expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sunday 12 November 2017

How do I Cope with stress?

sumber: linkedin.com
"Mbak, stres nggak sih nyambi-nyambi gitu?", tanya seorang teman kepada saya beberapa hari lalu. Saya ketawa. "Ya stres lah mbak", jawab saya. "Kok sepertinya enjoy-enjoy aja?", tanyanya lagi. Bukan pertama kalinya saya ditanya demikian. Sebelumnya beberapa teman juga menanyakan atau mengatakan hal yang sama, "Katanya kuliah S3 itu bikin stres, kok kamu tampak enjoy aja sih Hen?". Biasanya kalau ditanya begitu, saya hanya ketawa saja dan saya aminkan. Aminnn.

Lalu apa benar saya nggak stres? Apa benar saya enjoy-enjoy aja? Haha, ya nggak lah. Masa nggak pernah stres, bohong banget pasti, hehehe. Lagipula mana ada sih orang yang nggak pernah ngalamin stres. Nggak mungkin 'kan. Begitu pula saya. Sudah pernah saya tulis di blog-blog saya sebelumnya, bagaimana saya mengalami kestresan yang luar biasa saat memulai perkuliahan tahun lalu. Bagaimana ritme hidup saya berubah total. Saya juga pernah ceritakan bagaimana menghadapi deadline tugas-tugas kuliah dan deadline pekerjaan kantor yang "kebetulan" berbarengan sehingga "cukup" bikin saya "hampir gila". Saya juga pernah ceritakan bagaimana saya harus menghadapi ujian akhir smester di saat Juno panas dan mun*ah-mun*ah. Baca juga :http://ceritamamijuno2.blogspot.co.id/2017/09/when-mommy-back-to-campus-part9-burnout.html

Dan tak cukup itu saja, karena hidup saya tidak hanya tentang kerja dan kuliah. Saya juga punya keluarga. Saya juga seorang istri dan seorang ibu. Dan saya rasa semua sepakat, urusan "internal" lebih kompleks dibanding urusan "eksternal". Setiap orang punya masalah, begitu pula saya. Setiap orang berjuang mengatasinya. Begitu saya. Setiap orang pernah mengalami titik balik dalam hidupnya. Begitu juga saya. Setiap orang pernah gagal. Begitu juga saya. Setiap orang pernah berada pada kondisi yang menurutnya "there's no way out". Saya juga pernah. Jadi memang tak ada kehidupan yang perfectly smooth,  entah seorang milyarder atau selebriti dunia sekalipun. Jujur, saya paling sebel kalau ada orang yang hobi curhat di medsos seakan-akan masalah hidupnyalah yang paling berat. Atau ada yang bilang gini, "ahh, hidup kamu kan gak seribet hidupku", hellooo...

Then, how do I cope with stress? 

Pertama, sebenarnya saya termasuk orang yang mudah stres. Kondisi tertentu bisa dengan mudah memicu kepanikan saya, dan tentu saja emosi negatif. Entah itu sedih, kecewa atau marah. Tapi jujur kondisi saya saat ini yang "nyambi-nyambi" justru mengajarkan saya bagaimana cara mengendalikan emosi. Memang awalnya sangat berat bagi saya untuk membagi energi, kognitif dan emosi di saat yang bersamaan dengan segala permasalahannya (bahkan sekarangpun saya masih mengalami kesulitan untuk membaginya), tapi bersyukur kondisi ini lebih banyak berkontribusi positif bagi hidup saya. Fokus pada beberapa hal di saat yang sama, ini sangat membutuhkan kesabaran ekstra. Kondisi memaksa saya untuk lebih sabar. Satu yang pasti, harus bisa mengendalikan emosi. Kalau tidak, semua kacau atau kondisi bisa saja memburuk.

Kedua, saya bukan tipe orang yang bisa dengan mudah menceritakan masalah kepada orang lain. Beruntung saya memiliki pasangan yang sangat mengerti saya, jadi hanya dengan dia saya bisa berbagi semuanya. Sharing itu sangat penting. Entah itu keluarga, pasangan, atau sahabat. Tapi sebelum sharing dengan seseorang, pastikan dulu orang tersebut  bisa menjaga "curhatan" kita. Yang penting jangan curhat di medsos aja, selain bikin orang kepo, juga bisa menimbulkan salah persepsi.

Ketiga, luapkan emosi, jangan ditahan. Kalau saya sih, paling kalau lagi stres banget, trus bingung harus ngapain, ya nangis. Tak ada yang salah dengan menangis. Dan dengan menangis, bukan berarti kita lemah. Everybody cries. Tapi menangis juga nggak akan menyelesaikan masalah. Jadi menangis hanya untuk meluapkan emosi aja, setelah "puas" nangis, harus bisa berpikir jernih.

Keempat, refreshing dengan melakukan hal yang disukai, misalnya piknik dengan keluarga, dinner dengan pasangan, nonton film atau konser musik, ketemu teman, ngobrol, makan makanan yang disukai, jalan ke mall, belanja, nyalon atau apa saja yang penting bisa membuat kita "sedikit" lebih rileks. As I said, ini nggak akan serta merta menghilangkan stres yang kita alami, namun setidaknya bisa membuat kita sedikit rileks. Refreshing yang nggak ngeluarin duit ada nggak ya? Banyakkk. Misalnya nonton film atau nonton video musik di rumah. Donload aja dari youtube, pake wifi kantor, trus ditonton di rumah, gratis 'kan. Hahaha, ini mah pelit namanya. Atau kayak saya, blogging atau planting alias nanam-nanam tanaman gitu, cukup untuk melepas stres.

Kelima, take your "me time". Entah itu ibu bekerja ataupun ibu rumah tangga, perlu untuk memiliki "me time". Kita memang sibuk dengan pekerjaan kantor atau pekerjaan rumah, dan urusan "internal" lainnya, tapi bukan berarti kita tidak memikirkan diri kita sendiri. Entah itu hanya untuk sekedar memperhatikan penampilan atau bersosialisasi. Mungkin sebagian orang nggak setuju dengan  ini, wong udah berkeluarga kok me time me time segala. Ada lho teman saya, laki-laki yang sangat "menentang" me time bagi istrinya. Menurut dia, me time orang yang sudah berkeluarga ya waktu bersama keluarga. Hemmm, bersyukur papi Juno bukan tipe suami yang begini, hehehe. Tapi ada juga lho istri yang memang "tidak menghendaki" me time. Yahh itu kan pilihan masing-masing, apapun bentuk "me time" nya, yang penting bisa "ngurangin stres".

Keenam, pay your self. Hampir sama dengan "me time", saya kira setiap perempuan "berhak" dan "wajib" memperhatikan dirinya sendiri, entah itu penampilan fisik atau "kebahagiaan" psikologis. Jangan sampai karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan keluarga lalu lupa memperhatikan diri sendiri. Boleh kok dandan atau mengubah penampilan, boleh kok beli sesuatu yang kita "pengen", kalau itu bisa memperbaiki mood atau ngurangin stres, why not? Kalau suami protes atau nggak ngebolehin gimana? Duhh suami aneh aja yang nggak suka liat istrinya tampil menarik. 

Kedelapan, turunkan sedikit ekspektasi, supaya tidak mudah kecewa. Saya ingat pesan ini diucapkan oleh seorang dosen di semester 1 tahun lalu. Kekecewaan juga bisa memicu stres loh. Pasang target boleh, tapi nggak usah terlalu dipaksakan juga. Bener juga sih. Kalau kita pasang targetnya ketinggian, begitu gagal, kecewanya bakal kebangetan juga.

Kesembilan, Peaceful outside, fighter inside. Saya selalu ingat pesan profesor saya soal ini. Dalam kondisi sesulit apapun, se-stres apapun, bahkan dalam kondisi yang tampaknya tak ada jalan keluar, hati kita boleh berkecamuk, otak kita boleh panas, hadapi dengan tenang dan cobalah untuk ikhlas. Kata orang ilmu yang paling sulit dipelajari adalah ilmu ikhlas, tapi ingatlah Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan kita.

Happy weekend. Semoga bermanfaat. 

No comments:

Post a Comment