expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Tuesday, 31 January 2017

Wisata Gunung Kidul Part #2 Air Terjun Sri Gethuk Yang Eksotik

Life goes on. It gets so heavy. The wheel breaks the butterfly. Every tear, a waterfallin the night, the stormy night. She closed her eyes in the night, the stormy night. Away she flied.

She dreamed of para-para-paradise. Para-para-paradise. Para-para-paradise. Whoa-oh-oh-oooh oh-oh-oh. (Paradise-Coldplay)

Pulang dari Pantai Drini pada hari Sabtu (28/1) lalu kami terjebak macet yang sangat parah, menggagalkan rencana kami untuk mampir ke Air Terjun Sri Gethuk. Agak kecewa sih karena seharian hanya dapat mengunjungi 1 lokasi, dan waktu terbuang di perjalanan karena macet. Untuk mengobati kekecewaan, besok paginya (Minggu, 29/1) kami bertiga kembali  'piknik' ke Gunung Kidul, tentu saja dengan tujuan utama adalah Air Terjun Sri Gethuk. Sebenarnya saya sudah pernah ke sana 2 tahun lalu, namun waktu itu hanya 'mampir' sebentar, sedangkan Papi Juno belum pernah ke sana sama sekali.

Jam 07.00 pagi kami berangkat dari rumah menuju Gunung Kidul, langsung ke tujuan pertama, yaitu Air Terjun Sri Gethuk yang terletak di Jalan Air Terjun Sri Gethuk, Bleberan, Playen, Gunung Kidul. Dari jalan raya, untuk mencapai lokasi Air Terjun yang cukup ndelik alias tersembunyi, sepanjang perjalanan kami melalui pemandangan yang indah, yaitu persawahan, kebun sayur, dan hutan pohon kayu putih yang asri. Setelah melewati jalan di tengah pemukiman penduduk, kami melewati hutan jati yang cukup rapat, sebelum akhirnya tiba di lokasi Air Terjun Sri Gethuk. Perjalanan lancar karena belum begitu padat. Kami tiba di lokasi sekitar jam 09.30. 




Tangga turun menuju Sungai Oya
Sampai di sana belum begitu ramai pengunjung, mungkin baru sekitar 30 an orang. Oiya, obyek wisata Air Terjun Sri Gethuk dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 s/d 16.00. Untuk masuk ke lokasi, pengunjung harus membayar tiket masuk seharga 10 ribu/orang dan parkir mobil 5 ribu. Kami hanya membayar 2 tiket masuk, karena anak kecil seusia Juno tidak perlu tiket.

Menyusuri sungai dengan gethek 
Di lokasi Air Terjun Sri Gethuk terdapat sebuah kolam pemancingan yang berada di area parkir. Dari tempat parkir pengunjung harus berjalan kaki sekitar 100 meter menuju ke lokasi. Di sepanjang jalan terdapat kios-kios yang menjual berbagai dagangan, mulai makanan hingga suvenir. Setelah berjalan sekitar 100 meter, pengunjung harus berjalan melewati tangga untuk menuju Sungai Oya yang kira-kira jaraknya sekitar 100 meter juga. Ada 2 pilihan untuk mencapai air terjun, yaitu jalan kaki menyusuri jalan setapak yang terletak di sisi kanan atas sungai, atau naik gethek atau rakit yang tebuat dari papan kayu dan drum bekas. Tentu saja kami memilih alternatif yang kedua, yaitu naik gethek, karena kelihatannya lebih seru daripada jalan kaki.

Yeiii, Juno naik gethek
Untuk naik gethek, pengunjung harus membayar tiket seharga 10 ribu/orang PP. Tak perlu menunggu lama, kami bertiga naik ke gethek yang dikemudikan seorang pria muda ditemani seorang rekannya. Saat itu air Sungai Oya terlihat tenang berwarna coklat. Seingat saya, 2 tahun lalu saat ke sana, air sungainya berwarna hijau. Mungkin karena sedang musim hujan, saat kami ke sana kemarin, air sungainya jadi berwara coklat seperti susu. Kami naik ke gethek, suara mesin diesel mulai terdengar. Saya lihat wajah Juno tegang, sepertinya dia agak takut. Tanpa bersuara dia duduk merapat ke papinya. Gethek berjalan pelan melawan arus sungai. Pemandangan di sisi kanan dan kiri adalah tebing yang ditumbuhi pepohonan hijau, indah sekali seperti lukisan. Suara mesin gethek memecah keheningan di sepanjang sungai.

Hingga saat ini ada mitos yang dipercayai oleh penduduk sekitar terkait nama Air Terjun Sri Gethuk. Konon nama ini berasal dari  kata kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik Jin Anggo Meduro, sehingga air terjun tersebut dinamakan Air Terjun Sri Gethuk. Konon, pada saat-saat tertentu, masyarakat sekitar masih sering mendengar suara gamelan mengalun dari arah air terjun. Percaya atau tidak? Wallahualam.






Air Terjun Sri Gethuk yang eksotik
Sekitar 10 menit kami menyusuri sungai Oya, hingga akhirnya tiba di lokasi Air Terjun Sri Gethuk. Gethek berhenti, kami turun dan menapaki bebatuan yang dibuat menyerupai tangga. Suara air terjun memecah keheningan dan menggoda siapa saja untuk mandi di bawahnya. Terlihat beberapa abege mandi dan bermain di kolam yang berada tepat di bawah air terjun. Beberapa terlihat duduk di bebatuan dan membiarkan kakinya di dalam air yang jernih dan dingin. Beberapa lagi tampak asyik berfoto. Sayangnya Juno terlihat kurang enjoy di sana. Dia masih enggan  bermain air di sana. Jadi kami memilih untuk berfoto saja.

Sekitar 30 menit kami berada di air terjun. Makin siang pengunjung semakin ramai, dan kebanyakan berasal dari luar Jogja. Kami kembali menaiki gethek untuk kembali ke tempat ketika kami naik tadi. Lagi-lagi wajah Juno terlihat tegang. Dia takut. Merapat ke papinya. Tiba di tepi sungai kami turun dan menaiki tangga, di mana di sisi kanan terdapat kios-kios penduduk yang menjual berbagai makanan dan minuman. 



Mampir menikmati gorengan panas dulu
Namun yang paling menarik tentu saja gorengan panasnya. Kami berhenti di sebuah warung dan beristirahat dengan beralaskan tikar di bawah pohon kelapa. Sambil menyuapi Juno bekal yang kami bawa dari rumah, kami menikmati gorengan panas. Mendoan dan tahu isi. Untuk minumnya kami memesan 1 kelapa muda utuh yang dibakar. Hemmm, kedengarannya lucu ya. Masa kelapa muda dibakar. Setelah dicoba ternyata enak juga. Rasanya tidak beda dari air kelapa muda biasanya, hanya karena dibakar jadi hangat. Hemmm, cocok sekali dengan gorengan panasnya. 


Tak lama kemudian gerimis turun, dan disusul hujan deras, kami beranjak berteduh di warung. Thanks God, hujan turun setelah kami dari air terjun. Bagaimana jadinya kalau hujan turun ketika kami masih di air terjun? Di sana 'kan tidak ada tempat berteduh. Kemarin banyak pengunjung yang basah kuyup, kasihan juga ya, acara liburannya jadi agak sedikit terganggu karena hujan. 

Kami berteduh sekitar 1jam di warung tersebut. Jam 12 an setelah hujan lumayan reda kami beranjak keluar menuju tempat parkir. Hujan masih rintik-rintik dan kelihatannya akan 'awet'. Puas sekali bisa menikmati keindahan Air Terjun Sri Gethuk yang eksotik dan penuh misteri. Kami masih punya tujuan selanjutnya sekalian arah pulang. Gunung Purba Nglanggeran dan Embung Nglanggeran, akan saya tulis di postingan saya selanjutnya.


Wisata Gunung Kidul Part # 1 Pantai Drini, Pasir Putih, Pulau Karang dan Kuliner

Some say better things will come our way No matter what they try to say, you were always there for me 
Some way, when the sun begins to shine I hear a song from another time and fade away  And fade a way
Just close your eyes and I'll take you there This place is warm and without a care
We'll take swim in the deep blue sea I go to leave and you reach for me 
(Someday - Sugar Ray)

Sabtu (28/1) yang lalu bertepatan dengan libur Tahun Baru Imlek, kami mengajak Juno jalan-jalan. Sebenarnya kami tidak ada rencana sebelumnya, ide spontan saja. Lagipula minggu lalu adalah minggu terakhir libur kuliah, minggu ini saya sudah mulai masuk kuliah lagi, sudah dipastikan waktu untuk piknik sangat terbatas, jadi saya mengajak Papi Juno untuk menghabiskan liburan dengan piknik. Jadi mungkin lebih tepatnya kali ini bukan ngajak Juno jalan-jalan, tapi ngajak emaknya Juno jalan-jalan, hehehe.

Kali ini kami memilih Gunung Kidul sebagai tujuannya, dengan alasan lokasinya tidak terlalu jauh, ditambah saat ini pariwisata Gunung Kidul sedang ngehits alias naik daunnya, banyak pilihan obyek wisata alam yang instagramable alias menarik. Kami memilih pantai. Sebenarnya bukan tanpa alasan kami memilih pantai. Alasannya tentu saja ada hubungannya dengan Juno.


Pantai Drini dengan pulau kecilnya
Begini, sebulan sekali sekolah Juno mengadakan kegiatan berenang untuk anak usia di atas 2 tahun. Jadi anak-anak, tanpa wali murid, hanya didampingi oleh ibu-ibu gurunya, naik bis ke kolam renang yang lokasinya berada di seputaran Jogja. Kolam renangnya pindah-pindah, yang jelas ada kolam renang untuk anak-anaknya. Dulu waktu berusia 2 tahun, Juno selalu enjoy ketika mengikuti kegiatan outbond ataupun berenang bersama  teman-teman sekolahnya, begitu  juga ketika perjalanan naik bis, dia happy sekali ketika akan naik bis. Namun entah mengapa dalam 6 bulan terakhir Juno tidak mau ikut berenang bersama teman-temannya. Beberapa kali dia memilih untuk tinggal di sekolah bersama adek-adek bayi, ketika teman-temannya pergi berenang. Sampai sekarangpun kami masih belum tahu alasan Juno menolak berenang.

Mau santai di gazebo juga bisa, harga sewa 50 ribu/gazebo
Karena alasan itulah, kali ini kami mengajak Juno jalan-jalan ke obyek wisata air, supaya dia tidak takut air dan mau berenang lagi. Tujuan pertama adalah Pantai Drini. Pantai Drini merupakah salah satu pantai di pesisir Gunung Kidul yang sederetan dengan pantai-pantai yang lain, seperti yaitu Pantai Indrayanti, Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Kukup dan Pantai Watu Kodok dan lain-lain. Ada 2 alasan mengapa kami memilih Pantai Drini. Pertama, saya belum pernah ke sana. Kedua, bulan lalu Papi Juno ke sana untuk pengambilan gambar, katanya pemandangan di Pantai Drini bagus, ditambah dia membawakan saya kepiting asam manis yang sumpah, rasanya enak banget. Kedua alasan ini yang membuat saya 'penasaran' dengan Pantai Drini.

Mau ber-kano ria juga bisa
Jam 07.00 pagi kami berangkat dari rumah. Kami memang berangkat pagi untuk menghindari macet, karena tanggal merah sudah pasti jalan bakalan macet. Ketika berangkat Juno masih tidur, dan terbangun ketika kami memasuki Jalan Wonosari. Dia excited sekali, "Yeiii, kita mau ke pantai," begitu soraknya kegirangan. Seperti biasa, dia mengomentari setiap hal yang menarik menurutnya. Dengan kecepatan santai, sekitar jam 10.00 kami baru tiba di Pantai Drini. 


Pantai Drini terletak di Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul. Untuk masuk ke Pantai Drini, pengunjung harus membayar tiket seharga 19 ribu/2 orang, ditambah asuransi Rp 1.000,-, jadi total 20 ribu+ parkir mobil 5 ribu. Sampai di sana pengunjung sudah cukup ramai. Cuaca sangat cerah, dan cukup panas. Begitu masuk lokasi pantai, terlihat gazebo-gazebo berjajar di sepanjang pantai yang berpasir putih ini. Sayang sekali ketika kami tiba di sana, gazebonya sudah terisi semua, padahal pasti asyik banget menikmati keindahan pantai sambil bersantai di gazebo yang berada di tepi pantai ini. Karena gazebonya tidak ada yang kosong, kami memilih sebuah warung yang berada di belakang gazebo-gazebo untuk memesan minuman. Kami memesan es kelapa muda utuh, seharga 15 ribu/buah. Segar sekali panas-panas begini minum es kelapa muda.

Ke Pantai, tidak lengkap rasanya kalau tidak main air. Setelah menghabiskan es kelapa muda kami beranjak untuk menyusuri pantai. Pantai Drini merupakan pantai yang unik karena di tengahnya terdapat sebuah pulau kecil. Konon di pulau tersebut banyak ditumbuhi pohon drini, sehingga pantainya dinamakan Pantai Drini. Pada saat kami di sana, air laut sedang surut sehingga pengunjung dapat menyeberangi air setinggi perut untuk naik ke atas pulau karang. Sayang sekali, berhubung saya tidak membawa baju ganti, kami tidak naik ke atas. Saya menyewa sebuah payung berjemur seharga 20 ribu dan memilih untuk bermain pasir di bawah payung bersama Juno. Sedangkan Papi Juno, hunting foto seperti biasanya.




Mau santai di bawah payung juga bisa


Jalan naik ke pulau karang


Bermain pasir dengan Juno
Beruntung saat itu cuaca sangat cerah. Langit biru, pasir putih, pulau karang yang hijau dan angin yang sepoi-sepoi, melengkapi keindahan Pantai Drini. Dibandingkan pantai-pantai di Gunung Kidul yang lain, pengunjung di Pantai Drini tergolong tidak sebanyak pengunjung di pantai-pantai yang lain. Selain bisa mandi di pantai, pengunjung yang suka ber-kano ria, bisa menyewa kano yang disewakan di sana. 


Sekitar 1 jam kami menemani Juno bermain pasir. Sayang sekali langit mendadak mendung dan tak lama kemudian hujan turun, padahal Juno masih asyik bermain pasir. Karena hujan turun tiba-tiba, kami berlari ke tepi untuk berteduh. Hujan cukup deras. Sekitar 30 menitan kami menunggu hujan reda. Setelah reda, tujuan selanjutnya adalah makan siang. Dari pagi memang kami sengaja hanya ngemil kue untuk sarapan, karena salah satu tujuan utama kami adalah menikmati kuliner di Pantai Drini. Saya memang penasaran dengan kulinernya sejak dibawain oleh Papi Juno, kepiting asam manis yang menurut saya rasanya enak banget.


Kepiting asam manis, so yummy
Setelah hujan reda, kami beranjak menuju warung-warung makan yang terletak di dekat tempat parkir. Kami memilih warung makan tempat Papi Juno beli kepiting asam manis waktu itu. Namanya warung makan Pangestu. Kami memesan 1/5 kilo kepiting asam manis seharga dan 1 ikan tongkol bakar. Sekitar 15 menit pesanan kami datang, 1/5 kilo kepiting asam manis berisi 4 kepiting ukuran sekepalan tangan orang dewasa, dan 1 ekor ikan tongkol bakar ukuran sedang. Hemmm, kepitingnya mantap. Saya memang penggemar kepiting, namun karena harganya cukup mahal, jadi jarang juga makan kepiting. Tapi kepiting asam manis yang ini, beneran deh, enakkkk. Ikan tongkol bakarnya juga enak, manisnya pas banget, apalagi ditambah sambal mentah. Mantap deh pokoknya. Untuk semua pesanan kami tersebut, kami hanya membayar 45 ribu, murah 'kan.





Kurang lebih jam 13.30 kami meninggalkan Pantai Drini. Rencananya, pulangnya kami mau mampir ke Air Terjun Sri Gethuk, tapi sayang sekali, di perjalanan pulang kami terjebak macet yang sangat parah. Sudah dipastikan setiap liburan, hampir semua obyek wisata di Gunung Kidul dipadati pengunjung, jadi jalan dipenuhi bis-bis pariwisata yang bikin macet panjang. Sekitar 2 jam kami baru bisa keluar dari lokasi Pantai Drini. Dan sepertinya kali ini kami harus mengurungkan niat untuk mampir ke Air Terjun Sri Gethuk karena tiba di Playen sudah sekitar jam 16.30, tidak mungkin untuk melanjutkan ke Air Terjun Sri Gethuk. Kami melanjutkan perjalanan pulang dan tiba di rumah menjelang magrib. Rekor terlama Gunung Kidul- Jogja, hehehe.

Pengalaman yang luar biasa, terjebak macet marah di jalan. Tapi terbayar dengan keindahan Pantai Drini yang eksotis, puas bermain pasir putih dengan Juno, dan kepiting asam manisnya yang sumpah enak banget. Nggak percaya? Just try. Have a nice day







Monday, 23 January 2017

Sorry Guys, Women Are Not Objects

sumber: http://womennotobjects.com/
Ada yang pakai WhatsApp (WA)? Pertanyaan saya aneh ya? Oke, pertanyaannya saya ubah. Ada yang saat ini tidak pakai WA? 
Saya yakin sebagian besar teman-teman sudah pakai WA. Walaupun ada juga yang tidak. Tidak dipungkiri, dengan adanya WA, semua urusan komunikasi jadi lebih mudah. Mau ijin ke bos untuk tidak ngantor, cukup WA saja. Ada janji ketemu dengan teman, tapi mendadak nggak bisa, tinggal WA, beres. Bagi para mahasiswa, ada kuliah pagi tapi mata susah banget untuk melek, tinggal WA teman nitip absen, dan masalah selesai. Bener 'kan, WA sangat membantu kita dalam urusan komunikasi.

Selain itu WA juga sangat membantu kita dalam menjalin silaturahmi. Walaupun sudah puluhan tahun terpisah, dengan adanya WA kita masih bisa ngobrol dan haha hihi dengan teman SD, SMP, SMP, SMU, kuliah, melalui grup WA. Komunikasi soal pekerjaanpun jadi lebih mudah melalui grup WA. Saking banyaknya grup atau komunitas yang dimiliki, tak jarang 1 orang bisa bergabung dengan banyak grup WA. Ada grup sekolah, dari SD sampai kuliah. Lalu ada grup kantor, grup keluarga, grup RT, grup arisan, grup pengajian, grup senam, pokoknya banyak bangetlah, tiap ada acara ngumpul-ngumpul dikit dibikin grup. Alhasil kalau hapenya tidak support jadi lola alias loading lambat.

Saya sendiri saat ini hanya bergabung dengan 4 grup, yang terkait dengan aktivitas saya sehari-hari. Sebelumnya saya sempat bergabung dengan 7 atau 8 grup WA. Namun karena berbagai alasan, saat ini hanya ada 4 grup WA yang saya ikuti. 

Sebenarnya apa sih fungsi grup WA, selain untuk memudahkan komunikasi? Koordinasi? Silaturahmi? Berbagi informasi? Atau sekedar untuk seru-seruan saja? Semuanya saya rasa betul. Dengan adanya grup WA, komunikasi jadi lebih mudah, koordinasi jadi lebih efektif dan efisien. Silaturahmi, jelas melalui grup WA kita jadi bisa bersilaturahmi dengan teman-teman lama. Sekedar untuk seru-seruan betul juga, karena postingan teman di grup WA seringkali memberikan hiburan tersendiri. Kalau ada yang posting gambar, meme atau cerita lucu, bikin ketawa. Biasanya langsung dicopas lalu dishare ke grup 'tetangga'. Atau kalau ada yang posting kata-kata motivasi, boleh lah dicopas juga, untuk dishare ke teman atau grup WA yang lain. Nah, kalau ada yang posting gambar atau meme yang agak 'saru' bagaimana? Misalnya foto perempuan seksi yang 'terlihat' bagian tubuhnya? Atau meme dengan foto perempuan seksi lengkap dengan tulisan yang cukup 'menggelitik'.

Apabila foto atau meme tersebut dishare ke grup yang semua anggotanya cowok, mungkin tidak masalah. Walaupun tidak semua cowok 'nyaman' dengan postingan-postingan seperti itu di grup mereka. Misalnya saja grup ronda, grup futsal atau komunitas lain yang biasa dilakukan para cowok. Sudah pasti anggotanya cowok semua 'kan? Nggak mungkin ada perempuannya. Paling istri-istri mereka saja yang ikutan baca, itupun kalau dibolehin sama suaminya. Atau kalau punya anak kecil, biasanya anaknya ikutan ngerecokin hape bapaknya untuk main game atau nonton youtube.

Saya pernah tanya ke Papi Juno, "Pi, grup WA mu yang isinya cowok semua ada yang suka posting gambar 'saru' nggak?". "Dulu pernah ada, tapi ada yang negur dengan alasan hapenya sering dipakai anaknya, jadi sejak itu nggak ada lagi yang share gambar saru," begitu kata Papi Juno, yang bergabung dengan beberapa grup WA yang anggotanya cowok semua. 

Dua tahun lalu, salah satu grup WA saya yang anggotanya cowok cewek, dengan jumlah seimbang, ada salah satu teman saya, cowok yang di awal adanya grup itu, sering sekali posting foto 'saru', yang hampir semuanya berupa foto cewek seksi. Awalnya kami semua tidak bereaksi, walaupun sempat juga kami para cewek ngomongin soal ini di luar grup. Terus terang, kami sebagai perempuan tidak nyaman ketika fisik perempuan dijadikan sesuatu yang dianggap lucu, lalu dishare di grup, yang di dalamnya ada perempuan juga. Bahkan beberapa teman cowok saat itu juga menyatakan tidak nyaman dengan postingan teman saya tersebut, tapi kami diam. Dan teman saya tersebut tidak berhenti memposting, masih sama, meme dengan foto perempuan seksi lengkap dan tulisan lucu.

Kondisi itu baru berhenti ketika seorang teman saya yang lain, cewek, menegur teman saya tersebut, sesaat setelah dia share foto seperti biasanya. Begini tegurannya,"Mas, minta tolong jangan ngeshare foto-foto yang saru dong, soalnya hape saya sering dilihat anak saya yang masih SD." Mungkin teman saya tersebut merasa tidak enak, dan setelahnya tidak pernah ada lagi postingan foto-foto saru di grup kami.

Memang teman saya tersebut sudah tidak lagi menshare foto perempuan seksi di grup kami. Setelahnya lebih banyak meme lucu, namun tidak ada lagi foto perempuan seksi. Suatu sore saya terkejut melihat seseorang menshare foto saya yang sedang menggendong Juno, dengan caption yang menurut saya sangat tidak sopan. Tidak perlu saya tuliskan di sini captionnya apa, yang jelas sangat tidak sopan. Ternyata yang menshare adalah teman saya yang sebelumnya sering share foto saru itu. Jujur saat itu saya marah. Beberapa teman perempuan men-japri saya, mereka kesal juga dengan ulah teman saya tersebut. Salah satu teman perempuan, bahkan mengingatkan saya, "Hati-hati Mbak, dengan orang ini." Sebagai perempuan saya merasa direndahkan. Menurut saya tidak ada yang aneh dengan fotonya, pakaian yang saya kenakan di foto tersebut juga biasa saja, captionnya saja yang tidak sopan.

Sesaat setelah foto tersebut dishare, grup sepi, tidak ada yang berkomentar, begitu pula saya. Lalu saya mencoba menanyakan, "Mas, maksudnya apa ya, kok share foto saya dengan caption seperti itu?". Beberapa saat kemudian, si Mas ini menjawab, "Aduhhh maaf Mbak, saya salah kirim. Tadinya mau saya kirim ke grup anak-anak buah saya." Dueerrrrr. Si Mas 'mesum' ini ternyata copas display picture (DP) saya di Blackberry Messenger (BBM), lalu bermaksud men-share ke grupnya dengan caption yang mungkin menurutnya lucu tapi sangat tidak sopan menurut saya. Apa yang ada di otak orang ini pikir saya saat itu. Kurang kerjaan banget. Saya sangat marah.

Tak lama, si Mas ini men-japri saya dan minta maaf. Saya tidak membalasnya. Saat itu kejadian tersebut tidak saya ceritakan kepada Papi Juno, walaupun saya marah, tapi saya malas memperpanjang masalah beginian. Beberapa hari setelahnya baru saya ceritakan ke Papi Juno. Benar 'kan, dia marah. Ya iyalah suami mana yang tidak emosi foto istri dan anaknya dishare ke grup dengan caption yang sangat tidak sopan. Saya tidak mau memperpanjang lagi kejadian ini. Masalah saya anggap selesai. Saat ini saya masih berteman baik dengan si Mas tersebut. Namun sudah lama saya tidak gabung lagi dengan grup tersebut.

Saya tak habis pikir, mengapa hingga saat ini masih ada saja cowok yang hobi ngeshare foto cewek sebagai bahan lucu-lucuan di grup. Tidak masalah kalau anggota grupnya cowok semua. Namun jika di grup tersebut ada ceweknya? Apa para cowok tersebut tidak memikirkan bagaimana perasaan para cewek ketika melihatnya. Apakah itu lucu? Menurut saya tidak. Sangat tidak lucu sama sekali. 

