilanjutkan makan siang dan bobok siang. Setelah bobok siang biasanya dilanjutkan dengan mandi dan menunggu penjemputan sambil bermain. Oiya, di sekolah ini selain materi, murid-murid juga mendapatkan fasilitas makan siang, snack, tidur siang dan mandi 1-2 kali. Dan hasil prakarya anak-anak dikumpulkan oleh guru untuk diserahkan pada wali murid pada saat pengambilan "rapor". Hemmm, di usia yang belum genap 4 tahun, Juno sudah terima rapor juga lho tiap semester, hehehe. Oiya, pastikan ya ada laporan harian aktivitas anak di sekolah, dan gunakan buku penghubung sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan guru pengampu.

(5) Keamanan
Pastikan lokasi sekolah cukup aman, baik dari sisi keamanan dari keluar masuknya orang, ataupun keamanan dan kemudahan atas fasilitas-fasilitas yang ada, seperti arena bermain, atau pun toilet.

(5) Biaya sesuai budget
Memang sih buat anak pasti kita maunya memberikan yang terbaik, termasuk soal pendidikan,  tapi bukan berarti tidak menyesuaikan dengan budget juga kan? Ada yang punya prinsip"yang penting mahal", "sekolah mahal pasti bagus", hemmm apa benar begitu? Belum tentu juga lho. Daripada yang mahal, tapi anak tidak nyaman, mending yang biasa saja, namun si anak nyaman, aman, dan kitapun bisa bekerja dengan tenang.

Nah itu tadi beberapa poin yang mungkin bisa dijadikan dasar pertimbangan memilih baby daycare. Jadi sebelu memilih baby daycare, ada baiknya cari info sebanyak-banyaknya tentang sekolah tersebut, cek lokasinya, kalau perlu ikuti trialnya, sehingga jangan sampai salah pilih. Yang mahal belum tentu bagus juga. Ingat, buat anak jangan coba-coba ya. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment