expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Monday, 26 December 2016

Juno Mau Jadi Apa?

Saya jadi ingat salah satu lagu yang dinyanyikan boneka susan jaman saya kecil dulu. Begini lagunya: "Susan, Susan, Susan...besok gede mau jadi apa? Aku kepengin pinter, biar jadi dokter." Ketahuan banget ya saya lahirnya di era tahun berapa, hehehe. Kalau anak sekarang pasti ngga tau yang namanya boneka susan. Boneka Susan adalah boneka yang populer di akhir tahun 80an hingga awal 90an. Boneka kecil yang bawel dan pintar menyanyi, yang selalu dibawa pemiliknya kemana saja, yaitu Kak Ria Enes. By the way, apa kabarnya ya Kak Ria Enes dan boneka Susan sekarang ya?

Dulu waktu masih kecil, pertanyaan yang sering ditanyakan kepada Susan tersebut juga sering ditanyakan kepada saya, dan pasti juga kepada anak-anak lainnya. Kalau sudah besar nanti kamu pengin jadi apa? Begitu kira-kira pertanyaan dari orang tua atau orang dewasa lainnya kepada kami yang saat itu masih kecil. Biasanya sih kalau kalau ditanya begitu, saya (dan anak-anak lain) pasti akan menjawab profesi-profesi yang populer, seperti dokter, guru, insinyur, ABRI (sekarang TNI), pilot dan lain-lain, pokoknya profesi-profesi idaman anak kecil waktu dulu lah. Lalu waktu itu jawaban saya apa ya? Sudah jelas, dokter lah, hehehe. Siapa sih yang nggak ingin jadi dokter? Pekerjaan yang menurut saya, dan pasti juga menurut anak-anak lain waktu itu, keren banget pakai baju putih, bisa ngobatin orang sakit dan identik dengan kecerdasan, mungkin begitu kira-kira alasan kami waktu itu ketika ditanya alasan ingin menjadi dokter.

Waktu berlalu. Tapi saya masih ingat betul pertanyaan dan jawaban saya waktu itu. Dan sekarang, apakah saya beneran menjadi seorang dokter? Ternyata tidak. Jalan hidup membawa saya hingga akhirnya saya menjadi seorang PNS, profesi yang tidak pernah saya bayangkan sewaktu kecil dulu. I'm happy being I'm now. Bukankah setiap orang punya garis hidup masing-masing, dan Tuhan menggariskan saya untuk mengabdi kepada negeri ini melalui jalan sebagai seorang PNS. Eaaaaa...lebay banget deh saya. Tapi serius lho ini, walaupun impian saya waktu kecil menjadi seorang dokter tidak dapat tercapai, it's ok. Semua profesi itu baik, tergantung bagaimana kita menjalankannnya saja, betul begitu kan?

Kembali ke pertanyaan di lagu Susan tadi. Apakah saya juga menanyakannya kepada Juno? Ya, tentu saja. Beberapa kali saya menanyakan kepada Juno. Tapi pertanyaannya agak sedikit saya ubah. "Juno mau jadi dokter?" begitu pertanyaan saya. Kok jadi terkesan mengintimidasi ya, hehehe. Bukan Juno namanya kalau dia setuju dengan pertanyaan saya. Begini kata Juno "Nggak, Juno nggak mau jadi dokter." "Lalu mau jadi apa Juno?", tanya saya lagi. "Juno mau jadi sopir pesawat helikopter". Sayapun terkekeh. 

Ya, anak sekarang beda dengan anak jaman dulu. Anak sekarang makin cerdas dan mempunyai pilihan sendiri. Juno baru berusia 3 tahun 4 bulan, dari hal-hal kecil seperti baju, sepatu atau topi yang akan dipakai saja, dia sudah bisa memilih mana yang dia sukai. Dan hal itu kadang bikin saya senewen, karena baju dan sepatu yang saya beli untuk dia seringkali dia tidak mau memakainya. Jadi ketika saya tanya 'Juno mau jadi apa?', walaupun dia belum paham betul, namun dia sadar kalau dia punya pilihan.

Apalagi jaman sekarang, profesi nggak hanya banyak, tapi buanyak banget, mau yang di social field atau science field, banyak banget pilihannya, banyak yang unik dan keren, yang jaman saya kecil dulu belum ada. Dan adanya pergeseran nilai, juga mempengaruhi perkembangan berbagai profesi, misalnya saja chef, dulu jarang banget kan anak muda mau serius sekolah culinary untuk menjadi chef profesional. Tapi begitu sekarang muncul banyak celebrity chef seperti Farah Quinn atau Chef Juna, profesi ini menjadi populer dan banyak diminati. Dan bahkan di hotel berbintang atau resto ternama, seorang professional chef bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Saya jadi teringat, beberapa hari lalu saya berdiskusi dengan seorang pejabat di Jogja, sebut saja Bapak S. Beliau memiliki 1 putra dan 1 putri, putranya saat ini sekolah pilot di Filipina dan yang putri sedang sekolah professional chef di Singapura. Dan tahun depan putranya akan menyelesaikan pendidikannya. Beliau membebaskan putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikan sesuai minatnya, dan apapun pilihan putra-putrinya, beliau akan memberikan dukungan sepenuhnya, asalkan si anak berkomitmen. Lain lagi dengan Bapak P yang saya kenal di sebuah seminar. Beliau juga seorang pejabat di Jogja, pernah bercerita kepada saya bahwa dari ketiga anaknya, tidak ada yang mengikuti jejaknya sebagai birokrat, dan salah satu putrinya saat ini berprofesi sebagai seorang professional MUA (Make up Artist). Dan beliau senang sekali dengan profesi putrinya tersebut. Komentar saya hanya satu, woww. Sangat menginspirasi.

Tentu saja kami, saya dan papinya, seperti halnya orang tua yang lain, memiliki harapan terhadap anaknya, pendidikan yang bagus, dan kelak mempunyai pekerjaan yang bagus, begitu kira-kira. Namun, bukan berarti apa yang tidak bisa kita raih dulu lalu dipaksakan kepada anak, dan anak yang harus mencapainya. Sempat juga saya punya pikiran seperti itu, pokoknya nanti Juno harus sekolah di sini, lalu di sini, terus di sana. Hehehe, emang mudah? Minat dan kemampuan anak 'kan belum tentu sesuai dengan harapan orang tua. Tapi banyak juga kok saya lihat anak-anak yang bisa 'sepemikiran' dengan orang tuanya, artinya keinginan si anak bisa sama dengan keinginan orang tuanya. Hemm, piye carane ben iso ngono? hehehe... Kayaknya kami, saya dan papi Juno harus banyak belajar lagi. Membuka mata selebar-lebarnya dan membuka pikiran seluas-luasnya. Yang jelas anak sekarang beda banget dengan jaman saya dulu. Mereka punya banyak pilihan, tidak hanya banyak, tapi buanyak banget.

Saat menulis ini, Juno sedang tertidur di samping saya. Sambil memandangi wajahnya yang tertidur pulas, saya bilang ke Papi Juno, 'Juno kok udah gede banget sih Pi, cepet banget'. Don't grow up too fast, son. Jangan tumbuh terlalu cepat, Nak, supaya kami punya cukup waktu untuk belajar menjadi orang tua yang terbaik untukmu. 




Gumuk Pasir Barchan. Pantai Cemara Sewu dan Kuliner Bahari Pantai Depok

Libur 'tlah tiba...libur 'tlah tiba, hore hore hore...begitu kira-kira lagu yang paling sering dinyanyikan oleh hampir semua orang saat ini, nggak cuma oleh anak-anak sekolah,tapi juga mahasiswa dan karyawan. Ya, musim liburan sudah datang, liburan sekolah, long weekend, dan musim cuti juga nih kayaknya bagi yang sudah pada kerja. Apakah saya cuti juga? Saya sendiri kali ini nggak ambil cuti, karena memang tidak ada rencana mau ke luar kota, dan tidak ada yang mendesak juga. Lain kali aja cutinya dipakai kalau ada hal yang penting banget, begitu juga Papi Juno, kali ini tidak ambil cuti.
Sejak hari Sabtu Juno minta jalan-jalan ke pantai, akhirnya hari Minggu kemarin kami memutuskan untuk mengajak Juno ke pantai, yang masih berada di seputaran Jogja saja. Tujuan pertama kami adalah Gumuk Pasir Barchan yang berada di wilayah pantai Depok. Sudah lama sebetulnya saya ingin ke sana, namun waktunya saja yang belum ada. Tak lupa saya mengajak Ibu juga. Jam 09.00 pagi kami berangkat, langsung menuju ke Pantai Depok, jalan Parangtritis ke selatan terus, sebelum pintu masuk Pantai Parangtritis, belok kanan arah ke Pantai Depok. Sudah lama sekali saya tidak ke Pantai Depok. Terakhir kesini tahun 2009, saat merayakan ulang tahun saya bersama teman-teman kantor saya sebelumnya, Infiniti, aihhh saya jadi kangen mereka semua.

Gumuk Pasir Barchan

mau foto di sini silahkan
Tiba di pintu masuk obyek wisata Pantai Depok sekitar jam 10.00. Untuk masuk ke Pantai Depok, pengunjung dikenai tiket masuk 5 ribu/orang. Sebenarnya kami ingin mengunjungi Museum Gumuk Pasir atau Laboratorium Geospasial pesisir Pantai Parangtritis, yang lokasinya tidak jauh dari pintu masuk obyek wisata Pantai Depok, namun sampai di sana kok sepi banget ya. Setelah saya cek di websitenya ternyata museum buka hari Senin s/d Sabtu, jadi Minggu tutup...pantesan sepi.

Untuk menuju lokasi Gumuk Pasir, dari pintu masuk obyek wisata Pantai Depok terus saja hingga pertigaan, belok kiri, ikuti saja jalan itu kira-kira 1 km, kiri jalan akan terlihat papan bertuliskan "Gumuk Pasir Barchan". Saat kami tiba di sana, pengunjung belum begitu ramai. Walaupun cukup panas, tapi di sana anginnya sejuk. Jadi kalau ke sana jangan lupa bawa topi atau payung, dan sunblock, supaya kulit tidak terbakar matahari. Alternatifnya untuk menghindari panas, datang ke sana pagi banget, jam 5 atau 6 pagi gitu atau sore hari sekalian, sekalian menikmati sunset. Kalau dari Pantai Parangtritis atau Pantai Depok, pengunjung bisa menyewa andong (kereta kuda) untuk menuju ke lokasi Gumuk Pasir Barchan. Oiya, di Gumuk Pasir Barchan pengunjung tidak dikenai tiket masuk, cukup membayar parkir saja, mobil 10 ribu, motor 2 ribu (kalau tidak salah).

Gumuk Pasir Barchan merupakan salah satu tempat yang cukup populer di Jogja untuk hunting foto,lokasi shooting dan foto pre wedding. Kemarin selama kami di sana sudah ada 2 pasangan yang melakukan foto pre wedding. Selain foto-foto dan selfie, pengunjung yang hobi melakukan aktivitas yang memacu adrenalin bisa juga menyewa papan sandboarding untuk meluncur di atas pasir. Tapi kemarin waktu kami di sana, hanya beberapa pengunjung saja yang mencoba sandboarding. Untuk menyewa papan sandboarding, pengunjung dikenai biaya 70 ribu/papan dengan didampingi oleh seorang pemandu.


helooo om & tante, kata Juno
Gumuk pasir ini merupakan salah satu dari beberapa gumuk pasir yang ada di Asia Tenggara, terkenal dengan sebutan gumuk pasir Parangkusumo, sedangkan Barchan adalah jenis gumuk pasirnya. Gumuk pasir merupakan salah satu bentang alam yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh angin, merupakan tumbukan pasir dalam jumlah besar.(sumber: http://travel.kompas.com/read/2016/10/24/150800327/gumuk.pasir.barchan.dan.parangkusumo.apa.bedanya.


Buat foto pre wedding oke juga lohh
Setelah puas berkeliling dan foto-foto, kami istirahat sejenak di bangku kayu yang ada di sebelah timur tempat tersebut sambil menikmati minuman yang saya beli pada seorang Ibu yang berjualan di sana. Sayangnya di Gumuk Pasir Barchan belum ada toilet bersihnya, hanya ada toilet sederhana dengan dinding kayu/triplek.
Keluar dari lokasi Gumuk Pasir Barchan, tujuan selanjutnya adalah pantai yang letaknya sangat dekat dengan Gumuk Pasir Barchan, yaitu Pantai Cemara Sewu, hanya sekitar 300 meter dari gumuk pasir.

Pantai Cemara Sewu

Pantai ini lokasinya sangat dekat dengan lokasi gumuk pasir. Dari namanya saja sudah ketahuan, pasti di sana banyak pohon cemara. Ya benar sekali, mirip dengan Pantai Kwaru atau Pantai Goa Cemara yang masih sederetan dengan Pantai Parangtritis dan Pantai Depok. Untuk masuk ke lokasi Pantai Cemara Sewu, pengunjung tidak dikenai tiket masuk, cukup membayar parkir, untuk mobil 10 ribu, motor 2 ribu.

Di pantai ini banyak sekali pohon cemara udang, ribuan mungkin jumlahnya, sehingga pantai ini dinamakan Pantai Cemara Sewu. Sampai di sana, sekitar jam 11an pengunjung lumayan ramai. Namun karena ombaknya yang cukup besar, pengunjung dilarang untuk turun ke air, apalagi mandi. Selain foto-foto, pengunjung juga bisa menikmati pemandangan dengan duduk-duduk di bawah pohon cemara yang sejuk atau naik ke 'menara bambu' yang ada di sana. 

Kami pun menaiki menara ini dan beristirahat di atasnya sambil menikmati pemandangan dari atas. Menurut saya pantai ini cukup bersih dari sampah, mungkin karena masih tergolong baru, jadi pengunjungnya juga belum begitu ramai sekali. Lagi-lagi kami melihat pasangan yang sedang melakukan foto pre wedding di tempat ini, hehehe.



sudah dilarang  masih pada turun ke air juga





Juno di atas menara bambu

Kuliner Bahari Pantai Depok

Puas melihat pemandangan pantai, kami menuju tempat tujuan yang terakhir, yaitu kuliner di Pantai Depok, yang sangat dekat dengan lokasi Pantai Cemara Sewu. Sekitar jam 12.30 kami tiba di lokasi kuliner Pantai Depok, pengunjung sangat ramai. Beberapa tahun saya tidak ke sini ternyata perkembangan wisata kuliner di sini sangat pesat. Seingat saya dulu warung makan tidak sebanyak ini, sekarang tidak hanya banyak, tapi buanyakkk banget, puluhan atau mungkin ratusan lah kira-kira.

sumber: visitingjogja.com
Memang kami ke sini sengaja hanya untuk makan siang saja, jadi tidak turun ke pantainya. Dari pagi saya dan Papi Juno memang sengaja tidak sarapan karena memang sudah berencana makan di sini, hehehe. Setelah berkeliling, akhirnya kami memilih sebuah warung makan yang terletak di tengah-tengah,namanya Warung Bu Darjo. Kami memesan 1 porsi kerang hijau, 1 porsi udang goreng tepung dan ca kangkung, plus nasi dan minum. Sebenarnya saya ingin sekali makan ikan cakalang bakar, namun kata penjualnya, ikan cakalang nya, baru agak sulit, kalaupun ada harganya mahal. Sekitar 30 menit kami menunggu pesanan kami datang. Taraaa...pesanan kami datang. Dan setelah dicoba ternyata masakannya enak juga. Selesai makan, saya membayar pesanan kami dan totalnya 126 ribu, kira-kira harga segitu mahal, murah atau pas? Menurut saya sih agak kemahalan ya, karena di nota tertera nasi dan lalapan dihitung 30 ribu, tapi nggak papa lah, sesekali ini. 

menu ini 126 ribu, mahal atau murah?
Sekitar 1 jam kami di sana sekalian istirahat, dan saatnya untuk pulang, karena Juno sudah keliatan capek. Oiya tiket parkir di Pantai Depok 7 ribu untuk mobil dan 2 ribu untuk motor. Tepat jam 13.30 kami keluar dari obyek wisata Pantai Depok menuju pulang. Juno hepi sekali hari ini karena kami sudah mengajaknya ke pantai, sepanjang jalan dia bernyanyi. Mau tau lagu favorit Juno apa? Karena saya sering mendengarkan dan menyanyikan One Call Away nya Charlie Puth, maka lagu inipun saat jadi lagu kesukaan Juno, bahkan dia menyebutnya 'lagu Juno'. I'm only one call away, I'll be there to save the day...Superman got nothing on me, I'm only one call away...

Happy holiday.






Tuesday, 20 December 2016

Gembira Loka Zoo Jogja,Tempat 'Momong' Andalan

Saya masih ingat pertama kali berkunjung ke Kebun Binatang Gembira Loka atau yang sekarang dikenal sebagai Gembira Loka Zoo (GL Zoo), adalah ketika saya duduk di kelas 6 SD, dan itu merupakan kali pertama dan terakhir saya berkunjung ke GL Zoo di saat saya masih 'single' atau belum berkeluarga. Entah mengapa bagi saya yang saat itu masih anak-anak, kebun binatang bukanlah tempat yang menarik, cuma gitu-gitu aja, nonton binatang, syukur-syukur pas lagi ada tontonan panggung hiburan anak-anak, dangdut atau apa gitu,kalau udah muter ya udah terus pulang. Itu jaman kecil saya dulu. Bagaimana dengan GL Zoo yang sekarang? Tentu saja beda dong dengan jaman saya dulu.


Setelah terakhir ke sana waktu kelas 6 SD, setelahnya selama bertahun-tahun saya tidak 'menengok' GL Zoo, hingga akhirnya setelah berkeluarga dan ada Juno, kami, saya dan papi Juno mengajak Juno jalan-jalan ke GL Zoo. Pertama kali kami mengajak Juno ke GL Zoo adalah ketika Juno berusia 1.5 tahun. Ketika itu Juno kami ajak berkeliling dengan dinaikkan stroller atau kereta dorong, supaya kami tidak capek menggendong kalau tiba-tiba dia minta digendong. Saat itu sepertinya Juno belum begitu tertarik dengan binatang-binatang yang ada di sana. 


Kapal untuk mengelilingi danau
Saat Juno berusia 2 tahun, kami mengajaknya ke sana lagi. Sayang sekali,ketika sedang berkeliling hujan turun, sehingga acara berantakan, belum semuanya dilihat,Juno sudah minta pulang karena hujan tidak juga reda. 

Setelah Juno berusia 3 tahun, kami memutuskan untuk mengajak Juno ke GL Zoo lagi. Kebetulan kuliah semester ini sudah selesai, jadi saya punya cukup waktu luang untuk mengajak Juno jalan-jalan. Dan Juno pun sangat excited ketika beberapa hari sebelumnya kami bilang akan mengajaknya jalan-jalan ke kebun binatang. Sebenarnya bukan tanpa alasan Juno begitu bersemangat untuk kami ajak ke kebun binatang. Sudah beberapa minggu ini Juno suka sekali menonton video di Youtube, anak kecil asal Singapore, seusia Juno, yang di salah satu episodenya dia sedang jalan-jalan di kebun binatang. Dan hampir setiap hari Juno minta nonton video tersebut. Menurut saya video yang ini lebih edukatif daripada video Ryan's Toys Review yang isinya cuma anak kecil dengan segudang mainan, hehehe.

Orang Utan 
Hari Sabtu kemarin (17/12), kami bertiga mengunjungi GL Zoo untuk yang ketiga kalinya. Harga tiket masuk 30 ribu/orang. Melewati pintu masuk, Juno sudah hepi sekali. Tandanya jika dia suka dengan suatu tempat adalah dia mau jalan sendiri, tidak minta digendong. Biasanya ketika dia merasa tidak nyaman atau tidak suka dengan suatu tempat, dia akan minta digendong. Sipp, berarti kali ini he's in a good mood. Dia sangat excited melewati sungai dan jembatan. Yup, Juno selalu tertarik dengan sungai dan jembatan, everywhere, termasuk sungai dan jembatan yang ada di GL Zoo. Begitu juga ketika melihat danau dan kapal atau boat yang ada di sana, bibir mungilnya tak henti-hentinya bertanya 'mami,itu apa?' atau 'papi itu buat apa'.

Binatang yang pertama kali kami lihat adalah gajah. Tampaknya Juno kurang tertarik dengan binatang besar tersebut, dia melewatinya, begitu pula dengan orang utan atau simpanse. Sudah bisa ditebak, binatang apa yang paling membuatnya tertarik.Ya, ikan. He loves fishes very much. Cukup lama kami berada di aquarium untuk melihat ikan-ikan di sana. Koleksi ikannya lengkap sekali, dari ikan kecil hingga ikan yang sangat besar ada di sana.Setelah cukup puas melihat ikan, Juno mengajak melihat reptil, yaitu buaya dan segala macam reptil, seperti berbagai jenis katak, dan ular. Hemmm, saya paling males ke bagian ini sebetulnya, tapi Juno pengin sekali melihat ular, berkali-kali dia bilang 'ayo lihat ular, mami'. Cukup lama kami berada di kandang ular,karena Juno sangat tertarik, hadehhh...padahal emaknya males banget lihat ular. 


Pengunjung dapat berfoto dengan ular
Setelah puas melihat ular, selanjutnya kami melihat burung-burung berukuran
sedang semacam elang. Setelah itu kami melanjutnya perjalanan melihat binatang-binatang mamalia seperti kijang, rusa, dan onta. Beberapa kali kami menawarinya untuk naik kereta, namun dia menolak. Padahal emaknya sudah berharap, gempor bo'. Setelah itu kami turun melewati kandang monyet, dan tiba di panggung atraksi hewan. Sampai di sana atraksi pada bagian terakhir yaitu orang utan. Namun karena kata petugasnya, orang utan merupakan hewan yang dilindungi tingkat I, maka si orang utan yang diberi nama Desi itu tidak diminta untuk beratraksi, cuma ditunjukkan ke pengunjung saja, supaya pengunjung peduli pada konservasi orang utan. 
Selesai atraksi kami memutuskan untuk tinggal dan menunggu atraksi sesi berikutnya. Oiya atraksi hewan main setiap 1 jam. Setelah menunggu sekitar 30 menit, sambil istirahat dan nyuapin Juno,kami menonton atraksi sesi berikutnya di tempat yang telah disediakan. Supaya lebih jelas, kami memilih tempat duduk yang berada tepat di depan panggung. Pertunjukan selama kurang lebih 30 menit tersebut menampilkan marmut, lingsang dan beruang madu yang menunjukkan keterampilannya, tentu saja bersama pelatihnya masing-masing. Lucu dan sangat menghibur. Oiya untuk menonton atraksi hewan pengunjung tidak dikenakan tiket, cukup memberikan tip seikhlasnya di kotak tip. Setelah atraksi pengunjung juga dapat berfoto dengan Si Desi.
Panggung atraksi aneka satwa

Setelah menonton atraksi, rencananya kami mau pulang. Namun ternyata Juno minta naik kapal, oke akhirnya kami naik kapal. Tiket naik kapal 10 ribu/orang, untuk 1 kali putaran mengelilingi danau. Setelah naik kapal, ternyata Juno belum mau pulang, malah minta lihat ular dan ikan lagi. Hadehhh...Akhirnya kamipun kembali ke tempat aquarium untuk melihat ikan lagi. Sekitar 1 jam kami berada di aquarium, karena Juno tidak juga mau beranjak. Juno senang sekali berada di aquarium. Setelah melihat ikan untuk yang kedua kalinya, Juno mengajak masuk melihat ular (lagi). Sekitar 1 jam kami berada di wahana reptil untuk yang kedua kalinya.


Pengunjung dapat berfoto dengan Orang Utan
Wait wait, ternyata tadi waktu berkeliling yang pertama, ada yang terlewat, yaitu kandang harimau dan bird park. Akhirnya kami melihat harimau dan dilanjutkan masuk ke bird park. Koleksi burungnya cukup lengkap lho, dari yang kecil hingga yang besar. Setelah puas belihat koleksi burung, kami melanjutnya perjalanan dan melewati taman dan beberapa kandang termasuk si Jack pinguin, burung onta dan menyeberangi danau dengan menaiki 'getek'. Untuk menaiki 'getek', pengunjung dikenakan tiket, tapi cukup memberi tip seikhlasnya.


Naik kapal mengelilingi danau
Keluar dari getek, hujan mulai rintik-rintik dan setelah jembatan hujan semakin deras. Setelah sempat berteduh sekitar 15 menit, karena tidak membawa payung, kamipun menyewa payung GL Zoo yang dibawa oleh seorang petugas. Hujan sangat deras, Alhamdulilah...kami sudah selesai berkeliling, bahkan sampai 2 kali. 




Gempor donggg...Iyalah pasti, tapi puas banget rasanya bisa menemani Juno kali ini berkeliling di GL Zoo, bahkan sampai 2 kali. Menurut saya pribadi, GL Zoo yang sekarang beda banget dengan GL Zoo jaman saya dulu. Selain koleksinya lebih lengkap, bahkan sekarang ada penguin dan onta juga, lebih bersih dan tertata, petugas dan pelatihnya pun lebih profesional. Namun sepertinya ada hewan yang tidak ada ya, yaitu singa dan kudanil. Atau saya yang terlewat? Yang jelas GL Zoo masih jadi andalan para orang tua sebagai tempat 'momong' yang edukatif di Jogja. Monggo, terutama yang dari luar Jogja, kalau pas lagi di Jogja, sempatkanlah untuk jalan-jalan di GL Zoo.



Monday, 19 December 2016

Jalan-Jalan Seru ke Tebing Breksi dan Candi Ijo

Beberapa kali saat sedang mengamati newsfeed facebook, saya melihat foto-foto pemandangan yang 'tidak biasa', berupa deretan tebing batu yang tinggi menjulang. Sayapun penasaran dan mencoba mencari tau dengan googling. Hemmm...ini tho yang namanya Tebing Breksi, obyek wisata yang lagi ngehits itu, patut dikunjungi nih pikir saya. Hari Minggu kemarin sebenarnya saya tidak berniat untuk ke sana, mengingat rutenya yang cukup ekstrim, kalau saya baca-baca di artikel online. Ditambah kemarin Papi Juno tidak bisa ikut karena ada kerjaan, jadi harus berfikir ulang jika tetap 'nekat' berangkat ke sana dengan mengendarai mobil sendiri. 


Sunmor Stadion Sultan Agung
Hari Minggu pagi jam 08.30 Saya berangkat bertiga dengan Ibu dan Juno, tapi niatnya bukan untuk ke Tebing Breksi. Kami menuju pasar Sunday Morning (sunmor) Stadion Sultan Agung Bantul. Kebetulan teman saya Novi, setiap hari Minggu pagi buka booth baju anak-anak di sana. Dan sudah berkali-kali Novi mengundang saya untuk datang ke booth nya di Sunmor Stadion Sultan Agung, namun karena kesibukan, saya belum juga sempat ke sana (sok sibuk banget ya saya ini,hehehe). 

Jam 10.00 kami keluar dari sunmor. Rencana selanjutnya adalah ke pantai atau ke gumuk pasir di sekitar pantai depok. Namun entah mengapa, sepanjang jalan arah ke pantai, pikiran saya bukannya ke pantai, namun saya penasaran banget pengen ke Tebing Breksi, tapi saya kuatir dengan rutenya yang ekstrim itu. Sampai di perempatan Manding, saya bertanya kepada Ibu saya,"Bu, kalau ke Breksi gimana?Tapi jalannya naik". Begini kata Ibu saya, "Kalau jalannya naik banget,ya nggak usah lah, ngeri". Saya yang emang penasaran banget mencoba 'berdiplomasi'."Pelan-pelan aja Bu,nanti kita lihat sikon, kalau jalannya serem banget, ya udah nggak usah dilanjutin. Apalagi Breksi deket dengan Candi Ijo lho Bu, kita bisa sekalian ke sana." 

Uji Nyali Part #1
Yesss,Ibu termakan omongan saya, beliau setuju, dari perempatan Manding, kamipun belok kiri ke arah Jalan Imogiri Barat, Imogiri Timur, Piyungan dan nembus ke Jalan Wonosari. Juno mulai mengantuk dan tertidur di pelukan neneknya. Dari Jalan Wonosari belok ke arah utara menuju Jalan Raya Piyungan-Prambanan. Begitu ada petunjuk jalan arah ke Tebing Breksi dan Candi Ijo, kami belok ke kanan (ke timur). Menurut petunjuk jalan, Tebing Breksi sekitar 2.5 km lagi, dan 3 km kalau mau ke Candi Ijo. Jadi tepatnya, kalau dari selatan, sebelum pondok pesantren modern MBS, masuk ke timur sekitar 2.5 km, di pinggir jalan ada petunjuknya, ikuti saja jalan tersebut.

Jalan mulai menanjak, tangan dan kaki saya mulai gemeteran. Jujur,sebagai seorang perempuan,ini adalah rute paling ekstrim yang pernah saya lalui dengan nyetir sendiri, biasanya sih kalau rutenya yang beginian, itu bagiannya Papi Juno, saya tinggal duduk manis saja. Semakin mendekati obyek, jalan semakin menanjak, dan beberapa bagian terdapat lubang. Berpapasan dengan kendaraan besar seperti bis atau truk semakin mengendurkan nyali saya, tangan dan kaki semakin gemeteran, namun saya berusaha tetap tenang supaya Ibu saya tidak takut. Namun sepertinya wajah saya yang pucat pasi tidak bisa berbohong. Sepanjang jalan Ibu saya berdoa. Alhamdulilah,setelah sekitar 15 menit menjalani 'uji nyali', sampailah kami di Tebing Breksi. Yeeiiii...

Tebing Breksi
amphitheater
Tiba di parkiran sekitar jam 12.00,kaki dan tangan saya masih gemeteran, jadi saya memilih untuk menenangkan diri lebih dulu di dalam mobil, sambil menunggu Juno terbangun. Oiya untuk masuk ke lokasi Tebing Breksi, dikenakan biaya parkir 5 ribu untuk mobil dan 2 ribu untuk sepeda motor. Dan untuk tiketnya, pengunjung dapat memberikan seikhlasnya. Kemarin waktu ke sana di lapangan parkir sedang ada perkemahan anak SMK. Dan pengunjung yang datang di Tebing Breksi cukup ramai. Sekali lagi, matahari sedang lucu-lucunya, panas luar biasa, untung saja kami membawa topi dan payung. Jadi teman-teman kalau mau ke sana, jangan lupa siapkan topi dan payung ya.




Begitu bangun, Juno sangat excited melihat tempat tersebut. Mungkin dalam pikirannya, tempat apa ini, tinggi dan besar. Pemandangan yang ada di Tebing Breksi adalah deretan tebing batu breksi yang tinggi menjulang. Awalnya merupakan bukit batu biasa, namun menjelma menjadi dinding tebing yang berlapis-lapis, karena aktivitas penambangan bahan material bangunan oleh warga sekitar, selama puluhan tahun. 

Menurut peneliti, Tebing Breksi atau juga dikenal sebagai Tlatar Seneng ini terbentuk jutaan tahun lalu, batuan kapur breksi merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran di Gunung Kidul, sehingga tempat ini merupakan salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan. Untuk itu aktivitas penambangan bahan bangunan dihentikan, dan warga mulai menjadikannya sebagai obyek wisata yang unik dan artistik dengan membuat pahatan-pahatan indah di dindingnya. Saat ini Tebing Breksi merupakan salah satu obyek wisata di Jogja yang sangat hits, istilahnya instagramable, sehingga menjadi tempat pilihan untuk hunting foto atau foto pre wedding. (Sumber:http://piknikasik.com/panorama-tebing-breksi-jogja-keindahan-jogja-dari-atas-bekas-tambang)

Juno girang sekali melihat ada kandang burung dan banyak burung merpati di lapangan parkir. Hap hap hap...Juno jalan sendiri, tidak minta digendong. Alhamdulilah, berarti he's in a good mood and he likes this place. Tandanya dia menyukai suatu tempat adalah dia mau jalan sendiri, tidak minta digendong. Kalau dia tidak menyukai atau merasa tidak nyaman dengan tempat tersebut, biasanya dia tidak mau turun atau minta digendong. Pertama kali kami menuju aphitheater yang berada di samping lapangan parkir. Amphitheater merupakan suatu lahan luas, dengan tempat duduk kayu melingkar, cocok sekali sebagai lokasi penyelenggaraan event semacam konser musik gitu.

Setelah foto-foto di amphitheater, kami melanjutnya menuju ke bagian utamanya, yaitu tebing batu breksi yang tinggi menjulang. Untuk menuju ke puncak tebing, pengunjung harus melalui tangga batu. Dan di sepanjang tangga pengunjung dapat berfoto dengan burung hantu. Di sisi tangga terlihat dinding tebing yang dipahat gambar wayang. Tangganya cukup tinggi lho, jadi kalau capek, boleh kok duduk dulu di anak tangga, asal tidak mengganggu pengunjung lain yang mau naik. Juno dengan semangat naik sendiri hingga ke puncak. Good job, son.




Akhirnya kami tiba di puncak tebing. Puncak tebing merupakan lahan kosong dengan beberapa pohon tumbuh di atasnya. Panas? Pastinya. Selain bisa selfie-selfie, pengunjung bisa melihat pemandangan dari atas. Indah sekali. Sayangnya ya itu, panas dan tidak cukup tersedia tempat duduk di sana. Sepertinya waktu yang paling cocok untuk ke sana adalah sore hari, menjelang sunset, pada saat cuaca cerah, jadi pengunjung dapat menikmati sunset dari puncak tebing. Atau bisa juga pagi-pagi sekalian menjelang matahari terbit atau sunrise.



Setelah puas foto-foto dan menikmati pemandangan dari atas tebing, kami turun dan menuju foodcourt yang berada pada sisi timur untuk membeli minuman dan beristirahat sejenak. Naik ke puncak tebing cukup membuat kami ngos-ngosan. Oiya di lokasi Tebing Breksi juga ada mushola bagi yang mau menunaikan ibadah sholat. Setelah beristirahat sekitar 30 menit, kami turun ke lapangan parkir. Tujuan selanjutnya adalah Candi Ijo yang berada sekitar 500 meter ke timur dari Tebing Breksi. Sayang kan sudah sampai sini, masa nggak mampir, begitu kira-kira pikir saya.

Uji Nyali Part#2
Dari parkiran kami belok kiri menuju Candi Ijo. Uji nyali tahap kedua pikir saya. Jalannya menanjak dan rusak cukup parah, banyak sekali lubang. Saya sempat mau mengurungkan niat ketika melihat beberapa kendaraan putar balik, namun rasa penasaran saya lebih besar dari ketakutan saya. Bismillah, dengan tekad bulat saya melanjutkan perjalanan ke Candi Ijo. Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali...begitu Juno bernyanyi. Nggak tau dia kalau sepanjang jalan emaknya gemeteran dan pucat pasi. Alhamduliah, setelah melalui uji nyali tahap 2, akhirnya sampai juga kami di kawasan Candi Ijo. Setelah memarkir kendaraan, kami masuk ke komplek Candi. Sama seperti di Tebing Breksi, parkir mobil 5 ribu dan motor 2 ribu, dan untuk tiket masuk 5 ribu/orang.

Candi Ijo
Candi Ijo merupakan salah satu candi bercorak Hindu yang belum banyak terekspos, merupakan candi yang letaknya paling tinggi di Jogja, yaitu 375 meter di atas permukaan laut.  Disebut Candi Ijo karena candi yang dibangun sekitar abad ke-9 itu dibangun di sebuah bukit yang dikenal sebagai Bukit Hijau atau Gumuk Ijo. (Sumber: http://www.tribunnews.com/travel/2015/05/19/menikmati-panorama-dan-misteri-candi-ijo-candi-tertinggi-di-yogyakarta.
Pada teras atas terdapat 1 candi utama dan 3 buah candi dengan ukuran yang lebih kecil. Selain berfoto, di sini pengunjung dapat menikmati semilir angin yang sepoi-sepoi, dan lokasinya yang cukup luas, membuat anak-anak kecil betah berlama-lama bermain di sana, termasuk Juno yang hampir tidak mau diajak pulang karena masih asyik bermain di sana, hadeh...


Setelah capek berkeliling, kami beristirahat dengan duduk di bawah pohon talok di sebelah timur candi. Semilir angin bikin saya ngantuk, hehehe. Sekitar jam 15.00 kami memutuskan untuk keluar dari komplek candi, namun sebelum pulang kami menikmati es dawet dulu di depan lokasi candi. Segarrrr...

Setelah menikmati es dawet kamipun turun arah pulang,sebenarnya saya masih ingin ke Candi Boko, karena tempatnya yang tidak begitu jauh,lagipula saya belum pernah ke sana. Namun kami sudah terlalu capek, jadi ke Candi Bokonya lain kali saja. Meskipun demikian hari Minggu ini rasanya puas banget, bisa ngajak jalan-jalan Ibu dan Juno, walaupun kali ini Papi Juno tidak bisa ikut, dan puas banget bisa melewati 2 kali 'uji nyali' rute ekstrim menuju Tebing Breksi dan Candi Ijo. Alhamdulilah tiba kembali di Bantul dengan selamat. 


Dan endingnya, tak lupa saya kirim foto-foto kami di Tebing Breksi dan Candi Ijo kepada Papi Juno, and he surprised because I didn't tell him before that we got there. Maaf pi, kali ini kami jalan-jalan sendiri tanpa kamu, dan tanpa ngasih tau dulu,jadi silahkan lihat foto-fotonya aja yah, hehehe. 
Happy working days.