Pernah saya menegur dengan halus seorang teman cowok yang ngeshare meme dengan foto cewek bertubuh (maaf) sangat gemuk, lengkap dengan tulisan yang 'dianggap' lucu, tapi menurut saya tidak sama sekali. "Kenapa perempuan selalu menjadi obyek?", begitu saya tegur teman say tersebut, namun tidak ada respon, dan setelahnya masih saja foto-foto cewek bertebaran di grup. Jujur, saya tidak nyaman, mungkin juga teman-teman perempuan lainnya. Tapi saya males berkomentar, karena bisa jadi persepsi orang berbeda, bisa saja mereka akan menganggap saya sensitif, emosian, atau reseh. Lebih baik diam. 

Beberapa hari lalu pun saya sempat agak emosi ketika seorang teman cowok ngeshare di grup, foto saya yang dia foto dari belakang. Well, pertanyaan pertama saya, apa tujuan dia mengambil foto saya dari belakang. Jujur, saya sangat tidak nyaman melihatnya, karena bagian tubuh belakang saya terlihat sangat jelas. Saat itu juga saya langsung menegur dengan halus teman saya tersebut. Untuk memastikan apakah yang saya lakukan benar, saya bertanya kepada beberapa orang, salah satunya Papi Juno. Kata Papi Juno, "Ya, itu tidak etis, sudah benar kamu menegurnya." Saat itu juga foto tersebut langsung dihapus.

Saya yakin apa yang saya rasakan ini pasti juga dirasakan oleh perempuan lain. Menjadikan fisik perempuan sebagai obyek untuk lucu-lucuan itu sangat tidak lucu. Pikirkan perasaan perempuan yang melihatnya. Mungkin sebenarnya maksudnya hanya untuk lucu-lucuan saja, namun bukan tidak mungkin hal itu menyakiti perasaan kaum perempuan. 

Buat para lelaki, ingat ya sebelum menshare foto, meme atau apapun dengan wanita sebagai obyek, pastikan di grup itu tidak ada perempuan. Jangan jadi lelucon yang bias gender. Don't ever hurt women's heart. Women are not objects. Thank you.




Saturday, 21 January 2017

Dear Husband on Our 5th Anniversary



Suamiku, 
Aku yakin kamu pasti tidak lupa. Hari ini, tepat lima tahun lalu. Kebetulan, harinya sama dengan hari ini. Sabtu, 21 Januari 2012, jam 08.00. Pagi itu jantungku berdetak sangat kencang, tenggorokanku tercekat, bibirku bergetar, dan hatiku berkecamuk. Ada berbagai rasa di sini. Bahagia, haru, lega dan takut. 

Aku bahagia. Sangat bahagia. Aku terharu dan lega, karena akhirnya hari itu datang juga. Hari yang kita nantikan. Namun aku juga takut. Kamu tahu apa yang aku takutkan? Aku takut kamu melakukan kesalahan ketika mengucapkan lafal Ijab Qabul. Aku juga takut riasan wajahku berantakan karena air mata. 

Suamiku,
Di dalam ruang rias aku menunggu. Aku mendengar suaramu. Aku mendoakanmu. Ya Tuhan, berikan dia ketenangan dalam mengucapkan lafal Ijab Qabul, jangan sampai dia melakukan kesalahan ketika mengucapkannya. 
Ya Tuhan, lancarkanlah semuanya. Kami telah menunggu cukup lama, biarkan hari ini berjalan dengan baik adanya. Biarkan hari ini menjadi hari kami yang sempurna. Biarkan hari ini menjadi awal kehidupan kami . 

Suamiku,
Di luar sana, di hadapan penghulu, di hadapan Bapak, keluarga dan orang-orang yang kita sayangi, kamu mengucapkannya dengan lantang dan lancar. Tak lama kemudian, terdengar suara hadirin yang mengucap "Sahhhh". Kamu resmi menikahiku. Kamu resmi menjadi suamiku. Aku resmi menjadi istrimu. 

Alhamdulilah. Aku tidak menangis. Kamu tau? Aku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Jangan sampai aku menangis pada hari itu. Dan aku berhasil. Aku sama sekali tidak menangis, walaupun tenggorokan ini sakit sekali karena setengah mati menahannya.

Suamiku,
Itu bukan akhir. Hari itu adalah awal dari semuanya. Berapa tahun kita memperjuangkannya? Tiga tahun. Dan itu bukanlah sebentar. Usia kita tidak lagi muda ketika Tuhan mempertemukan kita (lagi). Untuk seorang perempuan, saat itu aku sudah bisa dibilang 'terlambat' untuk menikah. Aku pernah galau karenanya. Tapi aku tidak pernah menyesalinya. 



Suamiku,
Kurasa kita harus mengucapkan terima kasih kepada pencipta Friendster. Kalau saja tidak ada Friendster, mungkin kita tidak akan bertemu lagi. Aku bahkan lupa pernah menyimpan nomormu di hapeku, mungkin kamu juga. Aku tahu, saat itu aku bukan tipemu. Begitu pula sebaliknya, kamu juga bukan tipeku. Ehmm, jujur aku pernah naksir kamu sih, sedikit. Aku suka mata kamu, sipit dan lesung pipimu. Tapi jangan geer ya, karena aku naksir kamu cuma sedikit saja kok. Lagipula waktu itu 'kan aku punya pacar, hehehe.

Suamiku,
Aku terkejut ketika menerima pesan inbox darimu di Friendster. Ketika kutanya alasannya, kamu bilang karena melihat relationship statusku yang saat itu berubah dari in relationship menjadi single.  Kamu lucu juga ya.
Setelah itu kamu rajin nelpon aku, bahkan kita bisa telponan berjam-jam sampai pagi. Lucu ya kalau ingat itu. Kita bukan abege lagi, namun rasanya saat itu kita kembali ke masa abege. Kita jatuh cinta.

Suamiku, 
Christmas's Eve 2008, it was our first date. Kita nonton di 21 Ambarrukmo Plaza (Amplaz). Aku masih ingat judul filmnya. Quickie ExpressIt wasn't a romantic movie as a first date. Sangat tidak romantis. Masa, kencan pertama kamu ngajak aku nonton film komedi, bukan film drama romantis. Kita berdua tertawa sampai keluar air mata saat menontonnya. Dan setelah itu kita menjadi dekat.

Suamiku,
Seingatku kamu nggak pernah nembak aku. Jangan-jangan waktu itu cuma aku saja yang kegeeran padahal sebenarnya kita hanya friendzone saja ya, hehehe. Ah, sudahlah, itu kan masa lalu. Seingatku ya kita pacaran, 3 tahun lamanya. Memperjuangkan cinta. Beberapa kali kita sempat 'putus', tapi hanya bertahan dalam hitungan hari. Hati kita sama-sama tidak bisa mengingkarinya. 

Suamiku,
Aku memilihmu bukan tanpa alasan. Jangan dikira ya aku tidak laku. Coba saja tanya Ibuku. Tapi aku memang memilihmu. Aku suka kamu yang sederhana. Aku suka kamu yang apa adanya. Aku suka kamu yang tenang.  Kalau kata Mas Ryan D'Masive, ku suka kamu apa adanya. Kusuka kamu begini saja.

Suamiku,
Aku sadar, aku jauh dari sempurna. Cantik? Tidak juga. Mapan? Aku jauh dari itu. Lemah lembut? Sama sekali tidak. Aku tidak pernah menjanjikan apapun untuk mendampingimu. Satu yang pasti, dan kamu pasti tau, aku bukan lah perempuan manja yang menye-menye, aku siap untuk kerja keras denganmu. Itu saja. 


Suamiku,
Menikah ternyata tidak seperti yang kita bayangkan pada waktu pacaran ya. Saat masih pacaran dulu, bayangan kita tentang menikah itu cuma yang indah-indah. Siang malam bisa ketemu. Bisa jalan ke mana saja berdua, tanpa jam malam. Bisa liburan kemana saja berdua. Pokoknya indahlah. 

Setelahnya baru kita sadar, mengapa kisah dongeng Cinderela cuma berakhir sampai pernikahan Cinderela dan Pangeran? Ya karena kehidupan yang sebenarnya setelah menikah itu tidak seindah dongeng.

Suamiku,
Benar kata orang, lima tahun pertama adalah masa-masa tersulit sebuah pernikahan.  Kita belajar untuk saling berkompromi. Kita belajar untuk saling menerima da memahami. Tidak semua yang aku inginkan, kamu menginginkannya. Begitu pula sebaliknya. Apa yang kamu putuskan, belum tentu aku menyukainya. Seringkali kita bertahan dengan ego kita masing-masing. Itu biasa.



Suamiku,
Kita adalah dua orang yang sangat bertolak belakang. Bisa dibilang kita berbeda dalam segala hal. Aku cenderung well planned dan detil. Kamu sebaliknya. Ketika menghadapi suatu masalah, aku cenderung kemrungsung, kamu lebih rileks dan easy going. Aku cerewet. Kamu  lebih tenang dan sabar. Aku cenderung emosional, kamu lebih ngeflow dan woles.  Tidak hanya itu, soal makanan pun selera kita seringkali berbeda. Kesamaannya, kita sama-sama suka lagu-lagunya Coldplay, dan makan ayam geprek. Itu saja. Kita dua orang yang sangat berbeda namun saling melengkapi. Karena itulah kita saling jatuh cinta.

Suamiku,
Pasti tidak mudah hidup bersama perempuan cerewet sepertiku. Tapi kamu harus akui, punya pasangan yang cerewet sepertiku itu menguntungkan. Punya pasangan cerewet sepertiku, kamu jadi punya 'asisten pribadi'. Siapa yang selalu mengingatkanmu untuk ini, untuk itu, supaya begini, supaya begitu kalau bukan istrimu yang cerewet ini? Bukan cuma itu, kamu juga jadi punya fashion consultant gratis. Siapa yang selalu mengomentari penampilanmu, caramu berpakaian, dan potongan rambutmu, kalau bukan istrimu yang cerewet ini? Buktinya, kamu jadi lebih ganteng 'kan dibanding saat masih single dulu? Sudahlah akui saja. Punya istri bawel itu memang menguntungkan, hehehe.



Suamiku,
Lima tahun itu belum seberapa dibandingkan apa yang telah dilalui orang tua kita. Mereka telah hidup puluhan tahun bersama. Banyak sekali yang telah mereka lalui. Bukan hanya kerikil, aku yakin karang terjal pun sering mereka hadapi. See? Mereka tetap kuat dan saling menguatkan hingga saat ini. 

Suamiku,
Kita pernah jatuh. Kita juga bangkit bersama. Kita juga pernah mengalami apa yang namanya titik balik kehidupan. Kita pernah merasakan sejuknya angin pegunungan. Tapi kita juga pernah menghadapi badai. Aku rasa setiap pasangan pasti mengalaminya. Tidak ada yang sempurna. Tidak ada yang mulus. Ingat, tidak ada yang seindah dongeng. 


Suamiku,
Aku sadar, aku bukan istri yang sempurna. Aku bukanlah istri yang bisa setiap hari masak, menyiapkan perlengkapanmu, menyiapkan makan pagimu, dan mengantar jemput Juno ke sekolah. Apalagi istri yang penurut dan lemah lembut. Aku sangat jauh dari itu. Aku juga tidak bisa selalu tampil sempurna dan langsing. Ingat, 9 bulan Juno berada di dalam perutku, mustahil untuk mengembalikan badanku seperti dulu. 

Suamiku,
Kamu juga bukan suami yang sempurna. Kamu masih sering bikin aku jengkel. Tidak ada di dunia ini yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Aku juga tidak pernah mengharapkanmu yang sempurna. Aku juga tidak mengharapkanmu memberiku harta yang melimpah. Kamu pernah bilang, harta itu membuat orang 'buta', tak usah berlebih, yang penting cukup. Sak madyo. Secukupnya saja. Dan untuk itu kita harus kerja keras. Lebih puas hasil keringat sendiri. Itu yang selalu kamu bilang. You're my man. You're always be my man.


Suamiku,
Terima kasih telah menerimaku dan mencintaiku apa adanya dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Terima kasih telah mendampingi perempuan berhati keras ini. Terima kasih telah mendampingi jatuh bangunku. Terima kasih telah mengajariku banyak hal. Bersamamu aku belajar apa itu ikhlas. Aku belajar apa itu tulus. Aku belajar apa itu kesabaran. Aku belajar apa itu sak madyo. 

Terima kasih telah memberiku kesempatan untuk melakukan banyak hal yang aku sukai. Terima kasih telah membebaskanku menjadi diriku sendiri, dan memilih untuk menjadi ibu yang bahagia dengan caraku sendiri. Terima kasih telah mendukungku sepenuhnya.

Suamiku,
Bagi kita, Juno's always be our little wonder. Bocah kecil bermata bulat inilah yang selalu membuat kita takjub. Dialah yang mengubah pribadi kita menjadi pribadi orang tua. Dialah yang selalu membuka mata dan hati kita. Dialah penyemangat kita. Malaikat kecil inilah alasan kita melakukan semuanya. 


Suamiku,
Kita punya banyak impian, salah satunya hidup semeleh di usia 40 an. Fokus pada Juno, nonton konser Coldplay bertiga, dan menghabiskan masa pensiun dengan travelling berdua. Kedengarannya indah sekali ya. 

Sekali lagi, pernikahan tidaklah selalu seindah dongeng. Semuanya pasti mengalami yang namanya angin sejuk, angin kencang, puting beliung, bahkan badai. Tidak hanya kerikil, tapi juga batu karang. Tapi itu kembali ke tujuan kita, kembali ke mimpi kita. Insya Allah kita bisa melaluinya. Lihatlah orang tua kita, mereka puluhan tahun bersama, tetap kuat dan saling menguatkan, saling menerima kekurangan masing-masing. Saling mengimbangi. Kita harus belajar banyak dari mereka.

Suamiku,
Hari ini 5 tahun usia pernikahan kita, terima kasih telah mendampingi perempuan berhati keras ini. Terima kasih telah mendukungku untuk menapaki jalan kecil berbatu untuk maraih mimpi. Terima kasih selalu memberiku kesempatan untuk memilih. Memilih untuk menjadi diriku sendiri. Memilih untuk bahagia dengan caraku sendiri. Memilih untuk tetap menyalakan mimpi. Mimpiku. Mimpimu. Mimpi kita. 


Happy 5th Wedding Anniversary



Bali, 21 Januari 2017
Love you as always, Heny.

Ps: Sorry I'm not there to give you hugs and kisses. I promise, tomorrow we'll celebrate it. I've got something for you. Pls check under our bed , hope you like it :)


Monday, 16 January 2017

Kuliner "Ndelik" Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto Nggeneng


Menu di Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto
Jogja memang surganya kuliner. Saya rasa banyak yang setuju dengan saya soal ini. Banyaknya jenis kuliner dengan cita rasa khas Jogja, dan harga yang relatif murah, membuat Jogja menjadi tempat favorit bagi para 'pemburu' kuliner. Tak heran saat ini semakin banyak warung makan yang lokasinya 'tersembunyi', namun karena unik dan rasanya lezat, tetap diburu oleh para pecinta kuliner.

Pada postingan kali ini saya akan mengulas salah satunya, kuliner unik di Jogja yang lokasinya 'tersembunyi' atau dalam Bahasa Jawa ndelik, yaitu Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto. Bagi yang asli Jogja atau pernah tinggal di Jogja pasti sudah tidak asing dengan warung makan ini, karena warung ini sangat populer dan legendaris. Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto berada di Dusun Nggeneng Panggungharjo Sewon Bantul Yogyakarta, atau tepatnya sekitar 0.5 km di sebelah selatan Kampus ISI (Institut Seni Indonesia), yang terletak di Jalan Parangtritis Km 7.

Mangut Lele yang legendaris itu
Saya coba googling dengan kata kunci "Mangut Lele Mbah Marto", sudah banyak sekali ulasannya. Sebenarnya saya kurang tertarik untuk memposting tempat makan yang populer, karena pasti sudah banyak alasannya. Namun karena menurut saya warung ini unik, saya akan menulisnya di postingan saya kali ini. 

Saya pernah sekali (atau mungkin 2 kali) datang ke warung makan ini, sekitar 8 tahun lalu, saat saya masih bekerja di sebuah perusahaan swasta di daerah Jogja Selatan. Seingat saya waktu itu saya kesana dengan seorang teman kantor. Tapi saat itu kami tidak makan di sana, tapi dibungkus lalu dimakan di kantor saat makan siang. Saya ingat, warungnya ndelik atau tersembunyi, masuk ke gang-gang kecil. Walaupun lokasinya ndelik, uniknya warung tersebut sangat ramai pengunjung. 

Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto, Dusun Nggeneng Sewon Bantul
Tidak seperti warung makan lainnya, warung makan ini 'hanya' berupa rumah kampung biasa, tidak terlalu besar, dan pengunjung makan di sana seakan-akan merasa sedang makan di rumah sendiri, so homy. Uniknya lagi, pengunjung dapat memilih dan mengambil sendiri makanannya di pawon (dapur) yang merupakan tempat makanan tersebut diolah. Makanan yang dijual di warung tersebut, semuanya dimasak secara tradisional menggunakan tungku kayu, sehingga jangan kaget ya kalau masuk ke pawon, mata kita jadi terasa 'pedih' karena terkena asap dari tungku. Itu yang saya ingat, 8 tahun lalu.

Hari Minggu pagi kemarin (16/1), seperti biasa kami bertiga bersepeda santai. Sekitar jam 07.15 kami berangkat dari rumah, saat itu masih gerimis rintik-rintik. Tidak ada rencana mau kemana, hanya bersepeda saja. Seperti biasa sepanjang jalan Juno mengomentari setiap hal yang menarik menurut dia, seperti sungai dan jembatan. Dia senang sekali melihat sungai dan jembatan. Sebelum tiba di Kasongan, hujan sempat agak deras dan kami berteduh sekitar 15 menit. Setelah reda kami melanjutkan bersepeda. Tiba di daerah Kasongan, saya punya ide untuk ke Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto. Saya pikir, kalau dari Kasongan 'kan tidak begitu jauh. Papi Juno setuju. 

Dari perempatan Kasongan, kami ke timur melewati jalan perkampungan yang tidak begitu besar dan tidak ramai. Tiba di jembatan Kali Putih, kami belok kiri menuju kampus ISI. Karena santai, sekitar jam 09.00 kami tiba di depan Kampus ISI.  Tujuannya adalah ke Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto. Saya lupa-lupa ingat jalannya, tapi saya ingat warung tersebut berada di sebelah selatan Kampus ISI, dan masuk melalui sebuah gang kecil.

Masuk gang kecil, ndelik
Supaya tidak salah jalan, kami bertanya pada seorang bapak yang sedang berdiri di pinggir jalan. Gang yang dimaksud berada di seberang Kantor Pos Sewon, di utara Rumah Makan Numani yang terletak di Jalan Parantritis Km.7. Dari gang tersebut masuk sekitar 100 meter, ada Masjid dan makam. Tiba di dekat Masjid, saya kembali bertanya pada bapak-bapak yang berada di situ. Kata bapak tersebut, dari Masjid, belok kiri sekitar 50 meter, lalu belok kanan sekitar 50 meter, sampai di situ sudah ada petunjuknya. Sebenarnya cukup simpel ya, namun ternyata kami harus berputar 2 kali untuk menemukannya. Akhirnya sampai juga kami di Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto. Such a hidden place, alias  benar-benar ndelik.

Ini pawonnya
Jam 09.30 kami tiba di sana, masih sepi, hanya terlihat mas pedagang kerupuk sedang mengantar kerupuk di sana. "Mas, warunge sampuk bikak dereng njih?" (Mas, warungnya sudah buka belum ya), tanya saya kepada si Mas penjual kerupuk. "Nggih buka'e ngeten niki Mbak, langsung mlebet pawon mawon, liwat mriku," (Ya bukanya seperti ini Mbak, langsung masuk ke dapur saja lewat jalan itu), jawab si Mas. "Oww nggih matur nuwun", (Oww ya, terima kasih), kata saya. 

Tungku kayu untuk memasak
Saya masuk ke pawon melalui pintu di samping 'warung' tesebut. Jalan masuknya tampak becek karena habis hujan. Saya masuk, terlihat sebuah dapur yang 'khas', yang mengingatkan saya pada dapur di rumah almarhum simbah saya dulu, dapurnya seperti ini. Ada beberapa tungku kayu, dan amben atau balai-balai bambu untuk meletakkan bumbu-bumbu dan panci-panci masakan yang sudah masak. Dinding batu bata di sekelilingnya tampak menghitam terkena asap tungku. Mirip sekali dengan dapur di rumah Simbah saya dulu.

Siap untuk dicicipi, tinggal pilih mau yang mana
Begitu masuk, mata saya terasa pedih, terkena asap tungku. Terlihat seorang nenek duduk di sebuah kursi di dekat pintu dan seorang ibu berusia 40an sedang sibuk menata masakan yang sudah masak di atas amben. "Kulo nuwun, Mbah, sampun bikak dereng nggih?" (Permisi Mbah, sudah buka belum ya?), kata saya. Si Mbah menjawab,"Sampun" (sudah). Ibu yang lain menjawab, "Tunggu sebentar Mbak, saya tata dulu ya, duduk dulu di depan." Saya kembali ke halaman depan dan menunggu di sana. Tak lama datang 1 keluarga terdiri dari 4 orang, dari pakaiannya terlihat mereka baru saja dari olah raga. Kami menunggu sekitar 10 menit, kemudian dipersilahkan untuk mengambil sendiri di pawon.

Kami masuk ke pawon untuk memilih dan mengambil menu sesuai yang kami inginkan. Sebenarnya ada banyak menu yang disediakan, ada opor ayam, telur, tahu, tempe, gudeg, sayur krecek pedas, garang asem (daging ayam dan ati ampela), dan menu andalannya adalah Mangut Lele. Tujuan kami ke sini memang ingin mencicipi mangut lele yang legendaris itu. Mangut lele Mbah Marto unik, karena lelenya tidak dibakar tapi di asapi terlebih dulu sebelum dimasak dengan bumbu mangut. Hemmm, semuanya tampak menggoda.

Semuanya tampak enak
Karena memang ingin mencicipi mangut lelenya, kami mengambil nasi, gudeg daun pepaya, sayur krecek pedas, 3 mangut lele, 1 telur opor untuk Juno dan membawanya ke depan untuk dimakan di atas sebuah balai-balai bambu. Gudeg daun pepayanya terasa agak pahit menurut Papi Juno, tapi menurut saya pas. Sayur krecek pedasnya maknyus. Dan mangut lelenya mantap sekali pedasnya. Bagi kami penyuka makanan pedas, mangut lelenya nikmat banget, apalagi dimakan dengan kerupuk, komplit deh. 

Untuk minumnya kami pesan teh panas dan mengambil 2 botol frestea dingin yang berada di kotak pendingin di dekat kami. Ketika sedang menikmati makanan kami, simbah yang tadi duduk di dekat pintu pawon datang menyapa kami. Ternyata simbah ini  adalah Mbah Marto yang legendaris itu. Beliau bercerita sudah 20 tahun lebih menggeluti usaha kuliner mangut lele ini. Dan saat ini usianya adalah 94 tahun. Wowww, kami tercengang. Mbah Marto terlihat masih bugar di usianya sekarang. Amazing.

Sepiring nasi, sayur krecek pedas dan mangut lele
Sambil makan, saya ngobrol dengan Papi Juno. Kami mengamati ruangan tempat kami berada. Di dinding ruangan tersebut tampak beberapa foto. Tampak beberapa artis, pejabat dan 'orang terkenal' berfoto bersama Mbah Marto ketika mereka mengunjungi warung ini. Keren banget ya simbah satu ini.








Mbah Marto, 94 tahun
Sekitar 1 jam kami di sana. Saya beranjak ke pawon lagi untuk membayar. Saya menemui ibu yang sibuk di dapur tadi dan menyebutkan makanan saya, nasi sayur krecek, gudeg, 1 telur opor, 3 mangut lele, 5 kerupuk, 1 teh panas, 2 botol frestea dingin, totalnya 80 ribu. Jadi 1 porsi nasi, sayur dan mangut lele dihitung sekitar 20 ribuan, selebihnya minuman dan kerupuk.
Sekitar jam 10.30 kami pamit kepada Mbah Marto dan melanjutkan perjalanan pulang. Cukup jauh kami bersepeda, berangkatnya tadi terasa santai, pulangnya karena kenyang malah terasa ngos-ngosan, hehehe. Tapi capeknya sudah terbayar dengan mampir ke Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto yang legendaris, ditambah pemandangan indah dan udara segar sepanjang perjalanan.



Penasaran kan? Daripada penasaran, silahkan datang langsung ke sana, karena akan lebih nikmat jika disantap di sana, mencicipi kuliner khas Jogja di tempat yang ndelik dan unik. Gudeg Pawon dan Mangut Lele Mbah Marto, Dusun Nggeneng, Panggungharjo Sewon Bantul, atau sekitar 0.5 km selatan kampus ISI, buka dari jam 09.00 sampai sore. Salam kuliner.